Beranda / Fantasi / Warisan Artefak Kuno / Sidang Di Biara Teratai Perak.

Share

Sidang Di Biara Teratai Perak.

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-06 11:04:40

Memasuki musim gugur di Kekaisaran Yue Chuan, meskipun negeri ini berada di bagian Selatan Benua Longhai, keseluruhan iklim adalah empat musim sehingga udara terasa dingin.

Tatkala angin berhembus dari kawasan Utara, dinginnya terasamenusuk tulang, menyelinap melalui setiap lapisan jubah yang terlihat bergelombang tertiup angin. Saat itu, puluhan kultivator senior dari Delapan Sekte Aliran Putih Bintang Lima berjalan menaiki anak tangga menuju aula utama di puncak Gunung Yin Lianhua.

Pohon maple yang tumbuh di sisi kiri dan kanan undak-undakan tampak berwarna merah dengan sentuhan oranye.

Ketika angin dingin musim gugur berdesau, banyak daun yang warnanya merah kekuningan jatuh sepanjang anak tangga. Pemandangan ini membuat semua kultivator dari delapan sekte Bintang Lima berhenti sejenak, menikmati keindahan daun maple yang berjatuhan pada hari pertama musim gugur. Mereka merasakan keindahan alam yang seolah-olah berbisik, mengiringi langkah mereka menuju aula utama.

"Menurut Anda, a
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Shofiyudin Musthofa
saya pun ikut terbawa dalam keheningan. #3
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
goodnovel comment avatar
Yudin Joedhin
makin seru thor, lebih banyak bab lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Warisan Artefak Kuno   Teng Jiyun, Jenius Nomor Satu Wudang.

    Tiba-tiba, ketegangan yang memenuhi atmosfer di Aula Biara Teratai Perak pecah dengan perkataan seseorang yang terdengar penuh semangat dan keyakinan.“Sebenarnya, apa sih keunggulan Imam Sesat Kecil itu? Mengapa dia seolah-olah menjadi bintang utama dari Aliran Hitam, sehingga kami dibuat seperti ketakutan? Aku yakin... kami, para jenius muda dari Aliran Putih pun, tidak kalah memiliki kemampuan tempur yang setara dengannya. Bahkan, aku yakin jika kami bertemu langsung dan bertukar pedang, kupastikan Imam Sesat Kecil itu akan bertekuk lutut di kakiku!”Sejenak suasana menjadi hening, sebelum suara pemuda itu terdengar lagi, kali ini dengan nada yang lebih tegas.Seorang pemuda berusia delapan belas tahun berdiri di antara jajaran Sekte Wudang. Jubahnya berwarna putih bersih, lengkap dengan logo Sekte Wudang dan simbol Baigua yang tampak menonjol. Wajahnya bersih, dengan rambut diikat ke atas kepala membentuk gulungan kecil. Sebagai pelengkap hiasan rambut, sebuah pita kain satin berw

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-06
  • Warisan Artefak Kuno   Pengutusan - Pertama.

    Udara musim gugur tahun ini membawa angin dari Utara yang membuat cuaca terlihat tidak menentu. Sebentar terang, namun tiba-tiba langit mendung, seolah-olah ada tangan tak terlihat yang menarik tirai abu-abu di atas langit biru.Udara di Benua Longhai sendiri menjadi lebih dingin, memaksa orang-orang untuk lebih sering mengurung diri di dalam rumah, menikmati kehangatan api unggun yang gemeretak. Bau kayu terbakar menyebar, menciptakan suasana nyaman dan mengundang nostalgia akan musim-musim semi yang hangat, yang sudah berlalu.Di Biara Teratai Perak, tepatnya di aula biara, udara terasa memanas dan sesak. Bau dupa di udara, mengisi aula kuil dengan aroma yang khas - cendana, bercampur dengan sedikit aroma musk yang menyegarkan. Cahaya remang-remang dari lilin-lilin kecil dan lampu minyak menyoroti asap yang bergelombang ke udara, menciptakan bayangan menari di sekitar patung Buddha yang duduk dalam ketenangan abadi.Seorang pemuda tampak berlutut dipersidangan. Sementara di hadapann

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • Warisan Artefak Kuno   Pengutusan – Bagian Dua.

