Setelah pertarungan antara dua pewaris Connor itu, Ford membawa James ke kamarnya, menjauhkannya dari Henley. Dia khawatir akan terjadi perkelahian di luar rencana. Ketika itu dia risau dengan keadaan tuannya yang terluka dan tidak berhenti meradang. "Sial! Bisa-bisanya aku dikalahkan bocah itu lagi!" James menggebrak meja dengan geram. Dia tidak terima dengan kekalahannya yang sudah dia dapatkan dua kali. Sedang Ford gelisah menggigit bibir bawahnya, tatapannya tidak lepas dari benda kotak yang ada di tangan kanannya itu. Dia sedang menunggu balasan pesan dari seorang dokter pria kenalannya yang bernama Dr.Orlen. "Pasti bocah itu sedang menemui Daisha, semoga dia menolak tawaran Henley, " ucap James kesal. Ford menoleh ke arah James. Dia juga berpikir hal yang sama, tapi apakah Henley melakukannya karena benar-benar menyukainya? Atau hanya sekedar mempermainkannya saja? Ford tentu saja khawatir dengan anggapan Daisha terhadap James. Dia bisa saja salah paham dan menganggap semu
"Ini lihatlah senior! Foto-foto ini aku ambil beberapa hari yang lalu dan ini yang kemarin, tuan James dan tuan Henley benar-benar berkelahi karena Daisha, dia membuat mereka memperebutkannya, bukannya itu tindakan yang tidak bisa dimaafkan?" Siska memperlihatkan bukti yang didapatkannya kepada Merry.Merry menggeser-geser foto itu mengamati satu persatu fotonya. Lalu menonton video pertarungan antara James dan Henley di arena tinju kemarin sore."Kamu mengambil gambar mereka dari hari ke hari? Menguntit mereka dari belakang?" tanya Merry.Siska panik kemudian berdalih, "Bukan! Aku tidak menguntit mereka! Aku sedang berjalan lalu tidak sengaja melihatnya, kemudian memotret mereka karena merasa ada yang tidak beres, hubungan mereka terlalu dekat dan Daisha jadi kurang sopan pada tuan Henley maupun tuan James," ucap Siska."Oh jadi begitu," ucap Merry seraya mengangguk."Dia tidak bekerja dengan benar, dia hanyalah seorang pelayan tapi merangkap menjadi penggoda tuannya sekaligus! Lebih
Flashback OnMalam itu Daisha mendatangi kamar James seperti biasa. Melakukan pekerjaannya sebagai pelayan khusus untuk James. Akan tetapi tatkala dirinya hendak masuk. Ford menahannya di ambang pintu. Mengatakan bahwa hari ini James tidak ingin dilayani olehnya sementara Ford yang melayaninya.Sebenarnya Daisha bingung, tidak seperti biasanya James menolak dilayani. Hari-hari bukannya James selalu suka dilayani lalu bonus mengerjainya. Dan lagi Ford berlagak aneh seolah sedang menutupi sesuatu hal darinya. Akan tetapi Daisha kembali ke kamarnya dan tidak mau berpikir macam-macam.Tapi Daisha berdiri menunggu tak jauh dari lantai 3. Seling beberapa menit, dia melihat Ford turun keluar sampai dia mengendap-endap mengikuti Ford akan pergi kemana. Ternyata dia kembali dengan membawa seorang Dokter. Mereka berdua memasuki kamar James. Daisha menguping dari celah pintu, ternyata James terluka.Disitu Daisha penasaran dengan apa yang telah terjadi. Akan tetapi ada baiknya dia tidak mengurus
Segala bujukan dilakukan James agar Daisha tetap di kamarnya. Kini Daisha menyerah dengan segala tipu muslihat pria tampan yang dulunya dia anggap kejam kini sudah dianggap jinak."Periksa mataku apakah makin parah atau tidak?" James bersiasat sembari membawa telapak tangan Daisha menyentuh matanya."Oke baik, padahal aku bukan Dokter, tapi anda malah memintaku untuk memeriksanya," decitnya. Daisha mendekatkan dirinya pada James. Menyentuh pelupuk mata pria yang dulu sangat dia benci karena sikapnya."Mungkin saja mataku bisa cepat sembuh jika kamu menyentuhnya, apalagi kalau dikecup," ucap James modus, dia cuma berdalih mau menggoda gadis itu."Hmmm! Tapi kelihatannya tidak apa-apa kok," ucap Daisha sembari memeriksa mata James."Sebelah sini, aku merasakan sakitnya sebelah sini, di sini juga." James terus menerus menodongkan wajahnya minta disentuh."Untuk sementara waktu begini juga tidak masalah, aku tidak bosan memandanginya lama-lama, dia sangat cantik!" puji James dalam batinny
