Share

Bab 38

Penulis: Frands
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-07 09:21:06

Novi yang sedang duduk di meja resepsionis sedang bersenandung mengikuti musik yang dia mainkan dari ponselnya, Namun suaranya berhenti sejenak ketika ia melihat Sulastri keluar dari ruang pijat.

“Loh.. kapan masuknya ya? Apa tadi saat aku keluar beli sarapan?” Novi kebingungan saat melihat Sulastri

Sulastri berjalan tergesa-gesa, namun wajahnya terlihat berbeda—lebih cerah dari biasanya. Novi memperhatikan wanita itu dengan alis sedikit terangkat.

“Eh, Novi. Jangan melamun aja setelah ini kita buka kliniknya,” suara Juned terdengar dari dalam, membuyarkan pikiran Novi.

Novi segera memalingkan wajahnya dari pintu klinik. “Tadi aku lihat Mbak Lastri keluar buru-buru. Ada apa, Mas Jun?”

Juned sedang menyusun botol minyak di rak melirik sekilas. “Oh, itu. Dia habis pijat. Katanya dia habis jatuh di depan rumahnya.”

Novi menatap Juned dengan alis terangkat. “Mbak Lastri pijat? Serius? Dia kelihatannya enggak cocok sama hal-hal kayak gitu.”

Juned tersenyum tipis, lalu duduk di kursi kerja
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tukang Pijat Super   Bab 39

    Novi kembali duduk di kursi resepsionis, mencoba mengalihkan pikirannya dari keinginannya untuk dipijat. Namun, tak lama kemudian, pintu klinik terbuka, dan seorang wanita paruh baya melangkah masuk dengan pelan.Novi segera berdiri dan tersenyum ramah. “Selamat siang, Bu. Ada yang bisa saya bantu?”Wanita itu memegang punggungnya sambil mengerutkan dahi, jelas menunjukkan rasa sakit yang dirasakannya. “Iya, Mbak, punggung saya sakit sekali. Mungkin karena terlalu lama duduk di kantor. Bisa minta pijat sekarang?”“Oh, tentu bisa, Bu. Ibu bisa tunggu sebentar, ya? Saya catat dulu datanya,” jawab Novi dengan nada tenang sambil mengambil buku pendaftaran.Saat Novi sedang mencatat data pasien itu, pintu kembali terbuka, kali ini lebih lebar. Seorang pria muda masuk sambil membawa ransel dan terlihat lelah. “Mbak, masih ada slot untuk pijat enggak? Saya habis perjalanan jauh, badan rasanya pegal semua.”Novi menoleh dan tersenyum, meskipun ia mulai merasa sedikit kewalahan. “Ada, Mas. Tap

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Tukang Pijat Super   Bab 40

    Juned berhenti sejenak dan tersenyum sopan. "Oh, iya, Bu. Minyaknya memang ada efek hangat untuk membantu otot lebih rileks. Kalau terlalu panas, saya bisa kurangi penggunaannya.""Ah, enggak, Mas. Ini sih enak, cuma hawanya kayak jadi panas aja," jawab si ibu, sambil menepuk-nepuk lehernya sendiri dengan tangan.Juned tetap fokus bekerja, mengabaikan nada suara si ibu yang terdengar agak genit. Ia tahu, sebagai terapis pijat, profesionalisme adalah yang utama."Kalau begitu, saya buka sedikit jendela biar udara masuk, ya, Bu," katanya sambil melangkah ke jendela kecil di sudut ruangan.“Kalau handuknya aja yang dibuka gimana mas Juned?” kata si Ibu membuat langkah Juned terhenti.Juned langsung menoleh ke arah si ibu yang ternyata sudah membalik badannya yang awalnya tengkurap menjadi telentang. Hati Juned sangat berdebar luar biasa hingga matanya pun melotot.“Lebih baik jangan Bu, nanti kalau dilihat orang lain jadi enggak enak. Takut di bilang tempat ini yang aneh-aneh.” Kata June

