Share

Experience

Hubunganku dengan Ressa agak sedikit dipaksakan. Aku tidak tahu apa karena aku merasa terlanjur sayang  dia atau hanya sekedar ingin melupakan Bima dan bisa saja karena terlanjur ingin merasakan pacaran yang sebenarnya. Saat itu tidak ada alasan yang paling menonjol.

Aku semakin sering berhubungan dengan Ressa melalui sms dan membuat rasaku semakin kuat. Pernah suatu waktu Ressa tidak menghubungiku selama seminggu. Rasa kangenku memuncak saat itu dan aku sadar kalau aku mulai menyayangi Ressa.

Aku menipu Ressa untuk tahu perasaannya terhadapku seperti apa. Aku mengirim sms ke nomor Ressa dengan nomor baru yang sengaja aku beli, sama seperti ketika aku menghubungi Bima dulu.

Sepertinya sudah menjadi kebiasaan buruk saat aku berpura-pura sebagai orang lain disitu, itu hal yang paling memalukan yang pernah aku lakukan untuk mendapatkan seseorang. Aku sms dia dan mengaku sebagai mantanku. Jam istirahat sekolah waktu yang tepat untuk mengirim sms karena aku tahu pada waku itu Ressa kuliah sore.

Aku 09.11  :" Kamu Ressa ya? Cowok yang lagi dekat sama Tria?" Tanpa berpikir panjang aku mulai mengetik dengan kata-kata licik yang bersumber dari otakku sendiri.

Ressa 09.20  : " Iya, ini siapa?" Hatiku sedikit merasa senang karena ada respon dari Ressa. Dan pesan-pesan selanjutnya tidak terlalu sulit aku karang.

Aku 09.23  :" Kamu jangan coba-coba deketin dia kalau hanya untuk nyakitin, hubungan kamu sama dia belum pasti, jadi aku harap jangan macem-macem."

Ressa 09.26  :" Heh, kamu juga bukan siapa-siapanya, gak berhak ngatur hidup dia ataupun ngatur apa yang harus aku lakukan. Lagian kalau kamu mau dia aman kenapa gak kamu aja yang jagain dia"

Untuk pertama kalinya Ressa pakai Kamu-Aku di sms, seketika aku mulai sadar apa yang sedang kulakukan itu memalukan dan harus aku akhiri. Aku kirim sms terakhir ke Ressa.

Aku  09.56  :" Aku nunggu waktu yang tepat." Entah apa yang terpikir di otakku saat mengirim sms ini, mungkin ingin sekedar memancing Ressa

Ressa 10.00  : " Sama" Balasnya

Setelah mendapat sms balasan dari Ressa, aku membuang kartuku, aku sudah tidak peduli mau bagaimana perasaan Ressa terhadapku. Sudah melakukan hal seperti tadi cukup membuatku terlihat licik. Untuk mendapatkan seseorang dan mengatur semuanya berjalan baik membuatku melakukan segala hal. Mungkin ini efek terlalu banyak menonton drama yang selalu berjalan mulus. Aku pasrah apa yang akan terjadi berikutnya dengan hubunganku bersama Ressa.

Selanjutnya aku smsan seperti biasa. Ressa tidak pernah membahas sekalipun tentang sms tadi pagi. Kita mengganggap itu tidak pernah ada sampai seminggu kemudian ada sms masuk saat aku bersiap-siap untuk tidur.

Ressa 21.01 : " De, sebenarnya mas gak mau terus kayak gini."

Aku  21.05 : " Maksudnya?" Sebetulnya aku paham apa yang dia maksud, sebagai orang yang sering berkhayal dan mengatur skenario jalan hidupku sendiri itu membuatku sedikit banyak bisa membaca jalan pikiran orang lain.

Ressa 21.08 : " Mas senang bisa merasakan punya ade kayak kamu, karena sebagai anak tunggal mas gak tahu rasanya punya ade." Kakak-adean itu hubungan yang klise terjadi sebelum pacaran, sering terjadi pada anak seumuranku.

Aku 21.10 : " Ya makasih, kenapa tiba-tiba bilang gitu?" Dengan cuek aku masih berlatidak bodoh membalas sms Ressa, berlagak seperti itu biar gak ketahuan tentang apa yang sudah aku lakukan sebelumnya.

