"Malam ini aku akan tidur di ruang belajar. Renungkan kesalahanmu dan minta maaflah setelah kau menyadarinya," ucap Farhan kepada Rania.
Farhan membanting pintu kamar, pergi dalam keadaan marah tanpa menghiraukan tangis Rania. Malam ini, dia akan tidur di ruang belajar agar Rania bisa merenungkan kesalahannya yang sudah menuduh macam-macam, dan meminta maaf keesokan harinya.Ya, memang tuduhan Rania tidak lah salah. Namun, ego dalam diri Farhan begitu tinggi, hingga tidak mau mengakui kesalahannya sendiri. Farhan tidak merasa bersalah atas hubungannya dengan Dinar karena sejak awal wanita itu lah yang dia cintai.Rania tertawa sumbang selepas suaminya pergi. Lucu sekali, jelas-jelas Farhan yang bersalah, dia yang berselingkuh. Namun, pria itu malah memutar balikkan fakta, bertingkah seolah dirinya yang teraniaya."Seharusnya kau yang meminta maaf, kau yang harus merenungi kesalahanmu, bukan aku!" teriak Rania, frustrasi.Tangisnya pecah tak terbendung lagi. Rania bahkan memukul-mukul dadanya yang sedari tadi terasa begitu sesak.Luka dalam hati atas meninggal papanya karena kecelakaan mobil masih basah. Sekarang ditambah lagi dengan pengkhianatan suaminya.Memang, Farhan tidak mengakui perselingkuhan tersebut. Namun, mata Rania masih berfungsi dengan baik, yang terlihat di restoran dan di hotel tadi bukanlah kesalahpahaman semata. Rania yakin Farhan memiliki hubungan spesial dengan sekretatisnya. Jika suaminya tidak mau mengaku, dia sendiri yang akan mencari tahu.Getaran ponsel yang beradu dengan meja menyadarkan Farhan dari lamunannya. Dia yang sedang duduk bersandar di kursinya sambil memijit-mijit pangkal hidung, langsung mendengkus kasar sebelum akhirnya mengambil benda pipih yang menyala itu untuk menjawab teleponnya."Kenapa kau belum tidur, hm? Sekarang sudah larut malam, seharusnya kau sudah beristirahat." Farhan langsung menegur seseorang yang ada di seberang telepon karena menghubunginya di tengah malam seperti ini."Aku tidak bisa tidur karena memikirkan Mas," jawab Dinar dengan nada manja.Ya, orang yang baru saja menghubungi Farhan adalah Dinar, kekasih gelapnya."Mas baik-baik saja, Dinar. Kau tidak perlu mencemaskan mas," ucap Farhan dengan suara berat.Pria itu membenarkan posisi duduk, tangannya yang bebas kembali memijit pangkal hidungnya. Dia merasakan kepalanya berdenyut sakit saat ini. Entah karena beban pekerjaan atau karena permasalahan rumah tangga.Hening. Tak terdengar suara sahutan dari seberang telepon selama beberapa detik, tetapi Farhan masih menempelkan benda pipih itu di telinganya."Apa Rania memarahi Mas?" tanya Dinar ragu-ragu.Farhan mendengkus kasar. "Tidak. Semuanya baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir," katanya, menenangkan."Jadi, Rania belum tahu hubungan kita?" tanya Dinar lagi, memastikan."Saat ini Rania belum tahu mengenai hubungan kita, tapi sepertinya dia sudah mulai curiga," jelas Farhan sambil menghela napas panjang.Satu sisi Farhan tidak ingin hubungannya dengan Dinar terbongkar karena ingin mempertahankan rumah tangganya dengan Rania. Namun, di sisi lain dia juga tidak ingin mengakhiri hubungan terlarang dengan Dinar.Sungguh, saat ini Farhan sedang berperan sebagai pria egois dan maruk. Dia ingin memiliki dua wanita sekaligus dalam genggamannya."Bagaimana kalau nanti Rania tahu tentang hubungan kita, lalu dia meminta Mas untuk berpisah denganku? Apa yang akan Mas lakukan?"Farhan