Zain mengantarkan Syifa pulang kekediamannya. Ia tidak ikut masuk kedalam rumah karena sudah terlalu larut.
"Selamat malam, Honey. Mimpikan aku dalam tidurmu."
"Your wish."
"Honey!"
"Ada apa?" Syifa yang akan membuka pintu rumah berbalik menatap wajah rupawan Zain.
"Maafkan perkataan Mama, dia hanya belum mengenalmu. Kalau ia bisa lebih dekat denganmu. Aku yakin dia akan menyukaimu."
"Kau tidak perlu menghawarirkanku. Mamamu hanya ingin yang terbaik untukmu, dan mungkin ia tidak melihat itu pada diriku." Nada suara Syifa melemah. Ia sangat sedih dengan ucapan Ratih yang masih tetekam diotaknya.
"Kenapa kamu berbicara begitu, Honey. Kamu yang terbaik bagiku." Zain memeluk Syifa erat-erat. Ia tidak ingin membuat Syifa merasa rendah diri. Syifa tidak bisa menahan air matanya yang menetes tanpa ia minta. Zain menghapus air mata Syifa dengan jari-jarinya yang kokoh.
"Pulanglah Zain. Aku sangat lelah hari ini dan
"Fa, Bagaimana menurutmu tas ini? Cantik tidak?" Erliana memperlihatkan tas yang ia beli kepada Syifa namun Syifa diam saja. Ia melamunkan apa yang baru saja terjadi."FA. Kamu kenapa sih? Ditanya malah diam saja.""Kamu tadi tanya apa Er?" Kata Syifa tersadar dari lamunannya." Tuh, kan kamu dari tadi melamun terus. Ada apa sih. Cerita dong sama aku?""Nggak ada apa-apa kok Er. Cuma masalah kecil." Jawab Syifa.Erliana terlihat tidak puas dengan jawaban Syifa. Ia merasa ada sesuatu yang ia sembunyikan. Mungkin Syifa belum ingin bercerita apa masalahnya. Erliana hanya berharap Syifa memang baik-baik saja."Baiklah. Kita pulang sekarang.""Oke."Hari semakin senja. Tampak banyak kendaraan yang berlalu lalang di jalanan ibu kota yang padat. Erliana mengantar Syifa kerumahnya. Ia melambaikan tangannya sebagai salam perpisahan mereka.Syifa baru saja menyelesaikan ritual mandinya. Ia mengganti pakainnya dengan pakaian
Para karyawan terheran melihat keadaan Zain yang sedang berlari dengan kemeja basah tanpa dikancingkan. Ia tidak peduli dengan pandangan karyawan terhadapnya saat ini, yang ada dalam fikirannya hanyalah Syifa. Ditempat parkir yang luas, Zain meraih tangan halus Syifa dan mendekapnya. Syifa merasakan hentakan yang kuat dari tangan Zain saat ia membalikkan tubuhnya. Rasa hangat dari tubuh mereka yang bersentuhan membuat hati mereka berdesir. Nafas Zain yang memburu menyapu pipi kanan Syifa. "Honey. Apa yang kamu lihat tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku dan Kinan tidak ada hubungan apa-apa. Apa yang kamu lihat tadi adalah kecelakaan. Kumohon percayalah padaku." Syifa mendorong tubuh Zain dengan kuat tetapi kekuatannya tidak seberapa dibanding dengan kegagahan lelaki yang mendekap tubuhnya. "Kau pikir aku bodoh. Apakah itu yang selalu kau lakukan dibelakangku, Zain? Kupikir kamu sungguh mencintaiku tetapi ternyata selama ini aku salah
Azka mengantar Syifa sampai rumahnya. Ia menelungkupkan jasnya diatas tangannya yang menutupi rambut panjang Syifa. Melindunginya dari derasnya hujan. Saat ia menurunkan Jas hitamnya. Tatapan mata mereka bertemu, ada sesuatu yang aneh dalam hati Azka. Momen yang sangat ia rindukan sejak lama. Berada didekat Syifa dan menatap mata indahnya. Hangatnya kopi dengan aroma khas gula aren menemani malam mereka. Hanna meminta Azka untuk makan bersama. Indahnya rembulan dimalam hari seperti cahaya direlung hatinya. Azka selalu ingin berada disamping Syifa dan menjadi pelindungnya. Perbincangan mereka berlangsung hingga larut. Luka dihati Syifa sedikit terobati dengan kehadiran Azka yang menghiburnya. Menceritakan hal-hal konyol yang mereka lalui bersama saat masih dibangku sekolah. Azka pulang dengan diantar kedua wanita ibu dan anak yang melambaikan tangannya dengan senyum disudut bibirnya. Harum parfum bunga sakura memenuhi ruangan pijat VIP. Seorang pelanggan w
Seminggu telah berlalu, setiap hari Zain tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Didalam pikirannya hanya ada Syifa dan Syifa. Banyak pegawai yang mengeluhkan perilaku Zain akhir-akhir ini yang sering marah walaupun mereka tidak melakukan kesalahan. "Laporan macam apa ini. Saya sudah bilang bahwa kamu harus menelitinya dengan seksama terlebih dulu sebelum menyodorkannya padaku. Saya tidak mau ada kesalahan sedikitpun. Perbaiki laporannya dan harus selesai sebelum makan siang!" Titah Zain pada bawahannya. Ia melemparkan beberapa berkas ke sembarang arah. "Baik, Tuan Muda. Akan segera saya perbaiki. Saya permisi dulu." Sherly mengambil berkas yang sudah ia kerjakan dengan susah payah. Ia meninggalkan ruangan Raka sambil menggerutu. "Enak banget sih jadi Bos. Kerjaannya hanya marah-marah melulu." Ia menghela nafas panjangnya. "Eh Syerli, kamu dimarahi bos ya. Sama nih. Aku juga padahal aku tadi hanya terlamat lima detik ke kantor. Kayaknya B