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Tukang Pijat Super   Bab 41

    Setelah melayani beberapa Pasien Juned merasa kelelahan.“Loh sudah Jam 12 ternyata, Lebih baik makan siang aja dulu.” Kata Juned saat melihat jam yang menempel di dinding ruang pijat.Juned memutuskan untuk menutup sementara klinik agar ia dan Novi bisa beristirahat. Sementara itu Novi, yang biasanya duduk di meja resepsionis, sedang sibuk membereskan catatan pasien sambil menunggu Juned keluar dari ruang pijat. Tiba-tiba, suara ketukan pintu terdengar. Novi yang paling dekat langsung berdiri dan membuka pintu. Ternyata, Sulastri berdiri di sana dengan senyum lebarnya, membawa kantong plastik berisi kotak makan.“Eh, Mbak Lastri?” tanya Novi, agak terkejut. "Ada apa? Klinik lagi tutup sementara, kami sedang istirahat tidak melayani pasien."Sulastri mengangkat kantong plastiknya. "Aku cuma mau mengantar makan siang buat Juned."Novi mengerutkan kening. "Buat Mas Juned? Wah, tumben banget. Biasanya kamu ngomel-ngomel kalau ke sini. Ada angin apa ini?”“Ah, enggak selalu, kok, aku ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Tukang Pijat Super   Bab 42

    Juned memperhatikan kepergiannya dengan pandangan datar, meski ada sesuatu di dalam dirinya yang terasa aneh. Vivi yang duduk di sampingnya menyenggol lengan Juned pelan. "Jun, kok kayaknya dia lagi bad mood, ya?"Juned hanya mengangkat bahu, lalu beranjak dari kursi. "Enggak tahu. Mungkin dia lagi banyak pikiran."Juned, Vivi, dan Novi melanjutkan makan siangnya sampai selesai.“Nov setelah ini kamu bantu Vivi di rumah saja ya, kliniknya di buka lagi besok.” Kata Juned kepada Novi.“Loh kenapa mas? Bukannya hari ini kliniknya ramai, sayang banget kalau tutup.” Balas Novi dengan wajah kebingungan.Juned menghela nafas panjang dan berkata, “tanganku sudah kerasa pegal. Aku juga mau berkeliling desa saja.” Kata Juned dengan santai.“Ya sudah kalau begitu mas, aku ikut apa kata bos saja.” Ujar Novi sambil tersenyum.Kemudian Novi dan Vivi meninggalkan Juned sendirian di klinik. Mereka menuju ke rumah Juned yang berada di samping klinik.“Kenapa aku jadi ragu untuk membalas perbuatan Las

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Tukang Pijat Super   Bab 43

    Juned memutuskan untuk menghirup udara segar. Ia mengeluarkan motornya dari garasi kecil di belakang klinik, memasang helm dengan gerakan tergesa-gesa.Juned baru saja selesai memasang helmnya ketika seorang pria tua tetangganya lewat, menyapanya sambil tersenyum. "Mau ke mana, Juned? Kelihatan buru-buru," tanya Pak Darto, yang sedang berjalan sambil membawa cangkul.Juned melepas helmnya sebentar, membalas sapaan itu dengan sopan. "Ah, enggak ke mana-mana, Pak. Cuma mau jalan-jalan sebentar, mencari udara segar," jawabnya sambil tertawa kecil. "Pikiran lagi mumet habis mengurus banyak pasien."Pak Darto mengangguk sambil menyeka keringat di dahinya. "Oh, begitu. Ya sudah, hati-hati di jalan, ya."Setelah Pak Darto berlalu, Juned menyalakan motornya dan melajukan kendaraan dengan santai. Ia membiarkan angin siang yang hangat menyapu wajahnya, berharap itu bisa membantu menjernihkan pikirannya yang berat setelah berbicara panjang dengan Sulastri.Di tengah perjalanan melintasi kampung,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Tukang Pijat Super   Bab 44