mendengar nada kecemasan di dalam suara Dinar saat ini. Dia paham perasaan kekasihnya itu. Bagaimana pun, Dinar sudah memberikannya kenyamanan dan kebahagiaan yang tidak dia dapatkan dari Rania. Jadi, tidak mudah rasanya bila begitu saja mengakhiri semuanya."Aku sangat takut Mas Farhan akan meninggalkanku," tutur Dinar lagi dengan nada lirih menyayat hati Farhan."Itu tidak akan pernah terjadi, Dinar. Mas tidak akan pernah meninggalkanmu," ucap Farhan."Benarkah?""Ya.""Janji?""Janji," sahut Farhan yakin.Dari tempat yang berbeda, Dinar nampak tersenyum senang mendengar jawaban Farhan yang berjanji tidak akan meninggalkannya. Perasaan cemas takut kehilangan pria yang sangat berarti dalam hidupnya itu sedikit berkurang sekarang. Bagaimana pun, Dinar sangat yakin, Farhan akan lebih memilihnya dari pada Rania."Bagaimana jika Rania meminta Mas untuk memilih? Siapa yang akan Mas pilih, aku atau Rania?" tanya Dinar. Sekali lagi, dia ingin memastikan jawaban Farhan."Jangan berpikir macam-macam. Rania tidak akan pernah melakukan hal itu," jawab Farhan.Pria itu menolak memilih siapa yang akan dia pertahankan di antara istri dan kekasihnya. Bagi Farhan, semua itu adalah pilihan yang sangat sulit, dan dia tidak akan pernah melakukannya. Farhan yakin akan memiliki keduanya dan hidup dengan bahagia."Tapi semua bisa saja terjadi. Kedepannya mungkin Rania akan tahu dan dia akan meminta Mas untuk memilih," ujar Dinar. Kali ini terdengar nada penuh penekanan di setiap kata-katanya."Sudah mas katakan, itu tidak akan pernah terjadi. Mas tidak akan meninggalkanmu dan Rania, oke!" tegas Farhan."Sudah malam, cepat tidur! Jangan dibiasakan tidur larut malam, itu sangat tidak baik untuk kesehatanmu," tutur Farhan."Aku tidak bisa tidur sekarang, dan aku juga merasa sedang tidak enak badan," ucap Dinar lirih. "Aku sangat merindukan Mas, aku ingin Mas ada di sini sekarang," sambungnya lagi, manja."Istirahatlah! Besok pagi mas akan menemuimu," ucap Farhan. "Mas tutup dulu teleponnya agar kau bisa segera tidur.""Baiklah," sahut Dinar lirih. "I love you, calon suamiku," katanya dengan menekankan kata "calon suami".Farhan terkekeh pelan mendengarnya. Ah, kekasihnya itu memang sangat pintar membuat moodnya cepat membaik."I love you too," jawab Farhan. Dia mengakhiri teleponnya dengan kecupan hangat jarak jauh.Tanpa Farhan sadari, Rania mendengar percakapannya dari balik pintu yang terbuka sedikit.Rania bangun pagi-pagi sekali. Meskipun dia sedang marah kepada Farhan, tetapi dia tidak melupakan kewajibannya untuk melayani sang suami yang akan berangkat ke kantor. Dia memasak, menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Farhan.Sejak menikah, Farhan langsung membawa Rania tinggal di rumah yang sudah dia beli sebelumnya. Pria itu beralasan ingin belajar hidup mandiri ketika Ardan, sang mertua bertanya alasannya tidak ingin tinggal di rumah mewah milik Ardan.Farhan juga meminta agar Rania berhenti bekerja supaya bisa fokus mengurus rumah dan suami saja. Awalnya Rania keberatan karena sejak kecil dia sudah bercita-cita ingin menjadi pebisnis yang hebat. Namun, demi menghormati Farhan yang sudah menjadi suaminya, wanita itu pun setuju untuk tidak bekerja."Wangi sekali, kau masak apa pagi ini?" tanya Farhan yang baru saja tiba di dapur.Pria itu bersikap seolah tidak terjadi apa pun tadi malam. Sama sekali tidak ada raut rasa bersalah atau pun niatan untuk meminta maaf.
