Rania merasa lelah terus menerus berada di dalam kamarnya. Hanya demi menghindari kedatangan Pak Leo. Ia telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa mulai hari ini ia tidak perlu takut terhadap apapun. Ia punya Tuhan, Punya banyak teman yang mengerti hukum dan juga punya uang. Rania akan melawan setiap intimidasi yang diarahkan padanya.
Tadi malam ia telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan melakukan apapun untuk kemenangannya.
Rania mematut dirinya di depan pintu almari yang terbuka. Baju panjang dengan aksen bagian bawah lebar dan kecil di pinggang adalah mode yang paling di sukai Rania. Di Samping agar tubuhnya yang kecil tidak terlalu nampak kecil juga karena baju dengan model itu memang sering kali membuat Rania merasa nyaman.
Ia memilih warna ungu tua untuk ia kenakan hari ini. Tas ungu muda dan jilbab dengan warna senada. Sepatu hak tinggi berwarna hitam dengan belahan depan membuat jemari kakinya yang putih bersih itu terpampang indah.
Minggu pagi yang sepi,Rania masih berada di dalam bed covernya. Enggan rasanya beranjak pergi dalam suasana mendung begini. Laptopnya masih menyala, ia ingin menuntaskan novel yang sudah ia tulis dan telah terikat dengan 'Goodnovel'. Harusnya ia segera menyelesaikan tapi berhari-hari ini kepalanya terasa pening. Ia seolah tidak punya inspirasi untuk melanjutkan ceritanya. Pusing sekali rasanya.Rania tidak menemukan cara untuk membuka kalimat dalam novel-novelnya.Hari ini Rania akan berkunjung ke rumah Pak Leo bersama Pak Budiman. Ia sengaja bilang besok saat Pak Leo menelphon agar Pak Leo tidak perlu menjemputnya.Ponselnya bergetar,Pak Budiman menghubunginya."Sudah mandi, Ran ?""Assalamualaikummm" Rania menggoda dengan mengucapkan salam. Mungkin Pak Budiman lupa dengan salam itu."Oh iya, waalaikumsalam"Pak Budiman tertawa renyah."Sudah siap ?""Lho, jam berapa sekarang ?"
[15/11 00:51] Rarashasha: BERBINCANG DENGAN PAK BUDIMAN"Apa kita perlu melihat kondisi, Pak Leo ?" Tanya Rania pada Pak Budiman."Menurut bu Rani bagaimana ?""Terserah saja,""Kalau bu Rani ingin melihat saya antar, " sambung Pak Budiman cepat."Sepertinya tidak, Pak." Jawab Rania cepat.Matanya menatap jauh ke depan, sangat jauh.Sudah jelas terbukti bahwa Pak Leo meninggalkan dirinya karena takut pada ancaman Laela, ia takut Laela bunuh diri dan membunuh anak-anaknya bila ia kembali pada Rania.Ketakutan yang bodoh, seorang akademisi dan praktisi hukum sekelas Pak Leo bisa percaya dan tunduk pada ancaman bodoh seperti itu.Rania menghela nafas panjang. Tidak ada seorang pun yang mau bunuh diri dan membunuh anak-anaknya sendiri hanya demi orang lain. Bodoh sekali. Seperti atraksi Laela pagi tadi, tentang pisau dapur yang menempel pada urat nadi. Bohong, itu dusta yang luar biasa. Faktanya sampai hari ini Laela
Rania menghembuskan nafasnya dalam-dalam. Tubuhnya letih dan pikirannya kacau. Ia seperti tidak memiliki kekuatan juga keberanian. Masalah yang dialaminya cukup pelik, menguras energi dan kesadaran.Bagaimana formula yang tepat untuk membuat Pak Leo bersedia mengucapkan talak untuk nya. Atau kah ada keringanan bagi dirinya selaku istri agar bisa mendapatkan kebebasan dengan melakukan hal-hal sesuai tuntunan ?Rania makin gamang.Dari pagi hingga sore hari Rania terus berfikir tentang itu, sering dalam keputusasaannya ia ingin menggunakan jalan pintas. Dengan memaksa Pak Leo memilih antara dirinya atau Laela ?Mungkin itu adalah keputusan konyol namun sementara waktu mungkin bisa mengatasi dilema ini.Rania menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Assalamualaikummm" Suara seorang gadis menyapu gendang telinganya.'Pasti Septia'Rania berdiri, membuka pintu kamar lalu mendapati wajah putih bersih dengan lesung p
