Share

Pura-pura Tuli

Azura meremas tangannya dengan perasaan gelisah dan tidak tenang. Dia tidak pernah bermaksud menyebarkan rumor palsu mengenai pasangan hidup dan status hubungan Hansa yang ternyata hanya kesalahpahaman semata.

Oliver adalah adik Hansa, meski wajahnya tidak mirip sama sekali dengan Hansa. Tapi gadis yang sekarang duduk di kursi depan tepat di samping Hansa yang saat ini mengemudi tersebut, terus tersenyum senang melihat dirinya.

Azura duduk di tengah-tengah anak-anak Hansa yang entah mengapa sejak perkenalan mereka secara resmi beberapa menit lalu di apartemen. Ketiga balita kembar itu menjadi sangat lengket dengannya.

Tampaknya ketiga balita itu kini menganggap Azura adalah induk baru mereka, menggantikan Oliver yang katanya akan sibuk dengan pekerjaannya sebagai seorang wedding organizer di bulan ini. Itu sebabnya Hansa mencari pengganti adiknya yang bisa mengurus anak-anaknya mulai sekarang.

Anak-anak Hansa mempunyai wajah yang lucu dan juga menggemaskan. Balita berumur tiga tahunan itu semuanya sudah cukup fasih berbicara dengan orang yang baru mereka kenal.

Kembar tiga dengan wajah yang sangat mirip itu agak langka. Lalu, yang menjadi pertanyaan Azura sekarang adalah siapa ibu dari ketiga balita yang menempel di masing-masing lengannya. Azura enggan untuk bertanya asal-usul bayi-bayi lucu itu, walau pada kenyataannya Oliver adalah adik Hansa dan bukan istrinya, ingat itu.

Itu artinya, dosen mudanya kemungkinan memiliki hubungan terlarang dengan wanita lain dan tanpa sengaja mempunyai anak di luar nikah.

Kemudian, wanita yang masuk dalam hubungan terlarang itu meminta pertanggung jawaban dengan menyerahkan ketiga bayi mereka pada Hansa yang notabene adalah ayah dari anak-anak itu.

Ah, Azura mengerti sekarang. Nyatanya, meskipun wajahmu terlihat seperti malaikat yang tidak pernah mengerjakan dosa. Manusia tetaplah manusia, semua orang pasti menyembunyikan cacat pada lembar kehidupannya.

Sibuk memikirkan hubungan Hansa, Azura tidak menyadari jika sedari tadi para balita yang duduk di samping kanan dan kirinya sudah tertidur lelap dalam perjalanan.

“Wah, mereka belum dua puluh empat jam berkenalan dengan Azura. Tapi lihat anak-anakmu, Kak. Mereka sepertinya sangat menyukai dan nyaman dengan pengasuh baru mereka, aish … anak-anakku yang manis,” tunjuk Oliver ke arah kaca depan mereka pada Hansa.

Hansa tersenyum tipis melihat anak-anaknya tertidur lelap dengan Azura yang menjaga ketiganya agar tidak jatuh. “Azura, apa semua baik-baik saja di belakang?” tanya Hansa yang mendapat anggukan dari Azura.

“Mn, semuanya aman terkendali. Anak-anak sedang tidur sekarang, kalau boleh tahu. Kita akan pergi ke mana?”

Oliver yang mendengar pertanyaan dari Azura mulai melirik kakaknya dan menyeringai. “Iya benar mau ke mana kau ajak kami?” timpal Oliver yang mendesak Hansa untuk menjawab pertanyaan yang sama.

“Golden Gate Park,” jawab Hansa yang akhirnya membuat Oliver memiringkan kepalanya.

“Keren! Kenapa kau tidak memberitahuku tujuan kita sejak di apartemen tadi. Kau tahu, kalau dari awal aku sudah tahu kalau kita akan pergi ke Golden Gate Park. Aku pasti mengajak Ibu untuk ikut bersama kita,” ucap Oliver yang sangat menyayangkan kepergian mereka kali ini tanpa mengajak ibu mereka.

Hansa mengigit pipi bagian dalamnya. “Jangan membicarakan dia sekarang,” desis Hansa yang membuat Oliver tersenyum miring.

“Apa kau takut ibu akan melihat anaknya tiba-tiba mempunyai tiga bayi kembar tanpa sepengetahuan dirinya?” ungkap Oliver yang membuat Hansa mengerem mobil mendadak, sehingga Azura kaget bukan main.

Untungnya ketiga balita kembar tidak terbangun dari tidur mereka dan tidak jatuh karena tindakan ceroboh Hansa.