Farhan tertawa ringan, dia benar-benar pintar menyembunyikan kebohongannya di balik sikap yang tenang dan tutur lembutnya. Dia menghela napas panjang sesaat sebelum menjawab rasa penasaran yang menyelimuti hati Rania.Kedua tangan Farhan mencengkeram bahu Rania tanpa menyakitinya. Matanya yang teduh menatap dalam-dalam wajah sang istri hingga perlahan membuat wanita itu sedikit melemah."Seharusnya kau tanyakan langsung kepadaku malam itu juga agar tidak terjadi kesalahpahaman," ucap Farhan.Kedua alis Rania mengernyit dalam, berusaha mencerna maksud perkataan suaminya."Apa maksudmu?"Farhan kembali menghela napas panjang. "Kau salah paham, Rania," katanya. Seulas senyum manis menggoda terukir di sudut bibir Farhan sebelum melanjutkan perkataannya. "Semalam aku berbicara dengan Nara di telepon, dia bilang sangat merindukanku. Kau tahu kan kalau anak itu dekat sekali denganku, dan kita juga sudah lama tidak menemuinya."Ah, ya, Nara. Rania lupa bahwa suaminya
Seorang wanita yang masih mengenakan pakaian tidur tipis dengan wajah sedikit pucat berjalan gontai untuk membukakan pintu. Bibir tebalnya langsung memaju ke depan saat pria yang ditunggunya menampakkan wajah di hadapannya. "Kenapa Mas lama sekali?" tanya Disti kepada Farhan yang masih berdiri di ambang pintu sambil membawa kresek berwarna putih di kedua tangannya.Pria itu langsung menerobos masuk walau belum dipersilakan oleh pemilik kamar. Dia menyimpan belanjaannya di atas meja, kemudian kembali menghampiri sang kekasih.Dengan begitu mesra Farhan langsung memeluk Dinar dari belakang dan tak berhenti menciumi wajah juga leher wanita itu."Mas merindukanmu, Sayang," bisik Farhan.Embusan napas pria itu mengenai leher jenjang Dinar hingga membuat kekasihnya itu menggelinjang karena geli. Dinar langsung berbalik, saling berhadapan dengan Farhan, menatap lamat wajah tampan itu dengan pandangan yang polos dan teduh."Aku sudah cemas, kupikir Mas tidak jadi ke
"Maaf," ucap Rania tanpa melihat lawan bicaranya. Dia langsung berinisiatif mengambilkan ponsel orang yang dia tabrak untuk dikembalikan kepada pemiliknya."Rania?"Mendengar namanya disebut, Rania pun langsung menoleh, melihat orang yang memanggilnya. Kening Rania mengerut, mencoba mengingat wajah tampan yang ada di hadapannya."Kau mengenalku?" tanyanya bingung.Dia sampai lupa pada niatnya yang ingin mengembalikan ponsel pria tak dikenal yang baru saja dia ambil dari tanah.Pria tampan itu mengangguk, lalu mengembangkan senyum manis kepada Rania."Aku Ken," katanya. Namun, Rania masih belum bisa mengingat siapa pria itu. "Aku Kendrick," ulangnya."Kau benar-benar Rania, 'kan?" tanya Kendrick seolah ingin memastikan bahwa dirinya sedang tidak salah orang."Ya, aku Rania, tapi maaf aku tidak bisa mengingat siapa kau," ucap Rania menampakkan raut rasa bersalah karena benar-benar tidak mengenali Kendrick.Seingat Rania, dia tidak memiliki teman pri