Rania melangkah dengan langkah kaki yang sangat berat, menemui Pak Leo adalah sesuatu yang sangat ingin dia lakukan namun juga sangat ia takutkan. Bagaimana tidak ?Diantara mereka pernah saling mencintai, diantara mereka pernah ada rasa sayang meski kemudian benih benci itu muncul dan kini benih itu telah menjadi besar juga berbuah lebat. Benih yang terus di pupuk hingga berbuah lebat. Rania merasakan rasa sakitnya bukan rasa sakit biasa.Langkah kakinya semakin dekat menuju ruangan Intensive Care Unit. Rania mengendap, berharap Pak Leo tidak melihatnya. Karena kedatangannya hanya ingin memastikan bahwa Pak Leo telah bertemu Laela.Mengapa Rania demikian peduli ? Cintakah yang melandasinya ? Bukan, ini bukan cinta, ada sebuah perasaan yang tidak bisa di ceritakan ketika suami dan istri berpisah, ada semacam kekuatan yang membuat mereka terpanggil untuk mengetahui keadaan dari masing-masing pasangan, semacam magnet dari langit mungk
Rania letih, ia mempermainkan rambut ikal panjang yang biasa ia biarkan tergerai. Ingin rasanya merubah penampilan tapi takut semakin banyak yang jatuh cinta nantinya. Wkwkwk.Betapa tidak, saat ini saja sudah banyak antrian panjang berderet menunggu keputusannya, namun Rania belum berani memutuskan. Meski Rania menyadari bahwa usia kian bertambah dan wajahnya semakin menjadi tua. Mulai muncul gurat penanda akan datang keriput yang di takutkan oleh seluruh wanita dimana saja. Rania bergulung di atas ranjang, membuat bed covernya tidak lagi licin. Mestinya memang Rania mulai menjatuhkan pilihan. Pada Agung sang direktur, pada Romi pemilik perusahaan besar, pada Haris seorang kepala dinas atau pada Yoga teman kecilnya yang sekarang menjadi pengusaha. Bila sudah begini maka ingatan Rania akan terjerembab pada Leo, lelaki yang masih mengakui dirinya sebagai istri. Rania kelu mengulum bisu. Ia merasa waktunya banyak tersita hanya untuk mengurus masalah yang tidak kunjung selesai. I
"Hy Kak, hari ini kita jadi pergi kan ?"Septia menghubungi Rania, Rania mengingat sesuatu tentang janjinya beberapa waktu yang lalu.Menuju pengadilan agama dan berkonsultasi tentang masalahnya."Oh iya, jadi." Rania menjawab dengan cepat.Bersiap ia demi menuntaskan janjinya, sudah pukul tujuh waktu Indonesia tengah. Kalau berangkat terlalu siang nanti antriannya panjang dan Rania malas dengan antrian yang panjang itu. Rania tidak suka menunggu, itu sebabnya ia malas sekali berhubungan dengan urusan birokrasi. Sering berbelit-belit dan banyak persyaratan.Rania memilih baju yang pantas untuk ia kenakan. Celana panjang hitam dengan atasan panjang selutut, berwarna hijau lumut model baju anak jaman sekarang di padu dengan jilbab warna senada namun bermotif bunga. Rania mematut dirinya di cermin. Mengoleskan bedak dan lipstik tipis di wajahnya. Rania nampak yakin bahwa penampilannya sudah sedikit mendekati sempurna.
"Assalamualaikum, apa kabar ? sudah sampai di mana ?"Rania tampak tersenyum melihat pesan masuk di ponselnya.Meski hanya sekilas senyum itu nampak seperti senyum bahagia.Rania meraih ponselnya kemudian membalas pesan tersebut dengan cepat."Di rumah makan Wong Solo, di sini ada Pak Leo bersama keluarganya."Begitu penjelasan Rania melalui pesan singkat kepada seseorang yang mengirim pesan lewat ponsel nya. Orang tersebut ternyata Pak Wahyu yang tadi di temui oleh Rania dan Septia di Kantor Pengadilan Agama.
Sejak kejadian hari itu di Rumah Makan Wong Solo, Pak Wahyu memberanikan dirinya untuk datang ke rumah Rania.Rania keluar kamar dengan bahagia, menjumpai Pak Wahyu yang sedang menunggu di kursi santai di beranda, dua gelas air jahe hangat telah terhidang di sampingnya ada kue bolu yang siap untuk disantap. Rania duduk di samping Pak Wahyu dengan baju santai warna abu-abu. Pak wahyu tersenyum melihat Rania.“Darimana ?”“Dari rumah.”“Mau ke mana ?”“Mau kesini.”Kemudian Pak Wahyu menyerahkan paper bag cantik pada rania, Rania heran, menerimanya dengan tanda tanya.“Ini apa ?”“Di buka saja.”Rania membuka paper bag tersebut, dengan takjub ia melihat sebuah jam tangan cantik lengkap dengan sertifikatnya. Hadiah kah ini ? Tanya Rania hanya sebatas dalam batinnya.HADIAH ???Sudah lama sekali ia tidak menerima ini setelah ia meninggalkan