BAB 25Penguasa kelam berangsur merayapi langit. Mengusir bola api raksasa tanpa mampu berkelit. Waktunya ksatria malam bertahta di singgasana. Gagah tak terbantahkan merasuki netra. Seorang gadis terlelap dalam kubangan gelisah. Bergerak tak tenang dalam tidurnya. Mungkin saja karena ia tertidur dengan posisi duduk hanya berbantalkan kedua lengan yang bersedekap, atau mungkin juga akibat mimpinya menariknya ke sisi kelam alam tidur. Althea bermimpi. Kondisi intoleran Zayn memburuk hingga berujung kematian. Zayn meninggal dunia dan sebagai istrinya ia menjadi tersangka utama dengan tuduhan pembunuhan berencana. Motif tuduhannya adalah karena Althea serakah ingin menguasai harta kekayaan Zayn di usia muda. Dalam mimpinya ia memakai baju oranye, digiring polisi menuju mobil tahanan, dihujani cacian juga hujatan khalayak. Kiana juga ada di sana, menyumpahi dan mengejeknya tanpa ampun.Althea tersentak kaget dan langsung terbangun. Dadanya bertalu kencang, napasnya tersengal disertai ke
BAB 26Tiga hari tiga malam Zayn dirawat inap dan selama itu pula Althea membolos kuliah demi menunggui di rumah sakit. Althea ingin Zayn berada dalam jangkauan dekatnya, khawatir pengobatan tak sesuai harapan. Ia merasa perlu bertanggung jawab penuh atas ulah yang telah diperbuatnya hingga membuat korban keusilannya terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Althea merasa amat ketakutan kala melihat Zayn tak berdaya akibat menelan omelet buatannya. Bayangan jeruji besi berlalu lalang tak henti, menghantuinya tak mau pergi. Juga ada sesuatu yang baru-baru ini membuatnya enggan beranjak jauh, hal lain yang belum mampu diartikannya, menggelitiki hati juga ngilu tak terperi. Menolak niatan Mbok Sari dan Pak Tarno yang menawarkan diri untuk ikut menjaga Zayn.Ajeng dan Mahendra juga ikut menjenguk. Sedangkan Lidya sengaja tidak diberitahu berhubung sedang melakukan perjalanan bisnis ke Manado. Zayn cemas hipertensi juga penyakit jantung Lidya kumat jika mengetahui dirinya sakit. Kedua oran
BAB 27“Kenapa tidak memberitahuku kalau Zayn masuk rumah sakit?” Lidya yang baru saja tiba di rumah putranya langsung mencecar Mbok Sari yang menyambut di depan pintu. Siang ini sesampainya di bandara, Lidya langsung bertolak ke rumah Zayn. Tak mau menunda begitu mendengar kabar yang dikirimkan Adam.“Maaf, Nyonya. Den Zayn sendiri yang melarang. Khawatir hipertensi Nyonya kumat katanya,” sahut Mbok Sari sejujur-jujurnya.“Anak itu kebiasaan! Lagi pula kenapa uji nyali, kudengar dia makan makanan pedas? Sudah tahu intoleran masih saja nekat!” Lidya geram terbungkus cemas.Sebagai seorang ibu, Lidya sudah khatam dengan kondisi anaknya. Tentang Zayn yang mengidap hipersensitif saluran pencernaan pun Lidya masih ingat betul apa penyebabnya. Kala itu, Zayn yang baru beranjak dewasa terpuruk lantaran hatinya terluka teramat dalam. Sejak saat itu dia bersahabat lekat dengan kopi hitam murni. Dalam sehari bisa lebih dari lima kali Zayn meneguk cairan hitam pekat beraroma semerbak khas itu
BAB 28“Dasar bibir jahanam!” Althea menggerutu di depan cermin ruang ganti gedung klub menari. Menilik leher jenjangnya yang kini bernoda merah. Begitu pindah kuliah, Althea langsung mendaftar bergabung dengan klub tari balet sesuai dengan hobinya, begitu antusias ketika mengetahui kampus barunya memfasilitasi kegiatan kegemarannya melalui program ekstrakurikuler. Hari ini, Althea kembali ke kampus setelah membolos beberapa hari sedangkan Zayn masih beristirahat di rumah. Selepas kuliah usai ia mengikuti kegiatan favoritnya ini yang dijadwalkan seminggu dua kali. “Duh, ini gimana cara nutupinnya?” keluh si gadis cantik yang sudah mengganti pakaiannya dengan leotard itu. Raut kesal juga bingungnya mirip ibu-ibu komplek yang sedang dilanda kantong kering di saat tagihan kreditan panci sudah jatuh tempo. Saat rambutnya digelung ke atas seperti sekarang, jejak merah di sisi kanan leher yang ditinggalkan Zayn amat jelas terlihat, begitu kontras dengan kulit kuning langsatnya. Terekspo
