Share

BAB 5

"Van, kamu sudah pulang?." tanya Rara yang terbangun karena merasa ingin buang air kecil.

Dilihatnya laki-laki itu sedang duduk ditepian sofa, tepat disampingnya.

"Iyah, aku baru aja datang. Kamu udah makan?." tanya Revan lembut sambil merapikan anak rambut Rara yang jatuh dipipinya. Rara tersipu, wanita itu masih belum terbiasa dengan sikap suaminya yang manis.

"Aku tadi makan kue yang kita beli. Kamu udah makan?." ganti Rara bertanya. Revan menggeleng.

"Aku juga belum." jawab Revan.

"Gimana kalo kita makan diluar aja, ada tempat asik didekat sini buat pacaran." ajak Revan.

"Hmmm...boleh juga." kata Rara setuju. Rara kemudian berganti pakaian sementara Revan menyegarkan dirinya dengan mandi.

Revan membawa Rara ke sebuah cafe yang sedang kekinian di kota Bandung. Cafe itu terletak ditempat yang strategis membuatnya mudah dijangkau.

Cafe itu buka dari siang hingga tengah malam, dan semakin ramai dengan pengunjung dimalam hari.

Saat Revan dan Rara datang, sudah banyak antrian disana, namun karena pemilik Cafe itu adalah teman Revan, maka dia selalu mendapatkan tempat khusus.

"Kok, kita gak pakai ngantri, Van?." tanya Rara sambil duduk dikursi yang ditarik Revan untuknya.

"Cafe ini punya temanku." jawab Revan sambil sambil duduk dikursinya sendiri.

Tak lama, pelayan pun datang dan segera memberinya menu. Pelayan itu cukup mengenal Revan, karena dia beberapa kali mengajak teman kencannya makan di cafe itu.

"Menu yang biasa, pak Revan?." tanya pelayan itu membuat Revan sedikit terbatuk. Revan segera memberi kode pada pelayan itu untuk diam.

"Sayang, kamu mau makan apa?." tanya Revan pada Rara yang ada didepannya.

Rara membuka-buka menu cafe itu, makanan yang ditawarkan sepertinya enak dan cukup variatif.

"Aku mau sup buntut aja, Van. Pingin yang anget-anget." kata Rara. Revan mengangguk.

"Sup buntut 2, jus jeruk dua." kata Revan pada pelayan yang sudah mengenalnya itu.

"Baik, Pak." kata pelayan sambil mencatat, dia kemudian pamit.

"Cafenya bagus, Van. Apa perusahaan kamu yang bangun?." tanya Rara, dia tahu perusahaan Revan bergerak di bidang konstruksi dan pertambangan.

"Iya, setahun tahun lalu." kata Revan sambil memegang tangan Rara.

Rara mengernyitkan keningnya. Itu artinya Revan pernah ke Bandung.

"Berarti kamu pernah ke Bandung dong? Kok gak kasih kabar kita?." tanya Rara penuh selidik.

Revan tersenyum sambil memainkan jemari Rara.

"Sebenarnya ini proyek kecil, staffku yang mengerjakan, tapi karena lokasinya di Bandung, aku ikut mengerjakan." cerita Revan.

"Karena aku pingin ketemu kamu...tapi..."

Rara terdiam, menunggu kalimat Revan yang menggantung.

"Tapi apa?." tanya Rara ingin tahu. Wajahnya yang penasaran membuat Revan gemas.

"Tapi kamu ternyata sudah bertunangan." jawab Revan lugas.

"Memangnya kenapa kalau aku bertunangan?." tanya Rara polos.

Revan menatap Rara tak berkedip, ternyata Rara benar-benar tak merasa kalau Revan menyukainya sejak dulu.

"Kan kita bersahabat, Van. Bagus dong, harusnya kamu datang kasih selamat." cicit Rara tanpa perasaan. Untung saja sekarang Revan sudah menikahinya, dan memilikinya seutuhnya, kalau tidak mungkin Revan sudah gantung diri mendengar kepolosan Rara.

"Kamu bikin aku patah hati waktu itu, Ra!." jawab Revan gemas.

"Kok bisa?." tanya Rara spontan.

"Kan kita pisah sejak SD, Van. Gimana aku bikin kamu patah hati?." protes Rara.

