Silvya sedang mematut di depan cermin. Ia mengenakan atasan berbahan rajut warna cream dengan lengan 3/4 dipadu dengan celana panjang kulit berwarna hitam. Rambutnya diangkat keatas berbentuk cepolan kecil dengan anak-anak rambut yang menjuntai ke bawah mulai dari dahi sampai tengkuknya. Menimbulkan kesan seksi yang menggoda.
Silvya melirik jam tangannya, ini sudah pukul 6 malam. Ia masih sabar menunggu Jim datang. Setau Silvya, Jim bilang bahwa ia sudah memberitahukan bahwa ia akan off dalam urusan pekerjaannya selama 3 hari karena menikah. Tapi, selama dua hari ini, ia bahkan hanya menemani Silvya hanya beberapa menit saja. Lalu kemana waktu sisanya ia gunakan?
Silvya berjalan mondar mandir di kamarnya menunggu kabar dari Jim. Hatinya mulai resah ketika penunjuk menit sudah bergerak ke angka 9, ini artinya sudah 45 menit ia menunggu. Ah ya! Mungkin makan malam kan sebagian orang dimulai pada pukul tujuh. Silvya masih berusaha berpikir positi
'Bill? Kok Bill bisa tau nomorku? Apakah Jim yang memberitahu? Ah! Tapi untuk apa?' Dalam kebingungannya, Silvya langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas dan menghapus pesan Bill. Ia tidak ingin mendapat masalah dengan Jim jika sampai Jim tau Bill mengatakan hal yang tidak-tidak padanya."Let's go, Sayang!" Jim berdiri begitu melihat Silvya sudah turun dengan membawa kopernya."Aku panggil mama dan papa dulu," ucap Silvya.Dan setelah berpamitan, Jim membawa Silvya menuju apartemen yang memang ia beli untuk mereka tinggal. Sebuah apartemen premium kelas atas yang banyak dihuni oleh para expatriat. Memiliki private lift dan kode rahasia ketika kita ingin memasuki ruangan.Tapi ... sesuatu yang layak dikagumi, tidak direspon demikian oleh Silvya. Wajah Silvya terlihat datar dan biasa saja ketika melihat perabotan bermerk yang mahal. Sofa empuk berwarna krem pucat yang terletak di tengah ruangan dengan Smart TV beruk
WARNING ! Bab ini tidak diperuntukkan bagi usia di bawah umur ya!! Karena konten mengandung adegan dewasa 21++Dosa dan nafsu, silahkan tanggung sendiri! Jangan nyalahin siapa-siapa termasuk Silvya!****Pria itu tersenyum melihat Silvya tertidur pulas. Ia duduk dan meraba wajah Silvya yang terlihat cantik dan polos."I miss you so bad, Silvya! Why you didn't reply my message, hm?"Melihat Silvya tidak meresponnya, pria itu semakin tersenyum senang. Keliatannya Silvya benar-benar sudah lumpuh total. Dan jika semalam ia tidak mendapatkan kepuasan, kali ini ia memutuskan untuk bisa mendapatkannya."Let's have fun, Girl!" Pria itu mulai meraba tubuh Silvya.Ia melepas pakaiannya sendiri dan mulai menjarah tubuh Silvya penuh nafsu. Melakukan hubungan dengan wanita yang sedang pulas jelas tidak seasyik dengan wanita yang bisa membalas. Namun begitu, Bill tetap merasa senang. Bisa
Tubuh Bill kaku menanti reaksi Silvya selanjutnya. Mata Silvya yang berkedip-kedip membuat wajah Bill semakin tegang."Jim ..." Silvya kembali menyebut nama Jim sambil tangannya merapatkan selimut yang membalut tubuhnya.Kening Silvya tiba-tiba berkerut. Tangannya mengepal seperti merasakan sesuatu yang aneh.Melihat itu, Bill bergegas keluar dan secepatnya meninggalkan apartemen. Jim pun sudah pergi entah kemana. Entah semalam ia sudah pergi atau tidak, Bill tidak memperhatikannya.Mendengar suara pintu kamar dibuka dan ditutup membuat Silvya seketika terjaga. Silvya membuka matanya dan menatap ke arah jendela kamar yang sudah mulai terang oleh sinar matahari pagi."Ehm! Kenapa aku merasa sangat capek sekali?" Silvya bergumam tak mengerti.Ia menggerak-gerakkan lehernya dan ketika tangannya menyentuh tengkuknya sendiri, Silvya baru sadar bahwa tubuhnya sudah tanpa busan