    Hawa panas didalam Aula Biara Kuil Teratai Perak sungguh Kontras, dengan hawa musim gugur di luar.Biarawati Zengxhin dari Sekte Gurun Gobi berdiri. Sambil mengayun-ayunkan Fuchen, ia berkata dengan nada suara tegas yang bergema di seluruh aula, menambah suasana tegang yang sudah ada.“Biarawati tua ini merasa, sudah selayaknya kaum muda para jenius dari delapan sekte aliansi menunjukkan gigi di kancah dunia persilatan. Namun, jika hanya satu atau dua sekte saja yang turun gunung, takutnya Aliran Hitam justru akan menertawakan kami dari Aliran Putih. Seolah-olah sentralisasi kekuatan hanya berada di Sekte Wudang saja!”“Padahal... sesungguhnya ada banyak jenius-jenius lain dari tujuh anggota aliansi yang memiliki kemampuan yang tidak kalah dibanding jenius-jenius dari Wudang,” lanjutnya dengan suara yang berirama, membakar semangat para pemimpin sekte di luar Sekte Wudang.Keheningan seketika melanda aula. Semua orang merasa ada aura permusuhan yang sengaja dilontarkan oleh Biarawati

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • Warisan Artefak Kuno   Taiji Yin Yang Jian Fa.

    Aula Pelatihan Bela Diri – Biara Teratai Perak, Gunung Yin Lianhua.Suasana di dalam sasana pelatihan itu dipenuhi dengan kebahagiaan yang meluap-luap, aura positif menyelimuti setiap sudut ruangan. Wajah-wajah para jenius dari Delapan Sekte Aliran Putih memancarkan kegirangan saat Wulin Mengzhu – Zhang Long Yin berjanji akan mengajarkan sebuah teknik pedang yang bisa digunakan bersama-sama dalam formasi, namun juga sangat mematikan dalam pertempuran solo. Meskipun kekuatan serangan jurus pedang ini akan berkurang jika dieksekusi secara tunggal, potensinya tetap luar biasa.Wulin Mengzhu – Zhang Long Yin berdiri di atas panggung kecil, dikelilingi oleh banyak anak muda dari delapan sekte, semua menatapnya dengan penuh kekaguman. Aura sebagai seorang ahli di ranah Pendekar Lotus Emas membuat Imam Zhang tampak seperti seberkas cahaya di malam yang gelap gulita. Ia berdiri gagah dengan punggung tegak dan lurus seperti sebatang jarum, memancarkan karisma dan kekuatan yang sulit diabaikan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-08
  • Warisan Artefak Kuno   Awal-awal Kekacauan.

    Saat musim gugur tiba, jalanan di kota Daqi dipenuhi dengan romantisme. Daun-daun pohon maple yang menghiasi halaman rumah-rumah orang kaya telah berubah warna menjadi keemasan. Ketika angin sepoi-sepoi membawa daun maple yang menguning, bercampur dengan bunga persik yang lembut berguguran, terciptalah pemandangan yang memukau. Suara gemerisik dedaunan yang menumpuk di jalanan saat kaki melangkah dan menginjaknya seperti melodi latar yang menenangkan.Malam Bulan Purnama masih dua hari lagi dari sekarang.Meski udara mulai dingin dan angin dari Utara terasa seperti pisau yang mengiris kulit, kota Daqi tetap ramai dengan kedatangan banyak pelancong. Mereka berhamburan di jalan, membuat Pasar Timur yang biasanya sepi, pada senja ini, berubah menjadi ramai menyambut keramaian malam hari.Lampion berwarna-warni telah diletakkan di depan rumah-rumah hiburan malam. Restoran dan penginapan di wilayah itu pun tak kalah menarik dengan lampu-lampu yang menerangi papan nama mereka, menawarkan ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-08
  • Warisan Artefak Kuno   Kejadian Kuil Lingguang.

