Grace memasuki kamarnya, ia mengunci erat-erat kamar itu. Membanting semua perabotan yang ada di atas meja rias, "brengsek,"
Seluruh tirai yang tergantung di atas jendela ia tarik begitu saja, membuang sprei dan bantal guling ke sembarang arah, "bisa-bisanya kau menyerahkan tubuhku pada teman mu Ken, apakah kau tak tahu betapa susahnya aku menjaga semua ini,"
Gadis itu melepas seluruh pakaian yang ia kenakan dengan mengambil sebuah handuk di lemari, ia berjalan ke kamar mandi dan memutar kran air, "aku sangat menjijikan," walau Roger tidak berhasil mengambil keperawanannya tapi tetap saja pria itu menyentuh seluruh bagian sensitifnya, "aku harus menemui Mario, aku harus membicarakan semua ini kepada Mario," ucap Grace di dalam hati.
Air mata yang berlinang membasahi kedua pipinya dan menjadi satu dengan guyuran air yang turun dari atas, Grace menoleh ke arah kaca melihat bercak merah di lehernya, sudut bibir
Drt... drt ..Suara dering ponsel Grace berdering."Mario,""Grace aku menunggumu di taman biasanya,""Apa? Tapi Mario?""Datang saja Grace, aku takkan pulang jika kau tak datang menemuiku disini,"Mario mematikan sambungan telepon, "Mario mungkin ini waktunya aku jujur padamu," suatu saat Mario pasti mengerti bahwa Grace telah menikah, lebih baik Grace berbicara sendiri daripada Mario mengetahui sendiri dan membencinya. Grace segera menuju taman untuk menemui Mario.Sesampai di taman Grace mengambil masker untuk menutupi bibirnya yang terluka. bahkan ia mengerai rambutnya berharap bercak merah di leher itu tak terlihat sama sekali."Grace kau datang?" Mario memeluk erat Grace dan mencium kening Grace.Pelukan itu membuat hati Grace sedikit lebih tenang, dekapan hangat Mario sung
"pukulan yang cukup keras," Ken mengelap sedikit darah yang keluar dari hidungnya.Sesaat ia tersenyum manis menatap Grace namun senyuman itu berubah menjadi tatapan mematikan dalam hitungan detik, "kurasa kau sudah pintar bermain sekarang,""Aaawwhh," lagi-lagi pria itu menarik kasar lengan istrinya, Ken terus berjalan dengan cepat tanpa memperdulikan rintihan Grace walau Grace sudah mencoba melepaskan diri.Cengkraman tangan pria itu terlalu kuat ditambah tarikan yang kasar membuat Grace sedikit meringis kesakitan, "Ken sakit, lepaskan aku, Keenn,"________*********_______BruugKen mendorong tubuh kecil Grace di atas kamarnya hingga terbentur ujung meja laci di dekat kasur, "kau mulai suka bermain sekarang rupanya,"Grace memegang punggungnya dan menatap mata Ken tanpa rasa takut, "kau membuatku putus dengan Mar
Perih, hilang, sakit. Mungkin tiga kata itu yang dirasakan Grace saat ini, ia merenung sendirian di bawah pojokan sudut tembok dengan kedua lututnya yang menempel di dadanya.Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi, sudah berjam-jam ia merenung sendiri setelah apa yang dilakukan suaminya bisa dikatakan sama sekali tidak layak, sekujur tubuh Grace merasakan nyeri yang hebat, terlebih pada selangkangan yang amat perih.Hatinya tergores bagai irisan pedang yang tertancap begitu dalam, "harusnya ini lebih dari cukup atas apa yang sama-sama kita lakukan Ken, aku membunuh Jesseli dan kau merenggut kehormatan ku dengan cara seperti ini, "Grace menatap sprei putih di atas kasur yang sedikit berbekas bercak darah.CklekSuara pintu kamar Grace terbuka, terlihat Ken yang sudah rapi di depan pintu. Grace menoleh sesaat namun ia kembali membuang pandangan dari pria bejat yang mulai melangkah mendekati dirinya.