BAB 29“Kenapa ke kampus? Dokter kan menyarankan untuk beristirahat?” tanya Althea sembari menaruh tas di meja makan begitu mereka sampai di rumah. Membuka kabinet dapur bagian penyimpanan peralatan makan dan mengambil sebuah gelas dari sana.Sepanjang perjalanan pulang keduanya terdiam kaku. Masih dilanda kecanggungan satu sama lain akibat insiden mesra yang spontan terjadi kemarin siang. Tidak ada perdebatan saling menyalahkan maupun membahas lebih lanjut, memilih bungkam karena keduanya sama-sama terbawa suasana.Kecuali saat di gedung latihan menari tadi. Drama saling mencinta dimainkan dengan apik membuat siapa pun yang melihatnya iri setengah mati. Untuk pertama kalinya Althea mengambil inisiatif terlebih dulu dan Zayn berimprovisasi memainkan perannya dengan sangat baik. Chemistry yang dibangun begitu alami, takkan ada yang mengira bahwa kemesraan mereka hanya pura-pura semata.“Aku secara pribadi meminta Bu Caroline supaya meringankan hukuman membolosmu. Kujelaskan padanya, se
BAB 30Dua buah guling yang ditaruh di tengah ranjang menjadi pemisah area tidur. Mereka sempat berdebat tentang sisi kasur yang diinginkan. Dua-duanya bersikukuh ingin berbaring di sebelah kanan. Padahal kalau dilihat-lihat tidak ada yang istimewa, semua tampak sama, kecuali tempat charger laptop juga ponsel yang memang berada di kanan ranjang. “Aku harus mengerjakan tugas dan sisi ini lebih ideal untukku kalau laptopku mulai kehabisan daya. Aku lebih nyaman dan merasa lebih fokus kalau mengerjakan tugas di kasur, bukan di meja belajar.”Penjelasan panjang lebar berbalut alasan, Althea unjukkan dan itu berhasil. Tentu saja di balik alasannya terselip maksud terselubung berkedok belajar, sebab kegigihannya tak sepenuhnya karena tugas. Althea juga ingin leluasa mencharge ponselnya demi bermain game online Mobile Legend dengan si kembar cempreng setelah tugasnya nanti usai. Zayn sempat menyuruh Althea mengerjakan tugas di ruang belajarnya saja yang bersisian dengan ruang ganti pakaian
BAB 31Range Rover milik Zayn terparkir manis di parkiran kampus Institut Sinar Bangsa tempatnya mengajar juga tempat Althea menuntut ilmu. Althea membuka seatbelt. Bukannya turun, gadis itu malah meremas jemarinya yang bertautan sembari melirik takut-takut pada Zayn. “Mau ngomong apa?” tanya Zayn to the point. Bahasa tubuh Althea sangat mudah terbaca, gadis imut ini bagai buku yang terbuka. “Mmm… minta uang, dong,” ujarnya polos sembari menyodorkan telapak tangan kanannya. Mirip bocah yang meminta uang jajan pada orang tuanya. Althea sebenarnya malu, tetapi ia tidak punya pilihan lain. Uang di dompetnya cuma tersisa seratus ribu lagi dan saldo di kartu ATM hanya tinggal 75 ribu rupiah saja. Tadi Subuh saat ia menelepon mamanya hendak meminta uang saku, Ajeng mengatakan bahwa Althea sudah bukan tanggungan orang tua lagi karena sudah menikah dan bersuami. Permintaan Althea justru menyulut tanya mengundang emosi sang mama. Ajeng mencecarnya. Apakah Zayn sebagai suami tidak menunaika
BAB 32“Apa!”Reaksi terkejut Zayn sukses membuat Adam yang berdiri di belakangnya nyaris terjengkang. Si dosen berkacamata itu mengelus dada. Pandangannya tanpa disuruh jatuh ke resleting celana Alvin setelah mendengar ucapan Rena dan Reni yang menyinggung burung perkutut terbungkus kain. Tangisan Althea makin menjadi. Ia meraung tak peduli sedang berada di mana. Zayn awalnya bermaksud menuntut penjelasan lebih lanjut pada Alvin juga si duo cerewet. Namun, dia mengurungkannya, saat ini menenangkan Althea yang terus terisak lebih utama.“Kalian bertiga, besok pagi saya tunggu di ruang bimbingan konseling!” tegas Zayn mengintimidasi tanpa senyuman. Mendengar Althea menyentuh kejantanan pria lain meskipun bukan disengaja, entah kenapa harga dirinya sebagai pria juga suami ikut terusik.Sejak kapan Zayn mengakui dirinya sebagai suami? Bukankah pernikahannya dengan Althea tak pernah dianggap sungguhan olehnya? Bahkan beberapa menit lalu, dia baru saja menyelesaikan urusan berkas percerai