    Di dalam Gedung Bayangan Malam – sebuah bangunan yang terpisah dari Aula Koi Keberuntungan, Rong Guo duduk di hadapan Tuan Ma Hu dan Du Shui.Cahaya buram dari lentera di sudut ruangan yang bergoyang, serta minimnya cahaya matahari yang minim - berusaha menerobos lewat jendela berkisi-kisi, memberikan nuansa misteri dalam ruangan. Aroma dupa berbau kayu cendana yang terbakar menguar di udara, menambah suasana yang menegangkan.Wajah Rong Guo tampak serius, di tangannya ada selembar kertas berisi informasi dunia persilatan yang sangat mengejutkan.“Mengapa aku bisa lupa, pertemuan Aliran Sesat yang kujanjikan pada Yan Huansheng – Pemimpin Organisasi Lima Warna itu? Bukankah jadwal pertemuan itu adalah malam saat Purnama pertama di awal musim gugur? Itu berarti dua hari dari sekarang?”Rong Guo menepuk jidatnya, menyadari kekhilafannya. Wajahnya sedikit berkerut saat pencerahan muncul di benaknya. Pertanyaan yang menggelayut di hatinya terjawab sudah dengan sendirinya.“Jadi... sosok-so

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09
  • Warisan Artefak Kuno   Sekte Makam Neraka.

    Hujan baru saja berhenti di Kota Daqi.Genangan air tampak di mana-mana, memantulkan cahaya lampu jalan yang redup. Udara lembap bercampur dengan hembusan angin musim gugur, membuat suhu udara terasa lebih dingin dari biasanya.Daun-daun maple yang sudah berguguran menutupi jalanan di sepanjang Kota Daqi, terlihat seolah-olah berlapiskan permadani kemerahan. Meskipun begitu, suasana romantis tidak terasa pada pagi itu; hanya ada kesunyian yang menyelimuti.Ada sekelompok tentara tampak berlari dengan langkah berirama, suara langkah mereka terdengar mantap di tengah kesunyian pagi. Mereka mengejar pemimpin mereka yang duduk di atas seekor kuda perang yang terlihat gagah perkasa, bulu kudanya yang basah berkilauan diterpa cahaya redup.Bunyi derap kaki kuda dan dua lusin sepatu tentara yang menghantam tanah terdengar seperti gelombang di pagi gelap saat matahari belum nampak di ufuk timur. Setiap langkah mereka menggema, menciptakan irama yang mengiringi perjalanan mereka menuju gerbang

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-10
  • Warisan Artefak Kuno   Sekte Makam Neraka – Bagian Dua.

    Malam saat bulan purnama di awal musim gugur.Sekte Makam Keramat terletak di sudut tersembunyi dalam sebuah hutan misterius, di Kekaisaran Yue Chuan, tidak terlalu jauh dari ibu kota. Tempat ini memiliki aura misterius yang jarang ditemui, membuatnya seakan-akan tersembunyi dari pandangan dunia luar.Di Hutan Xiang yang angker, pemandangan dipenuhi pohon ek raksasa berusia ratusan tahun. Batang-batangnya yang besar dan kokoh menjulang tinggi ke langit, daunnya lebat menciptakan kanopi hijau yang hampir tidak pernah ditembus oleh sinar matahari. Ketika angin malam berhembus, suara dedaunan yang berderak dan ranting-ranting yang bergesekan terasa menambah suasana misterius dan menyeramkan.Ada sebuah pemakaman keramat yang juga berusia ratusan tahun di Hutan Xiang ini.Saking tua dan kuno, banyak orang enggan melewati Hutan Xiang jika ingin pergi ke kota lain di sekitar ibu kota. Pemakaman ini dikelilingi oleh cerita-cerita horor dan legenda, menambah kehati-hatian para pelintas jalan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-12

Bab terbaru

  • Warisan Artefak Kuno   Jade Maiden Swordplay.