    Setelah pembicaraan serius soal Sulastri, suasana menjadi lebih ringan. Lilis yang sedang membereskan kantong belanja di meja tampak begitu anggun dengan daster sederhana dengan bagian bawah di atas lutut. Juned menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu tersenyum kecil. “Tante Lilis, kok saya baru sadar ya, Tante selalu kelihatan cantik banget. Kalau bukan tante sendiri, aku mungkin lebih memilihmu daripada Lastri.”Lilis menoleh dengan mata menyipit curiga, tapi sudut bibirnya menunjukkan senyum geli. “Juned, jangan mulai aneh-aneh, ya. Tante ini sudah tua. Ngapain kamu memuji-muji kayak gitu?”“Serius, Tante,” kata Juned sambil menaikkan alis, menegaskan ucapannya. “Tante enggak kelihatan tua sama sekali. Kalau jalan di kampung ini, saya yakin banyak yang mengira Tante masih gadis.”Lilis terkekeh sambil menggelengkan kepala. “Dasar kamu, Juned. Dari dulu mulutnya selalu manis kalau ngomong. Tapi Tante tahu kok, kamu Cuma bercanda.”Juned mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Tukang Pijat Super   Bab 45

    Setelah selesai memasak, Lilis membawa dua piring penuh makanan ke meja makan. Juned yang baru keluar dari kamar mandi tersenyum lebar melihat tantenya yang sibuk mengatur meja.“Ini nih, Tante paling rajin. Sudah masak, mengatur meja, semuanya beres sendiri,” goda Juned sambil memegang dagu lalu segera duduk.“Kalau kamu bantu tadi, mungkin sekarang sudah selesai lebih cepat,” balas Lilis sambil menaruh piring di hadapan Juned.Juned tertawa kecil. “Tapi kan kalau aku ikut masak, rasanya enggak bakal seenak ini. Lagian, masakan Tante itu pasti juara!”“Ah, dasar mulut manis.” Lilis hanya menggeleng pelan, lalu duduk di hadapan Juned. “Sudah, makan dulu. Jangan banyak ngomong.”Juned mengambil sendok, tapi alih-alih mulai makan, ia malah menatap Lilis dengan senyum jahil. “Tante, boleh enggak aku minta satu hal kecil sebelum makan?”“Apa lagi, Juned? Jangan aneh-aneh, ya,” jawab Lilis sambil memandangi Juned dengan alis terangkat.“Suapin aku dong, Tante,” ucap Juned dengan nada berc

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Tukang Pijat Super   Bab 46

    “Terus pakai apa kalau enggak pakai tangan?” Tanya Lilis dengan wajah bingung.Juned terdiam sejenak mencoba berpikir. “Aku mau Tante menyuapiku pakai mulut Tante.” Kata Juned sambil menunjuk bibirnya.Lilis kaget dengan permintaan Juned tersebut. Awalnya dia ingin menolak tapi entah apa yang dirasakan saat itu membuatnya harus menuruti ucapan Juned.“Baiklah untuk kali ini, tante biarkan kamu merasa senang.” Lilis menaruh sosis di mulutnya.Juned langsung tersenyum semringah melihat hal itu. Perlahan dia mendekatkan wajahnya ke arah sosis yang ada di mulut Lilis.“Maaf ya tante, aku ingin tahu rasanya seperti apa untuk pertama kalinya.” Kata Juned yang terdengar ambigu.Juned melahap sosis itu, menggigitnya sedikit demi sedikit hingga bibirnya kian dekat dengan bibir Lilis. Sementara Lilis menutup matanya membiarkan bibir Juned yang sudah berjarak 5 cm darinya.“Oh, aku enggak tahu ada tamu di sini,” ujar Vivi dengan nada datar, meski matanya menyiratkan rasa yang lebih dari sekadar