Mobil Lamborghini Aventador SVJ melaju dengan cepat meninggalkan kota jakarta. Zain sudah memantapkan diri untuk pergi sementara waktu dari hiruk pikuk kota metropolitan itu. Meninggalkan kepahitan atas kisah asmaranya dan memulai melakukan aktivitas yang berbeda dari biasanya untuk menenangkan batinnya. Hampir sekitar tiga jam berlalu dan ia sudah berada di depan sebuah rumah minimalis dua tingkat dengan gaya shabby. Terdapat sebuah kayu mungil bertuliskan kaligrafi arab dengan bacaan assalamu'alaikun di depan pintu berwarna putih itu. Seorang pria tampan berwajah oval dengan sedikit jenggot di janggutnya membukakan pintu rumah yang masih tertutup. "Zain, bagaimana kabar sohibku yang paling gagah dan tajir ini? Lama sekali kita tidak bertemu dan sekarang antum terlihat semakin sukses saja. Semoga Tuhan memberikan rahmatnya padamu." Ucap Husain dengan gaya khas agamisnya. "Amin. Terimakasih atas do'amu. Aku sedang banyak pikiran akhir-akhir ini. Jadi aku kesi
Sudah satu bulan Syifa tidak bekerja ditempat Azka. Ia tidak bisa melupakan Zain. Rasa cinta dan sakit hati bercampur menjadi satu. Selera makannya buruk dan membuat berat badannya menurun drastis. Erliana dan Raka sering mengajaknya pergi mencari udara segar namun ia selalu menolaknya. Hanna menyarankan Syifa untuk bekerja di perusahaannya. Ia sangat prihatin dengan keadaan putrinya. Keceriaannya berganti dengan diam. Berbagai cara Hanna lakukan untuk membuat Syifa melupakan Zain. Mengajaknya olahraga lari kecil dipagi hari. Mengajarinya memasak berbagai macam makanan olahan rumah serta pergi untuk melihat perusahaan percetakan. Baju kerja yang rapi berwarna cerah dan rok sepanjang lutut dikenakan Syifa untuk mulai bekerja diperusahaan ibunya. Sepatu hak tinggi dengan pita kecil berwarna putih menambah keanggunan pemiliknya. Hanna mengenalkan Syifa kepada para karyawannya. Hanna meminta Syifa untuk menjadi manager accounting tetapi Syifa tidak bisa menerimanya
Zain merangkul pinggang Syifa hingga tidak aja jarak diantara keduanya. Syifa menatap Mata tajam Zain. Keduanya terhanyut dalam kerinduan. Kedua bibir mereka bertautan. Syifa tidak menyadari sejak kapan Zain menciumnya. Kelembutan itu membuat Syifa pasrah dan menikmatinya. Saat ia memejamkan matanya. Ia mengingat kata kata Kinan tentang apa yang telah dilakukan Zain padanya. Hal itu membuatnya sangat marah dan menggigit bibir bawah Zain hingga ia melepaskan ciumannya.'PLAK'Tamparan keras mendarat di pipi pria tampan itu. Zain meringis walaupun rasanya tidak terlalu sakit. Ia mencoba menenangkan dirinya."Apakah seperti ini caramu memperlakukan wanita?" Ucap Syifa dengan segala kekesalannya."Lalu apa bedanya denganmu. Baru satu bulan kita tidak bertemu dan kamu sudah menggoda laki-laki lain." Timpal Zain."Kau sendiri yang membuatku menjauhimu. Kau mengirim pesan singkat padaku untuk menemuimu di kantormu. Tetapi apa yang kulihat adal
Ratih sangat mengenal anaknya. Zain memiliki prinsip yang kuat. Ia juga memiliki koneksi yang luas dari bisnisnya, ia pasti bisa hidup dengan baik walaupun tanpa nama besar Sanjaya. Ia juga memiliki beberapa apartemen dan tabungan atas namanya sendiri. Ratih tidak menginginkan anak semata wayangnya pergi dari sisinya. Haruskah ia berpura-pura merestui hubungannya dengan Syifa ataukah membiarkannya pergi agar ia tahu bagaimana rasanya hidup tanpa nama besar Sanjaya. Kebimbangan Ratih membuatnya sulit untuk berpikir jernih. Beberapa pakaian telah dimasukkan Zain ke koper besarnya. Tekatnya sudah bulat. Apapun resikonya, ia akan menanggungnya. Ia menyeret kopernya ke lantai bawah hingga ke ruang tamu. Ratih menahan langkah Zain. Ia menghampirinya dengan air mata palsunya. "Sayang, Mama minfa maaf, Mama tahu Mama salah. Mama hanya ingin yang terbaik untukmu, Nak. Kalau Syifa bisa membuatmu bahagia. Mama akan merestui hubungan kalian." Ucap Ratih. Pa