Share

BAB 5. Jika Tuhan Mengizinkan

“Kelihatannya sudah lumayan sih,” kata Val mengamati kaus abu-abu di tangannya. Ia lalu memasukkannya dalam tas yang sudah disiapkan.

“Semoga saja dia nggak terlalu mempermasalahkannya,” gumamnya pasrah.

Kemarin ia memberanikan diri menghubungi Arion untuk mengembalikan bajunya. Sesuai kesepakatan dalam pesan singkat, mereka akan bertemu di tempat yang sama seperti hari Jumat kemarin.

Val mengambil napas panjang ketika langkahnya sudah mendekati gedung perkantoran itu. Jantungnya berdebar akan bertemu pria tampan itu lagi. Sejak pertemuan itu, setiap malam Val memimpikan masa depannya bersama laki-laki itu. Bahkan ketika menonton drama kesukaannya, ia membayangkan jika dirinya dan Arion menjadi tokoh utamanya dan berakhir bahagia.

Kaki ramping Val melangkah yakin memasuki kedai kopi tempat mereka akan bertemu. Dalam hati ia berdoa supaya semuanya berjalan lancar hari ini.

Salah satu kursi di area luar kedai, sudah diduduki seseorang. Val hanya bisa melihat punggung yang terbalut kaus lengan panjang berwarna pastel.

Val mengembuskan napas panjang sebelum menyapa pria itu. “Selamat pagi.”

Pria itu menoleh dan senyumannya kembali membuat hati Val porak-poranda.

“Selamat pagi, Val,” sapanya lalu mempersilakan Val duduk.

Val menyerahkan tas di tangannya. “Ini. Sudah saya bersihkan. Maaf kalau nggak maksimal. Atau saya perlu menggantinya?”

Arion mengamati pakaian itu sebentar, lalu menggeleng. “Nggak perlu, ini sudah cukup. Ayo, duduk. Minum atau mungkin sarapan dulu.” Matanya menatap Val yang masih berdiri.

Ini adalah kesempatan Val untuk mengenal pria menawan itu lebih jauh. Setelah hari ini, mungkin ia tak punya alasan lagi untuk menemui Arion. Namun, ia juga tak punya waktu untuk berbincang-bincang santai seperti sekarang. Ia harus bekerja.

Seharusnya aku nggak membawa bajunya sekarang. Harusnya aku mengulur waktu supaya bisa bertemu berkali-kali. Tapi, kalau begitu, kesanku jadi jelek di matanya. Sudahlah, kalau memang berjodoh nggak akan ke mana, ‘kan?

“Terima kasih tawarannya. Tapi, saya harus bekerja sekarang. Ini hari pertama saya,” jawab Val akhirnya.

“Oh, maaf! Aku jadi menganggu waktu kamu,” kata laki-laki itu merasa bersalah. Ia lalu berdiri. “Kalau boleh tahu, kerja di mana? Mau kuantar sekalian?”

“Ah, nggak usah. Saya bekerja di gedung itu, di lantai 15,” jawab Val buru-buru. Ia merasa tidak enak hati untuk menerima kebaikan Arion lagi.

Arion menatap gedung yang dimaksud Val dan mengangguk paham. “Baiklah, kalau begitu. Selamat bekerja!” katanya.

Val mengangguk dan pamit. Tak lama ia kembali menoleh saat Arion memanggilnya.

“Val! Apa kita masih bisa bertemu lagi?”

Otak Val seakan membeku mendengarnya. Kalimat yang meluncur dari bibir Arion memberi harapan untuk pertemuan berikutnya.

Val tersenyum. “Entahlah! Jika Tuhan mengizinkan … mungkin saja!” Ia melihat anggukan Arion.

“Sampai ketemu lagi kalau begitu,” katanya. Ia melambaikan tangan sebelum Val berbalik meninggalkannya.

Arion duduk kembali di kursinya. Pagi ini terasa sangat indah sekali baginya. Ia juga tak pernah merasa sesenang ini. Senyum masih bertahan di wajahnya saat ia menghabiskan kopi dan sarapannya di kedai.