    Biarawati Fear, meskipun berlari dengan kecepatan luar biasa untuk menghindari tiga tentara Kekaisaran Podura, tetap mendengar setiap pelecehan verbal yang mereka lontarkan.Awalnya, ia berusaha mengabaikan ocehan kasar mereka, memilih untuk fokus pada pelariannya.Namun, saat hinaan itu berubah menjadi ancaman yang lebih kotor dan mengarah pada pelecehan, amarahnya mulai membara.“Meski aku harus mati, aku tidak akan membiarkan mereka menodai kehormatanku,” desisnya, penuh kemarahan. Mata tajamnya menyiratkan tekad yang tidak tergoyahkan.“Jika ini akhir hidupku, biarlah aku memilih mati terhormat daripada hidup terhina.”Tanpa ragu, Biarawati Fear menghentikan langkahnya.Tubuhnya berdiri tegak di tengah gurun yang sunyi, hanya berjarak setengah li dari para pengejarnya. Angin malam menerpa wajahnya, seakan menyaksikan keputusan besar yang baru saja diambilnya.Kocokan kuda di tangannya digenggam erat. Pandangannya berubah dingin, seolah seluruh emosi telah ia kubur.“Jade Maiden Sw

  • Warisan Artefak Kuno   Malam Yang Indah Di Gurun Gobi.

    Sosok Rong Guo melesat membelah cakrawala, menembus batas antara Dataran Besar Tengah dan wilayah Selatan.Langit dini hari yang gelap mulai memudar, menyisakan semburat pucat cahaya rembulan di cakrawala. Di bawahnya, Gurun Gobi terbentang luas, dingin dan sunyi.Udara yang menggigit tulang akibat suhu ekstrem tidak memengaruhi seorang abadi seperti dirinya. Angin malam hanya sekadar hembusan yang lewat, sementara rambutnya berkibar liar tanpa mengurangi kewibawaan sosoknya sebagai abadi.“Ah... pesta para kultivator aliran sesat puluhan tahun lalu,” pikir Rong Guo, matanya menatap pasir yang berkilauan memantulkan cahaya rembulan. Ingatan itu menyelinap masuk, membawa senyum kecil di wajahnya yang biasa dingin.Teringat saat itu, ia masih muda, polos, dan dipenuhi rasa percaya diri yang meluap-luap.Ia mengingat dengan jelas saat memenangkan taruhan melawan Raja Kelelawar Hitam. Namun, kemenangan itu menjadi bencana ketika mereka diserang oleh sekte-sekte aliran putih.Dulu, peristi

  • Warisan Artefak Kuno   Langit Membara Di Ckrawala Kota Tianzhou – Part II.

    “Kalian, orang-orang dari Benua Podura, sungguh tak tahu malu!" teriak Nyonya Yinfeng, membuka percakapan dengan suara tajam yang penuh kemarahan dan nada mencela.“Sudah bertahun-tahun kalian berusaha menghancurkan Benua Longhai, tetapi semua jagoan kalian selalu kalah. Hari ini, masih berani muncul dan menyerang kami? Benar-benar tak tahu diri!" Ia melanjutkan dengan nada menyindir, menekankan setiap kata.Nyonya Yinfeng sengaja memprovokasi mereka. Suaranya membelah deru angin yang berhembus di cakrawala, membuatnya tampak seperti dewi yang perkasa.Meski terlihat percaya diri, ada kekhawatiran dalam tatapannya. Matanya tak pernah lepas dari tiga kapal roh besar yang mengambang di atas Kota Tianzhou. Ia tahu, musuh yang mereka hadapi kali ini mungkin jauh lebih berbahaya.“Berapa banyak ahli tingkat Kaishi yang tersembunyi di kapal-kapal itu?" bisiknya dalam transmisi suara kepada dua rekannya.Pangeran Mahkota Xue Yan melirik sekilas, ekspresinya tetap tenang meski pikirannya berg

  • Warisan Artefak Kuno   Langit Membara Di Cakrawala Kota Tianzhou.