Azura sedari tadi hanya diam mendengar percakapan yang agak rawan antara Hansa dan Oliver, kedua kakak beradik itu terlibat dalam pembicaraan yang membuat Hansa kesal. Sebagai orang baru di lingkungan kehidupan dosennya itu, Azura memilih untuk menutup mulut dan telinganya dengan berpura-pura tidak mendengar sama sekali.

Namun, seberapa keras Azura berpura-pura jadi makhluk tuli untuk sementara waktu. Dia masih tetap bisa mendengar percakapan serta adu mulut antara kakak dan adik itu yang sepertinya akan lama berakhir dan itu akan membuat para balita kecil terbangun dari mimpi mereka.

“Kau selalu menyimpan rahasia besar sendirian, aku pikir keluarga kita harus tahu tentang anak-anakmu itu!”

“Oliver berhenti mengungkit hal itu lagi, kau sudah berjanji untuk tidak mengangkat masalah ini.” Hansa menatap adiknya dengan tatapan mata lelah.

Azura bisa melihat ada beban terlihat di manik mata Hansa dan dia sangat penasaran, dosennya itu seperti menyimpan sebuah rahasia mengenai identitas ketiga anaknya. Sedangkan Oliver duduk dengan punggung yang bersandar di tempat duduknya dengan keras lalu mendengkus sebal.

“Cepat atau lambat, semuanya akan terbongkar pada akhirnya,” tutur Oliver dan menatap jalanan dari balik kaca.

“Kita lihat saja nanti.”

Suara beberapa mobil yang terhalang akibat Hansa mengerem mobil secara tiba-tiba tanpa mereka sadari telah menyebabkan kemacetan di jalan.

Sampai pada akhirnya suara klakson mobil yang nyaring nyaris membuat telinga tuli tersebut menyadarkan Hansa untuk segera melaju mobil mereka ke tempat tujuan.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dan penuh dengan aura permusuhan sengit antara Oliver dan Hansa, setidaknya Azura sudah bisa bernapas lega sekarang.

Mereka akhirnya sampai di Golden Gate Park. Tempat wisata yang sangat populer di San Fransisco, dulu sekali Azura berharap jika keluarga angkatnya akan mengajaknya untuk ikut liburan berkeliling ke Golden Gate Park. Akan tetapi, harapan tetaplah harapan, sebagai anak angkat yang tidak jelas asal-usulnya itu. Azura kecil sama sekali tidak pernah ikut dalam perjalanan keluarga Edith.

Nyonya Arisha—Istri dari Ayah angkat Azura sebenarnya sangat membenci keberadaan Azura dalam rumah tangga mereka, tidak ada kasih sayang dari Arisha untuk Azura.

Mengingat masa lalu tiba-tiba saja membuat hati Azura berdenyut sakit. Sampai tangan mungil menggenggam erat jari-jari Azura, barulah dirinya sadar jika ia seharusnya tidak perlu memikirkan masa lalu lagi.

Senyuman balita dengan deretan gigi yang masih belum lengkap itu menyadarkan Azura dari lamunannya.

“Acula, kenapa?” tanya balita kecil dengan suara cadel tersebut pada Azura.

Azura segera berjongkok sambil mencubit pelan pipi balita mungil di hadapannya. Balita yang bernama Ilkay itu tertawa geli. “Ula cedih ya?” Azura yang kembali mendengar celotehan imut anak Hansa itu tertawa.

“Siapa yang sedih hm? Azura tidak sedih,” kata Azura mengembungkan pipinya dan menoleh ke kanan dan kiri mereka.

“Ngomong-ngomong di mana saudaramu yang lain Ilkay?” Azura berdiri dari duduknya dengan panik.

“Ihsan dan Ilhan bersama Mommy dan Daddy.”

Mengetahui hal itu membuat Azura mengelus dadanya pelan, astaga dia hampir saja terkena serangan panik karena berpikir dirinya telah kehilangan dua balita lainnya.

“Lalu, kenapa Ilkay tidak ikut bersama Mommy dan Daddy?”

Ilkay balita kecil itu memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulutnya dan menggelengkan kepala. “Ilkay mau sama Acula,” ungkapnya mendapatkan tatapan mata berbinar penuh haru di mata Azura.

“Oh, Ilkay kamu benar-benar malaikat kecil yang polos,” puji Azura yang dengan cepat menggendong Ilkay dengan kaki kecil balita itu melingkari pinggang rampingnya.

Namun, belum sampai lima belas menit keduanya berjalan bersama di taman wisata itu. Azura sudah kepayahan mengasuh Ilkay, berpikir jika balita itu adalah malaikat kecil yang polos ternyata adalah kesalahan yang amat besar.

“Dia iblis kecil yang nakal!” seru Azura frustrasi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status