Revan tertawa.

"Ya, karena aku sejak kecil sudah jatuh cinta sama kamu." jawab Revan santai.

"Kamu gak sadar aja, Ra. Dari kecil itu aku sudah sayang sama kamu." katanya lagi.

Rara mengerjap-ngerjapkan matanya, bagaimana bisa anak sd merasakan jatuh cinta.

"Kita kan masih sd, Van. Emang kamu gak ngerasa kalau itu cinta monyet." kata Rara heran.

"Ya, masalahnya aku bukan monyet, Ra." jawab Revan becanda. Rara mengerucutkan bibirnya mendengar jawaban asal Revan.

"Makanya kalau kamu dengar cerita kakek dan papaku kemarin, tentang aku yang selalu berkata akan menikahi kamu ketika kita sudah besar nanti, itu beneran, Ra." kata Revan serius.

"Dari dulu memang itu cita-citaku." lanjut Revan.

Hati Rara tiba-tiba menghangat, mendengar Revan memendam cintanya selama itu.

"Kamu sendiri, waktu aku tinggal pergi, nangis gak, Ra?." tanya Revan ingin tahu.

Rara tampak berpikir. Dia mengingat kembali masa kecilnya, lalu tersenyum.

"Nangis, Van...hehehee..." kata Rara malu.

"Beneran?." tanya Revan senang.

"Iya, soalnya Bastian ama Fina ajak aku lari ngejar mobil kamu sampai keluar kompleks, terus aku jatuh, kakiku berdarah, jadi aku nangis." kata Rara sambil meringis.

Revan menatap Rara tak percaya, baru saja dia terbang melayang, sekarang sudah jatuh lagi.

"Kirain nangisin aku, Ra." kata Revan pura-pura kesal.

"Eh, tapi aku juga sedih loh, Van." kata Rara tak terima.

"Biasa kamu jemput aku ke sekolah naik sepeda, kamu boncengin aku, tiba-tiba jadi sendiri." kenang Rara sedikit sedih.

Rara masih ingat dia merasakan sekali perbedaan setelah Revan pindah. Bastian selalu membonceng Fina, sedangkan Rara naik sepeda sendiri sejak Revan tak ada.

Rara jadi berpikir, apa karena itu dia jadi dekat dengan Nathan, karena merasa kehilangan sosok Revan. Waktu itu mereka masuk Smp, Rara kembali sekelas dengan Fina, sedangkan Bastian dikelas yang berbeda, dan Nathan satu kelas dengan Bastian. Bastian dan Nathan berteman dekat karena itu. Seiring berjalannya waktu, karena Bastian berteman dengan Nathan, maka Nathan pun jadi sering berkumpul dengan Rara dan Fina.

Nathan seolah menjadi pengganti Revan dikelompok mereka, bahkan sampai sma pun mereka tetap berteman.

Revan tersenyum mendapati jawaban Rara. Mendengar hal sesederhana itu saja, Revan sudah bahagia.

Makanan mereka akhirnya datang, Revan dan Rara segera melahapnya karena sudah sangat lapar.

"Gimana, enak, Ra?." tanya Revan ketika melihat Rara menghabiskan seporsi sup buntut dengan lahap.

Rara mengangguk sambil meminum jus jeruk kesukaannya. Revan ternyata masih ingat minuman favoritnya, sehingga tadi langsung memesannya tanpa bertanya.

"Kamu sekarang makan apa aja bisa ya, Ra. Dulu waktu kecil pemilih sekali." goda Revan.

Rara tertawa. Revan suka sekali melihatnya. Wajah cantiknya semakin bersinar jika sedang tertawa.

"Tunggu sampai kamu melihatku makan sate ayam, kamu akan kaget." kata Rara sambil cekikikan, Rara tak sadar sudah lama sekali dia tidak selepas hari ini. Dan itu semua karena Revan yang kini bersamanya.

"Oh ya, memangnya kenapa?." tanya Revan penasaran.

"Revann..."

Belum sempat Rara menjawab pertanyaan Revan, seorang wanita cantik dengan pakaian minim bahan datang ke meja mereka. Wanita itu tiba-tiba masuk dan mencium pipi Revan membuat mata Rara membola.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status