    Sosok pria berzirah merah itu ternyata seorang pengendali api. Ia mengangkat tangannya, dan dari telapak tangannya terpancar gulungan api yang menjalar ke tanah. Api itu awalnya hanya seukuran kerbau besar, tetapi dalam hitungan detik, nyalanya membesar, merayap seperti ular liar yang haus akan kehancuran.Ekspresi horor segera terpancar di wajah semua orang. Mereka berhamburan, mencari celah untuk menyelamatkan diri dari bencana yang seolah tak terhindarkan.DUAR!Ledakan keras mengguncang udara, memekakkan telinga. Sumber ledakan itu berasal dari arah Akademi Linchuan.Semua orang yang melihatnya tersentak, tubuh mereka membeku sesaat sebelum pikiran panik mengambil alih. Tak terkecuali dua siswa Akademi Linchuan—Yin Zheng dan Hu Chen."Celaka! Akademi Linchuan menjadi sasaran!" teriak Yin Zheng dengan wajah penuh kepanikan. Tubuhnya sedikit gemetar, dan matanya menatap cakrawala yang dipenuhi asap dan cahaya jingga dari api."Barang-barangku masih di akademi!" seru Hu Chen, suarany

  • Warisan Artefak Kuno   Pria Zirah Merah

    Pagi itu, di bawah sinar matahari yang merayap pelan di langit biru, Yin Zheng dan Hu Chin, dua murid terampil dari Akademi Lin Chuan, melangkah mantap menuju aula musik.Seragam akademi yang mereka kenakan terbuat dari kain halus berwarna putih. Pakaian itu sedikit longgar, dengan sabuk sutra melingkar di pinggang, menampilkan lekuk ramping tubuh mereka.Ikat kepala satin putih melingkari kepala mereka, menambah kesan rapi dan elegan, selaras dengan status mereka sebagai murid akademi bela diri yang terkemuka, tempat yang mendidik pemuda dengan pengetahuan dan melatih kekuatan untuk menjadi abadi.Percakapan pun dimulai.“Dengar-dengar, Pangeran Xue Yuan akan mundur dari kepemimpinan akademi,” kata Yin Zheng dengan suara datar, namun sorot matanya penuh penyesalan. “Ini tentu sangat disayangkan.”Langkah mereka ringan, berkat Qinggong yang luar biasa, seolah-olah tubuh mereka melayang di atas rerumputan hijau. Keheningan pagi itu terasa tenang, hanya desiran angin lembut yang menyapu

  • Warisan Artefak Kuno   Tanda-tanda Di Langit

    Kita kembali ke beberapa waktu lalu untuk memperjelas kisah ini.Di Istana Kekaisaran Tian Yun, Pangeran Mahkota Xue Yuan berdiri di balkon yang menjulang tinggi. Dari situ, ia bisa melihat seluruh Kota Tianzhou yang megah, dipenuhi oleh kehidupan yang berdenyut.Di bawah sinar matahari pagi yang hangat, pikirannya melayang jauh, meresapi nasib yang menantinya.Tak jauh dari istana, Akademi Linchuan berdiri megah, terkenal karena pelatihan bela diri dan seni kekaisarannya. Seperti biasa, akademi itu dipenuhi aktivitas. Ratusan murid memenuhi lapangan latihan, suara keras pukulan, "thump" yang kuat saat kaki mereka menghantam tanah dan "swoosh" saat tangan mereka bergerak, menggema di udara.Seorang instruktur berteriak tegas, "Ayo, fokus! Jangan biarkan gerakanmu kehilangan ketepatan!" Sementara itu, ia dengan cermat mengoreksi posisi siswa yang menekuni seni bela diri tangan kosong.Di sisi lain akademi, siswa-siswa berbaju jubah putih panjang bergerak dengan anggun dan percaya diri