Ressa 21.18 : " Awal kuliah mas pernah pacaran, namanya Hani. Tapi mas kayak patung di depan dia, hanya dimanfaatin untuk nganterin belanja, bayarin nongkrong dan suka dicuekin kalau dia lagi bareng-bareng sama temannya." Ressa menghela nafas.

Aku  21.20 : " Oya? Kok tega banget sih?" Tidak aneh sebenarnya kalau Ressa yang serius diperlakukan seperti itu. Kalau tidak betul-betul orang yang cocok, bersama Ressa sangat membosankan karena yang dibahasnya selalu tentang belajar dan masa depan.

Ressa 21.28 : " Itu kejadiannya sudah hampir setahun, waktu mas awal kuliah. Makanya mas agak males pacaran. Mas hanya merasa kalau semua perempuan itu hanya manfaatin doang, lebih nyaman sama teman-teman dan teman juga tidak semuanya baik. Kadang mereka datang saat ada butuhnya doang." Agak sedikit tersinggung aku membaca sms yang ini tapi aku sengaja tidak membalas karena aku merasa Ressa sedang butuh share, bukan dinasihati atau diskusi.

Ressa 21.30 : "Mas komitmen sama diri sendiri tidak akan pacaran dulu sampai lulus kuliah, tapi namanya juga manusia kadang ingkar sama komitmennya sendiri." Aku tidak merespon, sedikit was-was mendengar pernyataannya itu. Kemungkinan Ressa akan menjadi pacarku semakin mengecil.

Ressa 21.35 : "Kamu mau jadi cewek mas? Sorry kalau pertanyaan mas ini akan merusak hubungan yang sudah ada, apapun jawaban kamu, mas berharap kita akan seperti biasanya."

Binggo, bener kan apa yang aku maksud? Meskipun bisa ditebak, tetap aja sedikit kaget.

Aku  22.00 : " Yes, I want. Love you, good night." Tidak berpikir panjang lagi langsung aku menerima, lah emang ini kok yang aku mau.

….

Minggu pagi aku dibangunkan oleh dua sms masuk yang salah satunya berasal dari nomor tanpa nama tapi aku hafal betul nomor siapa itu.

Ressa 06.21 : " Morning and Happy Sunday darling, im sorry I can't hangout with you in this weekend. Have a nice day :*"

0857234----- : " Rasa dan obsesi berbeda tipis, obsesi hanya sebuah keinginan yang akan hilang ketika tercapai. Rasa akan datang karena kenyamanan. Kenali saja rasa saat ini berasal darimana."

Tak ada satupun yang aku balas, berkali-kali Ressa mengirim sms sepanjang hari tapi yang ada di benakku hanya pengirim sms terakhir, Bima. Sms Ressa lebih dari romantis tapi hambar. Mungkin ini yang dibilang obsesi yang dimaksud sms Bima tadi, atau mungkin secara tidak langsung dia menginginkanku sadar kalau perasaanku untuk dia hanya obsesi. Aku hanya berusaha meyakini kemungkinan yang kedua.

Ressa dan Bima sejenis namun tak sama. Bagaimana bisa aku menginginkan keduanya sedangkan aku tak mengenal tentang apapun mengenai mereka? Aku selalu menganggap mereka indah karena belum menyelam lebih dalam. Keinginanku untuk menyelami mereka lebih kuat dibanding ketakutanku untuk tenggelam. Biarlah tenggelam ketika aku sudah puas merasakan kerasnya karang dan dalamnya lautan dalam. Matiku pun tak akan penasaran karena aku telah puas merasakan dahsyatnya buatan Tuhan. Begitulah kira-kira rasaku. Puitis

Aku berusaha menekan dalam-dalam rasaku untuk Bima, meskipun sering muncul saat ada hal yang mengingatkanku akan kekonyolannya. Hubunganku dengan Ressa berjalan masih sebatas sms dan telepon, aku anggap itu wajar, sewajar usahaku yang masih berusaha menguatkan rasa untuknya. Dan akhirnya bisa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status