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10

Bab terbaru

  • Tukang Pijat Super   Bab 103

    “Sudah, jangan bicara dulu. Kita harus keluar dari sini,” potong Juned. Dia memeriksa tali yang mengikat tangan dan kaki mereka. Tali itu diikat sangat kencang, dan Juned menyadari dia membutuhkan sesuatu untuk memotongnya.Dia melihat sekeliling ruangan, matanya mencari benda tajam apa pun yang bisa digunakan. Di sudut ruangan, dia melihat pecahan kaca dari botol yang mungkin terjatuh sebelumnya. Dia mengambil pecahan kaca itu dengan hati-hati, lalu kembali ke Lastri dan Novi.“Ini mungkin akan sedikit sakit, tapi bertahanlah. Aku akan memotong tali ini,” katanya sambil mulai menggesekkan pecahan kaca itu ke tali yang mengikat tangan Lastri.“Juned... hati-hati... kalau mereka kembali, kita semua bisa celaka,” bisik Lastri dengan ketakutan.“Mereka sibuk di luar. Kekacauan tadi cukup membantu kita,” balas Juned dengan nada meyakinkan. “Percayalah, aku tidak akan membiarkan mereka menyentuh kalian lagi.”Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, tali di tangan Lastri akhir

  • Tukang Pijat Super   Bab 102

    “Kita tetap pada rencana awal. Cari tahu keberadaan Lastri dan Novi. Tapi kita harus lebih hati-hati,” jawab Juned, suaranya masih penuh dengan tekad.Juned mengalihkan pandangannya dari dua pria itu dan memberi isyarat kepada Vivi untuk melanjutkan perjalanan mereka. Mereka menyelinap lebih jauh, melewati sisi rumah dengan lebih waspada dari sebelumnya. Juned dan Vivi melangkah dengan sangat hati-hati, menghindari suara apa pun yang dapat menarik perhatian. Namun, nasib tampaknya tidak berpihak pada mereka kali ini. Ketika mereka mencoba melangkah lebih jauh ke sudut rumah, salah satu dari dua pria yang dikenali Juned tiba-tiba menoleh dan melihat bayangan mereka.“Hei, siapa di sana?!” salah satu dari pria itu berteriak sambil menarik perhatian temannya.Juned segera menyadari bahaya yang mengancam. “Sial, kita ketahuan!” bisiknya sambil menarik tangan Vivi, mencoba menjauh dengan cepat dari pandangan mereka.“Berhenti di sana!” teriak pria itu, membuat para penjaga lainnya mulai b

  • Tukang Pijat Super   Bab 101

    Cahaya senter penjaga itu menyapu ruangan dengan perlahan, semakin mendekati tempat mereka bersembunyi. Vivi merasakan tangannya mulai berkeringat dingin. Dia menunduk sedikit, memastikan dirinya benar-benar tersembunyi. Juned, di sisi lain, tetap tenang meski waspada, pandangannya fokus pada setiap gerakan penjaga itu.Tiba-tiba, sebuah tikus besar melintas di depan penjaga, tepat di bawah cahaya senternya. Tikus itu berlari menuju tumpukan barang di sudut ruangan, membuat suara berisik kecil saat melompat ke atas kardus. Penjaga itu menghela napas keras.“Hanya tikus,” gumamnya sambil mematikan senternya dan berbalik meninggalkan gudang. Suara pintu yang tertutup perlahan terdengar, menandakan penjaga itu telah pergi.Namun, tepat saat tikus itu melintas dekat dengan tempat mereka bersembunyi, Vivi tanpa sadar menggeliat dan nyaris berteriak karena jijik. Mulutnya terbuka, siap mengeluarkan suara, namun dengan cepat Juned bereaksi.Dia meraih wajah Vivi dan menutup mulutnya dengan t

