Judul: Undangan pernikahan suamiku.Part: 19.***POV LitaAku sudah mendengar kabar terbaru melalui Melda. Katanya Nia sudah pergi meninggalkan Mas Arifin. Bahkan Melda sendiri pun sudah memiliki sandaran hidup yang baru.Aku benar-benar dibuat terpukau akan aksi wanita-wanita itu. Luka hatiku dibayar lunas melalui orang lain. Setidaknya aku tak perlu turun tangan lebih jauh.Saat ini akau akan lebih fokus menjalani usahaku yang mulai maju begitu pesat.Setiap hari, aku juga mendapat sebuah pesan penyemangat dari Eza. Entah kenapa, pria dingin itu bersikap sangat manis akhir-akhir ini. Walau pun masih terkesan kaku dan garing. Namun, Eza mulai berani bertanya tentang apa saja yang tengah aku lakukan.Ah, debar di hatiku pun sulit dikendalikan, ketika sedang menerima pesan singkat darinya.Orderan kue milikmu pasti bertambah banyak kan? Tidak usah di balas, saya cuma mau bilang jangan lupa sholat, dan makan. Tuh kan, Eza selalu saja membuatku resah dan gelisah. Pengen balas, tapi
Judul: Undangan pernikahan suamiku.Part: 20.***Seperti biasa, aku tetap menangani sendiri untuk adonan kue-ku. Tetapi Ayah dan Asni juga membantu.Setelah selesai, aku bersiap untuk pergi keluar. Hari ini Eza mengajak bertemu, tapi tentunya tidak sendirian. Dia membawa Sari dan anak dari bos tempatnya bekerja.Eza bilang, dia baru diterima di sebuah perusahaan besar. Sebenarnya Eza sudah memiliki penghasilan dari banyaknya ternak sapi yang ia punya.Namun, Eza merasa jenuh, akhirnya memutuskan untuk bekerja. Sedangkan para sapinya sudah ada yang mengurus sedari dulu."Yah, Lita izin bertemu teman di luar ya," ucapku sembari mencium punggung tangan Ayah."Iya, Nak. Hati-hati di jalan."Tak pernah ketinggalan kalimat peringatan itu dari ucapan Ayah terhebatku ini..Aku melaju dengan mobilku. Sampai di tempat yang dijanjikan, aku pun turun perlahan.Nia?Keningku berkerut melihat Nia ada di sana. Langkahku menjadi berat, tapi Eza sudah melihatku."Mbak Lita," sapa Sari dengan ramah
Judul: Undangan pernikahan suamikuPart: 21.***Aku lembur lagi malam ini. Tetapi tentunya ketiga pegawaiku juga ikut lembur."Mbak, kita harus buat seperti apa kue yang harganya 5 juta ini?" tanya Tuti bingung."Buat tujuh tingkat. Setiap hiasannya harus hati-hati! Kerjakan dengan maksimal. Wanita itu sangat cerewet, jadi kita harus membungkamnya dengan kepuasan," jelasku.Mengangguk semua yang medengar ucapanku.Nona Moli itu meminta riasan kue memakai warna hijau. Harus hijau yang mencolok.Aku memadukannya dengan warna putih. Karena Moli tak mau ditambah warna lain.Hampir memakan waktu 3 jam mengerjakan kue pesanan Moli. Kini malam semakin larut, akhirnya ketiga pegawaiku yang muda-muda dan cantik ini pun pulang..Ke-esokan harinya.Mas Arfin dan calon istrinya itu datang. Moli tampak puas dengan hasil tangan kami. "Wah, cantik sekali. Kalian memang luar biasa," pujinya.Tersenyum aku menoleh ke arah Asni, Tuti, dan Siti."Terima kasih, Nona Moli. Kepuasan pelanggan adalah tan
Judul: Undangan pernikahan suamiku.Part: 22.***POV Arifin.Hari itu setelah Lita menyombongkan keberhasilannya, aku merasa terhina. Aku bertekat akan memikat wanita kaya, yang jauh lebih kaya darinya dan Nia.Ketampananku ini tentunya jadi modal utama.Di suatu jalan, aku melihat mobil mewah berhenti. Tampak pula seorang wanita sedang kebingungan.Aku menghampiri. Ternyata wanita itu adalah seorang janda kaya. Walau usianya 14 tahun lebih tua dariku.Sebisa mungkin aku mencoba menarik simpatinya, dan berhasil. Wanita mana yang mampu menolak pesonaku?Lita super cuek pada masanya itu, pun jatuh hati padaku. Apa lagi hanya seorang janda tua.Moli, aku memanggilnya dengan sebutan Nona Moli. Itu adalah permintaannya.Sehari mengenal, dia langsung klepek-klepek minta dinikahi.Aku dan Nona Moli akhirnya mengatur acara secepat mungkin. Nona Moli punya segalanya, apa pun bisa dikerjakan dengan cepat.Keluarga Nona Moli tak ada yang berani membantahnya, karena harya harta yang dipunya se