"Kenapa kau selalu bersikap baik pada orang lain? Kalau padaku? Kamu pasti akan memasang wajah sinis! Ketakutan! Ataupun mengabaikan aku!" ucap James yang tidak terima dengan perlakuan Daisha padanya. Mengatakannya dengan mulut penuh mengunyah makanan. "Anda kan memang menyebalkan!" jawab Daisha jujur sesuai fakta lapangan. "Tapi itu kan dulu! Memang sekarang aku masih menyebalkan buatmu?" protes James. "Masih!" jawaban yang singkat padat dan jelas. James langsung menegakkan tubuhnya, menatap lurus Daisha menampilkan tatapan tajam. "Berkacalah!" tukas Daisha. James memberengut, dia merasa terluka. "Ya sudah, aku akan jadi orang yang kejam saja buatmu!" Daisha tersenyum tipis sambil mengusap bibir James. "Ada makanan di bibir anda," seloroh Daisha. James terbungkam, justru tindakan Daisha tadi membuat James salah tingkah. Pria itu tiba-tiba membeku seperti patung. "Barusan kau mengusap bibirku?" James tidak percaya. "Tuan habiskan makananmu! Sebentar lagi makananku habis!" u
Brak!Daisha keluar dari kamar mandi membuka pintunya kasar. Napasnya terengah-engah tidak bisa dikendalikan. Dia baru saja membantu James menuntaskan keinginan pria itu. Mengakibatkan mentalnya tertekan dan hatinya terganggu.Dia buru-buru duduk di sofa, termenung memikirkan apa yang dia lakukan barusan."Huuuuu tanganku! Memegang yang seharusnya tidak aku pegang," Daisha merengek dengan sedikit perasaan menyesal. Dia membuka kedua telapak tangannya lebar-lebar ke depan wajah."Tidak mengira hidupku akan seperti ini? Bertemu dengan James dan melakukan hal tidak senonoh seperti tadi," gumamnya. Tatapan matanya beralih ke arah pintu kamar mandi. Hawa hangat yang dia rasakan di dalam, keluar dari pintu kamar mandi. Aromanya juga asap dari air hangat itu. Dia juga melihat James masih terkapar di sana.Bayangan wajah James masih membekas kuat diingatannya. Bagaimana mimik tersipu itu, kulit wajah yang merona, napas yang terengah-engah dan sedikit ekspresi sensual James saat merasakan kli
"Nona Daisha! Bisa ikut saya?" pinta Ford yang tiba-tiba muncul memecah obrolan antara Henley dan Daisha."Hey Ford! Sepertinya kau masih marah karena tuanmu kalah olehku," celetuk Henley sambil memperhatikan mimik wajah Ford.Ford tersenyum sambil menunduk segan. Sekalinya melirik Ford bisa tahu apa yang Henley maksud."Maaf tuan Henley! Aku lupa menyapamu! Anda ingin disapa bukan?" "Ah ya ampun! Ternyata kau bisa membaca isi pikiranku ya?" sahut Henley seraya tersenyum jenaka. Si bungsu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Tuan Henley saya ada urusan dengan nona Daisha!""Silahkan saja! Asal jangan bawa kabur Daisha saat aku akan mengajaknya kencan sore nanti," seloroh Henley memperingati dengan nada bercanda."Ahahaha!" Ford tertawa kencang dengan kepura-puraan. Memang itu yang mau dilakukannya, membawa Daisha untuk bersembunyi agar tidak berkencan dengan Henley."Baiklah! Nona Daisha ayok!" ajak Ford ingin bergegas.Daisha menurut saja, mengikuti kemana Ford berjalan. "Nona!
Waktu menunjukkan pukul 15.45, Henley sudah berdandan rapih dengan setelan pakaian casualnya. Kaos putih lengan pendek dengan outer kemeja hijau sage dan bawahan celana chino warna moka kemudian sepatu sneakers warna putih melengkapi tampilan Henley sore ini. Dia membiarkan rambut hitamnya yang sehat itu ditata menjadi belah tengah. Dia tak perlu Pomade karena rambutnya halus dan mudah diatur. Henley keluar dari kamar setelah berkaca tadi. Namun di depan pintu Merry tengah berdiri menunggunya. "Eh Merry! Ada apa?" tanya Henley. "Uhmm! Tuan Henley, selamat sore! Ngomong-ngomong pakaian anda begitu rapih? Mau pergi kemana?" tanya Merry basa-basi. "Aku mau pergi berkencan," jawab Henley jujur apa adanya. "Berkencan?" Merry pura-pura terkejut. "Ya! Dengan salah satu bawahanmu!" Merry diam terheran-heran sebab Henry begitu jujur menjawab pertanyaannya. "Kau tidak terkejut? Jangan-jangan kak James sudah memberitahumu ya?" tanya Henley sedikit mencecarnya dengan raut jenaka. "Mana