  • Tukang Pijat Super   Bab 100

    Vivi mengangguk mantap. “Aku janji.”Juned menghela napas sekali lagi sebelum akhirnya menyerah. “Baiklah. Kalau begitu, ayo kita pergi sekarang.”Tanpa banyak bicara lagi, Juned dan Vivi keluar dari rumah, meninggalkan Lilis dan Bu Mirah yang masih tampak khawatir. Dalam perjalanan menuju rumah Anton, Juned terus mengawasi sekitar, pikirannya penuh dengan kemungkinan buruk yang mungkin mereka hadapi.Sementara itu, Vivi berjalan di sampingnya dengan langkah penuh tekad, siap membantu menemukan petunjuk untuk menyelamatkan Lastri. Tak butuh waktu lama, sampailah mereka di sekitar rumah Anton. Juned dan Vivi berdiri di balik pohon besar yang cukup jauh dari rumah Anton. “Banyak sekali anak buahnya,” bisik Vivi pelan, matanya menatap satu per satu pria yang tampak bersenjata dan berjaga dengan penuh kewaspadaan.Juned mengangguk, wajahnya serius. “Kita nggak bisa masuk lewat depan. Mereka pasti langsung menangkap kita.”Mata mereka fokus mengamati gerak-gerik para penjaga yang be

  • Tukang Pijat Super   Bab 99

    Tak lama, aroma harum sayur daun kelor memenuhi rumah. Lilis membawa sepanci kecil sayur daun kelor ke meja makan. “Ayo, kita makan dulu,” ujarnya dengan nada ringan.Juned berjalan perlahan ke meja makan, duduk di kursi sambil memandangi sayur itu. Dia tampak ragu, mengingat apa yang terjadi sebelumnya saat menyentuh daun kelor. Vivi, yang duduk di sebelahnya, mencoba memberi semangat.“Juned, ini cuma sayur biasa. Mungkin tadi kamu Cuma kebetulan aja tergores. Lagipula, siapa tahu daun kelor malah bagus buat tubuh kamu,” ujar Vivi sambil tersenyum.Juned menghela napas. “Iya, mungkin kamu benar. Aku harus berpikir positif.”Dengan sedikit ragu, Juned mengambil sendok dan mulai menyendok sayur ke piringnya. Lilis, yang duduk di depannya, tersenyum puas melihat hasil masakannya.“Tuh, coba dulu, Juned. Ini resep spesialku,” kata Lilis sambil menatapnya penuh harap.Juned mengambil sesendok sayur daun kelor dan membawanya ke mulut. Namun, tepat saat dia hendak memasukkan makanan itu,

  • Tukang Pijat Super   Bab 98

    Anton tersenyum tipis, senyum yang penuh dengan makna licik. “Sabar, Sugeng. Kita enggak perlu gegabah. Kita harus cari kelemahan terbesar dari kekuatan Juned, tapi sebelum itu kita gunakan kelemahan terkecilnya dulu.”Sugeng mengangguk pelan, meskipun matanya masih menunjukkan keraguan. “Tapi kenapa sih mesti Lastri? Kita kan punya cara lain buat menjatuhkan Juned.”Anton mendesah pelan, seolah menjelaskan sesuatu yang sangat sederhana. “Karena Lastri itu salah satu kelemahannya yang terkecil. Kalau kita bisa mengganggu dia lewat Lastri, Juned bakal kehilangan fokus. Dia sibuk mengurus cewek itu, sementara kita bisa bebas melakukan apa aja. Ini cuma soal waktu sebelum kita mengetahui cara untuk melemahkan kekuatannya.”Sugeng melirik ke arah Juned sekali lagi, yang masih tak bergerak dari tempatnya. “Tapi, gimana kalau dia tahu kita yang di balik semua ini?”Anton mendekatkan wajahnya ke arah Sugeng, nada suaranya semakin rendah tapi penuh ancaman. “Kalau sampai dia tahu, itu artinya