Bill mengajak Silvya untuk makan di sebuah restaurant Italia. Design interior restaurant itu berbau classic modern. Kursi-kursi dari kayu yang diplitur mengkilat memperkuat kesan classic yang ditimbulkan. Tirai berwarna putih yang menghiasi seluruh jendela kaca juga menimbulkan kesan hangat dan mewah, membuat hati Silvya merasa tentram. Wajahnya yang tadi terlihat kusut berubah menjadi tenang.Bill menatap wanita yang berjalan di sisinya. Dalam hati ia merasa senang bahwa ternyata kemarahan Silvya hanya sampai di bibir saja. Wanita ini akan menurut ketika mendapatkan sebuah perintah tegas dengan sedikit argument yang masuk akal.Bill mengajak Silvya untuk duduk di sisi jendela. Wajah Silvya terlihat bersinar ketika sinar matahari memantul dari kain putih yang melapisi alas meja. Membuat Bill menatap Silvya tanpa berkedip. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan Silvya ke depannya? Perasaannya semakin hari semakin kuat. Dan semakin ia sering berhubungan
Mendengar jawaban Bill, Silvya menggelengkan kepalanya sambil memutar bola matanya."No! I mean, you are a man and you spend your time for nothing! Everyone works at this hour, but you?" Silvya berkata seperti menasehati seorang anak kecil."Well, you don't have to worry, Silvya! The money will come to me even when I'm sleep," tukas Bill dengan tenang.Dan ia tetap berlambat-lambat dalam menghabiskan makan paginya membuat Silvya semakin gemas."Bill! I don't have so much time waiting for you," ucap Silvya dengan gelisah."Okay. I'm done! So tell me, where you wanna go?" Bill menghabiskan Espresso Macchiato-nya."No, I don't want to trouble you, thanks for the breakfast, Bill. I'll be going home by my self," ucap Silvya sambil bangkit berdiri."No! No! No!" Bill dengan cepat mencegah Silvya."You should go home with me
"Non Silvya mau membawa saya kemana?" tanya Rey."Ke rumah sakit, Pak. Bapak harus periksa siapa tau ada yang bermasalah dengan tulangnya," sahut Silvya."Tapi, saya tidak punya uang, Non. Saya boleh pinjam dulu uangnya, nanti saya bayar saat saya mengambil motor saya. Dan tolong jangan memanggil saya dengan sebutan bapak. Saya rasa usia kita sama." Pria itu berkata sambil tersenyum."Oh, jadi saya harus panggil apa?""Mas boleh, Rey juga boleh."Silvya terdiam. Ah kedua sebutan itu membuatnya tidak nyaman. Jadi dia lebih memilih untuk tidak memanggil saja.Silvya mengantar Rey ke rumah sakit terdekat. Di sana Rey diperiksa dan hasilnya menunjukkan bahwa Rey tidak mengalami cedera serius."Bapak bisa rawat jalan, untuk luka ringannya, kami akan memberi obat." Dokter memberi resep kepada Rey dan Silvya memutuskan untuk menebusnya."Makasi, Non
"Malam ini aku sudah lelah, Sayang. Bukankah semalam kamu sudah puas? Hm?" Suara Jim terdengar berat.Silvya membalikkan badannya dan menatap Jim yang memejamkan mata. Terlihat sekali bahwa Jim ingin tidur dan tidak ingin diganggu.Silvya memberanikan menggores rahang Jim dengan telunjuknya. Malam ini ia benar-benar ingin melakukan hal itu bersama dengan Jim dan ia tidak tau bagaimana caranya membuat Jim bersedia. Silvya mendekatkan bibirnya hendak mencium Jim ..."Sayang, please, jangan ganggu! Aku sudah sangat mengantuk!" Jim membalikkan badannya membelakangi Silvya.Dan itu membuat Silvya merasa terhempas ke dasar jurang. Hatinya mengalami penolakan tegas untuk yang pertama kalinya. Seketika ia merasa tubuhnya kaku dan ia merasa sangat malu. Apakah Jim tidak suka dengan wanita yang sedikit agresif? Apakah ia salah jika berinisiatif untuk mencium suaminya terlebih dahulu?Silvya berusaha men
Silvya hendak memesan taxi online ketika ponselnya berdering. Muncul sebuah nomor yang tidak ia kenal di sana."Halo?""Halo? Apakah benar ini dengan Nona Silvya?" tanya seorang pria di seberang sana."Oh, ya benar. Dengan saya sendiri. Ada apa ya?" Silvya mengerutkan keningnya."Saya Rey, apakah masih ingat?""Oh! Mas Rey yang kecelakaan itu?""Hehe, iya benar. Non Silvya masih ingat rupanya." Terdengar suara ketawa kecil di ujung sana."Jangan panggil saya non, Mas. Panggil saja saya Silvya.""Oh, gitu ya? Hehe. Baiklah!" Rey tersenyum puas mendengar Silvya memintanya untuk memanggil nama."Oh iya, apakah mas Rey mau mengambil motor?" tanya Silvya to the point."Ehm, apakah Silvya ada di rumah sekarang?" tanya Rey balik."Tidak, saya mau keluar.""Oh kemana? Naik