Judul: Undangan pernikahan suamiku.Part: 23.***POV Lita.Aku terpaku dengan pertanyaan Eza.Kenapa ia menanyakan tentang kecemburuanku?Apa mungkin Eza merasa, kalau sikapku menunjukkan suka padanya?Ah, Eza ...."Apa hakku untuk cemburu?" Bergetar suaraku saat ini."Iya, juga. Saya yang berharap berlebihan," ucap Eza diiringi dengan hembusan nafas kasar."Maksudmu?" tanyaku. Aku benar-benar sedang tak ingin menebak sendiri."Bukan apa-apa, Lit. Ya sudah, kita pulang yuk!"Aku mengangguk sambil berdiri. Kini aku dan Eza masuk ke dalam mobil masing-masing, dan berlalu.Di perjalanan pulang, aku masih memikirkan maksud dari pertanyaan Eza tadi.Tetapi dia tak menjawabnya. Lelaki soleh itu sungguh membuat resah hatiku..Hari berganti ....Sore ini tiba-tiba Mas Arifin datang ke toko. Tetapi ia hanya seorang diri, tak membawa Nona Moli."Ada yang bisa dibantu?" tanyaku datar."Santai saja dong, Lit. Mas ke sini cuma mau mengunjungi Salman, dan memberikan ini ...."Dua kantong plas
Judul: Undangan pernikahan suamiku.Part: 24.***Merah wajahku ketika menatap Ayah tengah tersenyum sambil memainkan matanya."Ayah," lirihku sambil menunduk malu.Langkah Ayah semakin mendekat ke arah kami. Bahkan Eza pun tampak gugup dan salah tingkah."Nak Eza, jika ucapanmu tadi hanyalah candaan semata, mohon jangan diulangi lagi. Takutnya putri saya benar-benar menaruh harapan. Namun, jika ucapanmu itu adalah benar, maka saya akan merestui," ujar Ayah dengan lembut.Bergetar tubuhku, tak kusangka Ayah akan mengatakan hal itu. "Maafkan saya, Om. Tidak sopan rasanya saya mengatakan hal penting ini di luaran rumah, dan tanpa adanya Om. Tadi saya hanya ingin mencoba mencari tahu tentang jawaban Lita. Akan tetapi saya serius. Saya akan datang ke sini bersama orang tua saya," papar Eza.Bergeming aku mendengarnya.Mimpikah aku?Seorang Eza benar-benar ingin meminangku?Ya, Allah ... Terima kasih."Aku menunggu kedatanganmu, Za."Berlari aku ke dalam setelah mengucapkan itu. Masuk ak
Judul: Undangan pernikahan suamiku.***Waktu yang berjalan begitu cepat, membawa aku di dalam ruangan persidangan.Laporan Mas Arifin sangat berkembang dengan pesat. Aku hadir bersama Eza dan juga Ayah. Sedangkan Salman aku tinggal dengan ketiga pegawaiku.Hakim mulai melakukan mediasi kepada kedua belah pihak dari kami.Kemudian, Mas Arifin dipersilakan membaca tuntutan hak asuhnya terhadap Salman.Kalimat demi kalimat terlontar, diiringi dengan pengacara ternama yang ia bayar. Serta dukungan dari Nona Moli.Namun, aku tentunya tak mau kalah. Aku adalah seorang ibu. Siapa yang lebih berhak daripadaku?"Sebelumnya saya ucapkan terima kasih. Saya menentang keras semua permohonan hak asuh putra saya di alihkan pada penggugat. Karena saya selama ini merawat dan menghidupi Salman dengan baik serta berkecukupan. Saya adalah seorang Ibu, apakah ada yang lebih baik dari seorang Ibu dalam mengurus Anak? Apakah penggugat berprilaku baik? Apakah penggugat pernah menafkahi putranya selama ini
Judul: Undangan pernikahan suamiku.Part: 26.***Selesai makan malam, kami bertiga ingin segera pulang. Namun, lagi-lagi Mas Arifin dan Nona Moli menghentikan langkahku."Lit, tunggu!" ucap Mas Arifin."Apa lagi?" ketusku.Nona Moli tampak menatapku dari atas hingga ke bawah. Kemudian beralih menatap Mas Arifin.Entah apa maksudnya, aku tak mengerti."Biarkan Salman ikut kami malam ini. Mas Arifin sangat merindukannya," sambung Nona Moli.Menggeleng aku dengan cepat, bahkan Salman langsung menggenggam tanganku."Salman tidak mau. Nenek galak!" hardik putraku.Aku menahan tawa ketika sebutan Nenek dilontarkan Salman."Lancang, kamu! Bisa-bisanya memanggilku Nenek!" bentak Nona Moli.Salman semakin ketakutan padanya. Kini Salman memeluk pinggangku."Jangan berteriak pada Anakku! Dengan sikapmu yang begini, apakah mungkin bisa menyayangi Salman? Tentunya tidak, kau hanya tergila-gila pada kepuasan nafsumu yang kau dapatkan dari pria ini!"Geram sudah aku. Tak bisa aku menahan emosiku. U