Beberapa saat kemudian Arion bangkit menuju mobil yang terparkir di sebelah kedai. Ia mengganti pakaiannya dengan kaus dari Val lalu mulai berlari mengelilingi perkantoran itu.

Arion baru kembali ke mobil saat mendekati waktu makan siang. Di sana, ia menelepon seseorang.

“Setelah makan siang, aku akan datang. Kamu bisa menjemputku?” Ia menatap tas hitam di jok sebelahnya lalu senyumnya mengembang. “Atau kita makan siang dulu sekarang?”

Arion tertawa mendengar jawaban di seberang kemudian menutup teleponnya. Ia menunggu beberapa saat sambil merapikan rambut dan wajahnya yang basah oleh keringat.

Seorang laki-laki seusianya keluar dari pintu gedung kaca dekat ia memarkir mobilnya. Menoleh ke sana ke mari lalu berlari menghampiri Arion yang segera membuka pintu.

“Dasar kau ini! Kau ‘kan bukan anak kecil lagi yang harus dijemput!” gerutunya saat sudah berada di dalam mobil.

Arion hanya bisa tertawa. Hari ini hari yang membahagiakan untuknya. Dia sadar sudah sejak pagi tadi ia tersenyum-senyum sendiri. Sebentar lagi, mungkin ia akan meledak saking girangnya.

“Padahal aku sudah semingguan nggak ke sini. Bukannya kangen sama aku, malah marah-marah.” Arion mencibir.

Pria itu bergidik jijik. “Sepertinya kau harus ke rumah sakit lagi memeriksakan otakmu.”

“Mau makan di mana?” tanya Arion setelah puas tertawa. Ia memutar mobilnya keluar ke jalan raya.

“Memangnya kau sudah boleh makan apa saja?”

Arion mengangguk. “Aku sudah sehat kok. Sudah beberapa hari lalu aku lari pagi lagi.”

Pria di sebelahnya melotot. “Jadi, dari kemarin-kemarin kau lari pagi di sini? Yang benar saja!”

Arion tertawa lagi. Ia memang sempat dirawat di rumah sakit karena masalah pencernaan selama seminggu dan keluar beberapa hari setelahnya. Ia tak bisa menunda lebih lama lagi untuk melakukan hobinya. Badannya menjadi kaku dan tidak nyaman karena tidak diizinkan lari pagi selama sakit. Area perkantoran itu tempat favoritnya.

“Bagaimana situasinya tanpa aku? Pasti aman terkendali.” Arion menoleh.

“Jelas dong! Rasanya memang percuma saja kau masuk kerja. Bagaimana jadinya kalau aku nggak di sini.”

“Yep. Kamu memang yang terbaik. Nggak salah aku memilihmu.”

“Kalau begitu, kau harus menaikkan gajiku.”

Arion tertawa lagi. “Beres!”

“Sepertinya kau senang sekali hari ini.”

Arion mengangguk sambil mengarahkan kendaraannya masuk ke sebuah warung soto favoritnya. Setelah memesan, mereka duduk melanjutkan pembicaraan.

“Jangan bilang kalau kau menggoda perawat-perawat di rumah sakit, lalu menembak salah satunya? Atau mungkin dokternya?”

“Kamu percaya nggak, cinta pada pandangan pertama?” Arion balik bertanya. “Sepertinya aku sedang mengalaminya sekarang. Ah, bukan, tepatnya beberapa hari lalu. Saat aku lari pagi.”

Teman pria di sebelahnya hanya diam mengamati pandangan Arion yang menerawang entah ke mana. Ia memutuskan untuk membiarkan sahabatnya melamun sepuasnya sebelum berkutat dengan tumpukan pekerjaan nanti.

Makan siang itu berlalu dengan cepat. Setelah membahas beberapa daftar pekerjaan, mereka kembali ke perkantoran tadi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status