Rania refleks mundur sambil menutup mulut dengan tangannya, menghalangi niatan Farhan yang ingin melahap bibirnya. Rania tidak ingin melakukan hal itu sekarang karena bisa merusak kembali riasan yang sudah susah payah dia kerjakan. Bukan apa, karena jika sudah berciuman Farhan pasti ingin melakukan hal yang lebih, dan itu tidak cukup waktu yang sebentar."Jangan sekarang, kau bisa merusak make up-ku," tolak Rania secara halus. Bibir tipis itu memberenggut, sangat menggemaskan. "Aku sudah susah payah berdandan, kau malah ingin merusaknya lagi," sambung Rania.Farhan terkekeh pelan lantas mencubit pelan pipi gembil Rania karena gemas. Setelah itu, Farhan merangkul pinggang ramping sang istri dan menariknya hingga merapat. Pria itu mendekatkan kepalanya tepat di samping telinga Rania."Baiklah, aku tidak akan melakukannya sekarang. Aku akan membuatmu tidak bisa tidur nanti malam," bisik Farhan yang membuat wajah Rania bersemu kemerahan karena malu."Kau-""Ayok
Hati Rania sangat sakit bagaikan kertas yang diremas-remas hingga tak berbentuk kemudian dilempar begitu saja. Dia mengangkat pandangannya lalu menatap Farhan yang sedang menemani Nara mewarnai gambar tanpa berkedip dan dengan sorot berkaca-kaca karena syok. Senyum dan tawa yang terukir di bibir suaminya itu mendadak terlihat bagaikan sebuah ejekan untuknya.Rania kembali tertunduk melihat layar ponsel yang masih menyala dan menampakkan foto Farhan bersama wanita lain. Tanpa sadar dia menggenggam erat benda pipih itu, seolah melampiaskan rasa sakit sekaligus kecewanya terhadap sang suami."Sayang, kau kenapa?" tanya Farhan. Entah sejak kapan pria itu memerhatikannya.Rania terdiam selama beberapa detik. Mulutnya terasa kelu, enggan untuk mengeluarkan suara. Ditatapnya dalam-dalam wajah tampan Farhan tanpa berkedip dan sorot berkaca-kaca.Ingin rasanya Rania berteriak, memarahi Farhan dan bertanya tentang foto-foto yang dia miliki sekarang. Dengan siapa dan sudah
Penglihatan Rania memang tidak salah, Farhan bertemu dengan seorang klien di restoran. Namun, Rania tidak tahu bahwa di dalam sana juga ada Dinar yang sudah menunggu kedatangan Farhan. Beberapa menit selepas meeting dengan kliennya selesai, Farhan langsung menemui Dinar yang sudah menunggunya di meja lain.Farhan menghela napas panjang sebelum menarik kursi kosong dan mendudukinya. Dia menatap Dinar yang nampak sedang bad mood selama beberapa detik."Ada apa? Kenapa kau tiba-tiba ingin mas datang menemuimu?" tanya Farhan. "Kau tahu kan kalau tindakanmu itu sangat berbahaya? Rania bisa curiga kepada kita," sambung Farhan lagi.Dinar nampak cemberut, dia meminum jus miliknya melalui sedotan yang tersedia sebelum menjawab perkataan kekasihnya."Maaf, lagi pula kalau aku tidak memaksa Mas pasti tidak mau bertemu denganku," ujar Dinar sambil menggenggam tangan Farhan di atas meja."Oh, ya. Aku punya sesuatu untuk Mas," ucapnya.Mata Farhan menyipit melihat Di
[Sebenarnya kau ini siapa? Kenapa kau mengirimkan foto-foto suamiku? Apa kau sedang mencoba menghasutku agar rumah tanggaku dengan Farhan hancur?]Rania menghela napas panjang setelah mengirimkan pesan tersebut ke nomor misterius. Dia duduk di tepi ranjang dengan perasaan gundah sambil mengetuk-ngetukkan kedua tangan yang menggenggam ponsel pada dahinya.Otaknya terus berputar memikirkan banyak hal, salah satunya adalah mengenai perselingkuhan Farhan. Apa yang akan dia lakukan jika suaminya itu benar-benar berkhianat?Rania kembali menghela napas kasar. Rasanya begitu sangat menyesakkan, hingga kepalanya pun mendadak berdenyut menyakitkan.[Kau akan pulang jam berapa?]Rania mengirimkan pesan kepada Farhan, ingin memastikan kapan suaminya itu pulang.Beberapa menit menunggu, ponselnya bergetar menandakan ada notifikasi pesan masuk. Rania langsung melihatnya untuk membaca pesan tersebut.[Aku sedang di jalan, sebentar lagi sampai.]Baru saja Rania