  • Tukang Pijat Super   Bab 97

    Pak Darmo menghela napas berat, tetapi ia tidak berkata apa-apa. Ia hanya berdiri di sana, menatap Lastri dengan tatapan yang sulit diartikan.Lastri, yang sejak tadi berdiri diam di belakang Juned, akhirnya memberanikan diri melangkah maju. Dengan suara pelan tetapi tegas, ia berkata, “Pak, aku nggak pernah bermaksud melawan Bapak. Aku Cuma ingin hidupku berjalan sesuai dengan yang aku inginkan. Kalau Bapak kasih aku kesempatan, aku janji akan buktikan kalau aku bisa membuat keputusan yang benar.”Pak Darmo memandang Lastri untuk waktu yang terasa sangat lama. Wajahnya menunjukkan konflik batin yang mendalam, seolah ada perang yang terjadi di dalam dirinya. Tetapi pada akhirnya, ia hanya menghela napas panjang dan melangkah masuk ke dalam rumah tanpa mengatakan apa-apa.Bu Mirah menatap Juned dan Lastri dengan ekspresi penuh rasa syukur sebelum mengikuti suaminya ke dalam. Kini hanya tinggal Juned dan Lastri yang berdiri di halaman rumah.“Kamu enggak apa-apa?” tanya Juned, suaranya

  • Tukang Pijat Super   Bab 96

    Pak Darmo mendadak terdiam ketika Juned menahan tangannya, tapi itu hanya sesaat sebelum wajahnya berubah memerah, matanya menatap Juned dengan kemarahan yang membara. Ia menarik tangannya dengan kasar dan melangkah mendekati Juned, suaranya menggema di halaman rumah yang sunyi.“Juned, apa hakmu ikut campur dalam urusan keluarga kami?!” suara Pak Darmo terdengar penuh tekanan.Juned tetap berdiri tegak, tidak mundur sedikit pun. “Saya memang enggak punya hak, Pak. Tapi apa yang Bapak lakukan tadi enggak bisa saya biarkan. Lastri hanya ingin menyampaikan pendapatnya, dan dia berhak untuk itu.”“Dia anak aku!” Pak Darmo membentak keras. “Kamu enggak tahu bagaimana sulitnya membesarkan dia! Kalau aku mau mendidiknya dengan keras, itu hak aku sebagai orang tuanya. Kamu enggak ada urusan di sini!”“Orang tua memang punya hak mendidik anaknya, Pak. Tapi itu bukan berarti Bapak bisa menyakitinya, baik secara fisik maupun batin!” balas Juned dengan suara yang mulai meninggi. “Lastri bukan ba

  • Tukang Pijat Super   Bab 95

    Juned terus mengikuti Lastri secara diam-diam, hingga Lastri sampai di depan rumahnya. Gadis itu melangkah perlahan memasuki halaman rumah. Lampu depan rumah Lastri sudah menyala, dan dari jendela ia melihat bayangan seseorang yang sedang berjalan di ruang tamu.Belum sempat ia mencapai pintu, suara berat dan lantang memanggilnya.“Lastri! Ke mana saja kamu selama ini?”Lastri mendongak dan mendapati ayahnya, Pak Darmo, berdiri di ambang pintu. Wajahnya penuh dengan kemarahan. Di belakangnya, ibunya, Bu Mirah, berdiri dengan ekspresi khawatir.Lastri menarik napas dalam-dalam, mencoba menguatkan dirinya. Ia tahu apa yang akan terjadi, tetapi ia sudah mempersiapkan hati untuk menghadapi ayahnya.“Aku gak ke mana-mana, aku gak pergi jauh, Pak,” jawab Lastri, suaranya tenang meskipun ada sedikit getaran. “Aku hanya butuh waktu untuk berpikir.”“Berpikir? Kamu pikir rumah ini tempat kamu keluar masuk sesuka hati?” bentak

DMCA.com Protection Status