  • Warisan Artefak Kuno   Petunjuk – Part II

    Mereka berjalan menuju reruntuhan besar yang membentuk celah seperti gua. Di dalamnya, seorang pemuda duduk bersandar pada dinding yang retak.Pakaiannya, seragam Akademi Linchuan, telah koyak-koyak, memperlihatkan luka-luka di tubuhnya. Wajahnya tampak pucat, garis matanya membiru, dan dari napasnya yang berat, jelas ia mengalami luka dalam yang parah.Rong Guo hanya perlu satu kali pandang untuk memahami keadaan pemuda itu.Ia maju tanpa banyak bicara, berlutut di depannya, lalu meraih tangannya dengan lembut. Rong Guo memejamkan mata, menyalurkan energi Qi Abadi ke tubuh pemuda itu.Efeknya luar biasa.Warna kulit pemuda itu perlahan kembali normal, napasnya menjadi lebih stabil. Mata yang sebelumnya redup kini memancarkan semangat baru. Luka-luka dalam di tubuhnya tampak mulai menghilang, seolah tubuhnya sedang diremajakan dari dalam.Pemuda itu membuka matanya perlahan, tatapannya bertemu dengan Rong Guo.Awalnya terdapat kebingungan, tetapi itu segera berubah menjadi kekaguman.

  • Warisan Artefak Kuno   Petunjuk – Part I

    Ketika kabut dan asap mulai memudar, Rong Guo berdiri di tengah puing-puing Kota Tianzhou.Kegelisahan dan kemarahan menggelora di dalam hatinya, sementara keadaan di hadapannya semakin jelas.Reruntuhan bangunan yang hangus terbakar membentang sejauh mata memandang, dihiasi oleh mayat-mayat yang bergelimpangan—sebagian besar sudah membeku dalam keheningan tragis yang menyayat hati.Namun, di antara kehancuran itu, terlihat beberapa sosok yang masih hidup. Mereka keluar dari persembunyian, berpakaian compang-camping dan wajah penuh debu serta kesedihan.Sebagian besar bersembunyi di balik reruntuhan, berharap menghindari musuh yang mungkin kembali untuk membantai siapa saja yang mereka temukan.“Api sudah padam... sungguh, kami patut bersyukur...” ujar seorang lelaki tua dengan suara gemetar, seolah berusaha meyakinkan diri sendiri.“Langit belum ingin aku tewas,” gumam seorang yang lain, suaranya pelan namun dipenuhi kelegaan dan rasa syukur yang samar.Suasana perlahan berubah.Dari

  • Warisan Artefak Kuno   Apa Yang Terjadi Di Kota Tianzhou – Part II

    Jarak antara Wilayah Selatan dan dataran luas di tengah benua sangatlah jauh. Biasanya, perjalanan menuju ke sana memerlukan waktu sekitar seminggu jika menggunakan alat transportasi spiritual seperti kapal roh atau perahu roh.Namun, jika harus mengandalkan kendaraan darat, seperti berkuda atau kereta kuda, perjalanan bisa memakan waktu lebih lama—biasanya lebih dari satu minggu, bahkan bisa mencapai dua minggu penuh.Tetapi, bagi seorang ahli tingkat puncak—Abadi seperti Rong Guo—perjalanan jauh semacam itu bukanlah hal yang menghambat.Dalam sekejap mata, ia mampu menempuh jarak yang jauh hanya dalam beberapa jam.Saat Rong Guo melesat melalui cakrawala, tubuhnya tampak seakan melesat seperti meteor yang membelah langit malam, bergerak begitu cepat dari Selatan menuju dataran tengah benua, seolah-olah waktu dan ruang tak mampu membatasi pergerakannya.Namun, saat ia mulai menyadari bahwa Dataran Tengah sudah semakin dekat, perasaan tidak enak mulai mengusik hatinya. Sesuatu yang ta

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status