Ternyata pria itu membawa Grace ketempat pemakaman calon tunangannya dulu, "ayo... memintalah maaf pada Jesseli," teriak Ken yang sudah berdiri di depan pemakaman Jesseli dan mendorong tubuh Grace.Begitu jelas terlihat disana foto Jesseli yang sangat cantik dan di depan sudah ada sebuah ikat bunga, "tunggu, bunga? Aku tidak menaruh bunga, lalu siapa yang menaruh bunga disini?" Tentu saja keberadaan seikat bunga itu menjadi tanda tanya untuk Ken. Namun pemikiran itu segera ia singkirkan, bisa saja saudara atau teman Jesseli dan ia kembali fokus pada Grace yang sudah di depan mata."Cepat kau meminta maaf sekarang di depan Jesseli!" paksa Ken kembali menoleh ke arah Grace."Kau gila? Kau menyuruhku untuk berbicara pada orang yang sudah tidak bernyawa Ken?" balas Grace tak yakin."Hai dengar, memintalah maaf pada Jesseli sekarang dihadapan ku," pria itu menarik tangannya dan mendudukkan tubuh Gra
Pria itu keluar dan membanting keras pintu tersebut, "sini kau," Ken menarik lengan Grace yang sedang duduk, "Ken apa yang terjadi?" tanya Grace.Ken terus berjalan menuju pintu keluar kantor, biarkan saja para karyawan melihatnya. Ia tidak perduli, saat mereka sudah berada di dalam lift Ken mengirim sebuah pesan pada Roger dan Pete untuk segera berkumpul di Apartemen milik Roger.____***____ROGERItulah nama Apartemen yang dibaca Grace di dalam mobil saat ia sudah sampai di sebuah gedung besar dan mewah. Namun bukan kemewahannya yang membuat Grace terdiam dan bernafas sedikit sesak melainkan nama ROGER, bukankah itu adalah sosok pria yang hampir memperkosanya di bar."Ken aku tidak ingin masuk... aku akan tetap disini, aku tidak ingin bertemu pria itu," Grace menggeleng pelan ketakutan."Baiklah.. jika kau tidak ingin bertemu dengan Roger, maka turuti
Entah harus berapa jam lagi wanita itu berdiri dengan bibir yang sudah memucat, hujan malam itu sudah sedikit reda namun tidak dengan dingin yang di rasakan Grace.Dari arah sedikit jauh Ken memutar balik mobilnya, ia sungguh-sungguh benci dengan wanita yang menyandang status istri saat ini. "mengapa setiap aku menatap Grace, aku selalu terbayang akan kematian Jesseli," Tangan Ken memukul keras setir mobil."Ken kau membiarkan dia semalaman di sana?" Tanya Roger menoleh belakang sebentar."Hmm," Ken tak memperdulikan jika wanita itu mati, kini di otak Ken hanyalah dendam akibat kematian Jesseli. Ken mempercepat mobilnya mengantar Roger dan ia ingin segera sampai di rumah.Saat mobil Ken benar-benar hilang meninggalkan Grace yang masih tetap berdiri dengan kedua tangan yang memeluk dirinya sendiri, tiba-tiba saja sebuah mobil sport hitam datang dan berhenti tepat di depan Grace, "Grace mas
Keesokan harinya.Terlihat begitu nyenyak sesosok wanita yang baru saja terbangun dari tidurnya, Grace mencari-cari keberadaan jam dinding dan ia sungguh terkejut melihat jam sudah menunjukkan pukul dua siang, "astaga," Grace berlari membuka pintu dan ia lebih terkejut saat sudah ada Pete duduk di depan meja makan memandang dirinya saat ini .Grace berjalan pelan duduk di depan Pete tersenyum sendiri yang entah itu apa artinya, "kau yakin tak ingin tidur lagi?" Tanya Pete dengan sedikit tersenyum.Wanita itu tertunduk malu menyelipkan rambut di telinga, "maaf aku sungguh lelah kemarin,""Panggil aku Pete, itu namaku," ucap Pete dengan mengolesi selai kacang di selembar roti."Terimakasih Pete," Grace benar-benar nyaman dengan pria yang kini bernama Pete."Makanlah ini," Pete menyodorkan roti yang baru saja selesai ia olesi selai. Tanpa menunggu la
Di dalam mobil Grace hanya diam saja, ia masih kesal atas perlakuan Ken yang membuatnya menunggu lama hingga berjam-jam kemarin malam. Sepanjang perjalanan yang memakan waktu tiga puluh menit itu tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Grace.Hingga mereka berdua sampai di rumahnya, Grace pun langsung turun dari mobil tanpa memperdulikan Ken, "Graceee," teriak Ken masih di dalam mobil tak di perdulikan ."Sial, dia sudah berani menentang ku sekarang," Ken melepas sabuk pengaman dan menutup keras pintu mobil. Ia berlari cepat menghampiri Grace yang sudah berada di atas tangga, "rupanya kau sudah berani menentang ku?" Ken mengunci kedua tangan Grace di belakang punggung."Aku membencimu Ken, jika bukan karena adikku aku takkan menikahi pria semacam kau," ucap Grace dengan nafas tak teratur membuat payudaranya naik turun.Pria itu semakin mengunci erat kedua tangan Grace, "jadilah jalang yang baik G