Share

Bab 3

Sesuai apa yang dikatakan oleh Stella kepada ayahnya kemarin. Hari ini Stella akan berjalan jalan ke pasar ditemani oleh Calvin. Sedangkan Alma yang sempat ingin ikut, tidak diizinkan oleh Stella. Stella menyuruh Alma untuk tetap dirumah istirahat. Karena selama Anastasya tidak sadarkan diri Alma mengalami banyak kesulitan.

Stella berdiri didepan rumah menunggu Calvin yang sedang bersiap. Hari ini Stella memakai dress berwarna pink dengan hiasan hiasan cantik di rambutnya.

"Lama banget sih, kaya gadis aja" Ujar Stella kepada Calvin yang baru keluar rumah.

"Kamu harus sabar sedikit! Lihat! Bagaimana penampilan ku hari ini?" Ujar Calvin sambil memutarkan badannya dihadapan Stella.

Calvin memakai baju kuno berwarna ungu gelap dengan celana hitam. Dia juga membawa senjata seperti pedang untuk berjaga jaga jika tiba tiba hal yang tidak diinginkan terjadi. Penampilan Calvin hari ini cukup menarik dimata Stella.

"Tampan sekali" Ujar Stella sambil mengacungkan kedua jempolnya "Lalu bagaimana dengan penampilan ku?" Ujar Stella sambil memutar badannya dihadapan Calvin

"Seperti biasa. Kau sangat jelek" Ujar Calvin berbohong.

Melihat wajah adiknya yang siap untuk melontarkan amarah. Dengan cepat Calvin berjalan meninggalkan adiknya dibelakang. Pantas saja Anastasya tidak pernah akur dengan kakak laki lakinya, itu semua karena Calvin sangatlah menyebalkan dan gemar menggoda Anastasya. Mungkin jika Stella mempunya kakak seperti Calvin didalam kehidupannya, Stella akan buru buru menjualnya.

"Hei awas saja nanti!" Ujar Stella dengan nada yang meninggi.

****

Stella dan Calvin berjalan berdampingan menelusuri pasar. Banyak sorot mata yang mengarah kepada mereka. Mereka seperti madu yang berada ditengah tengah lebah. Wajah mereka yang berkualitas tinggi sangatlah mencolok apalagi mereka termasuk kedalam keluarga bangsawan. Walaupun aslinya Stella hanyalah seorang pencuri dimasa depan.

Saat berjalan jalan mata Stella tertuju kepada seorang wanita paruh baya penjual gelang dan kalung buatan. Salah satu gelang buatan wanita paruh baya itu sangatlah menarik hingga membuat Stella mampir ke dagangannya. Calvin yang berada disebelah Stella pun ikut berhenti.

"Wah nona sangat cantik, apakah ada yang ingin nona beli?" Ujar wanita  penjual dengan ramah.

"Aku mau yang ini. Berapa harga gelang ini?" Ujar Stella. Stella menunjuk ke arah gelang buatan dengan hiasan kupu kupu yang cantik.

"Selera nona sangatlah tinggi. Gelang ini memang yang terbaik. Harganya hanya 3 koin perak" Ujar wanita penjual.

Stella baru ingat kalau dirinya tidak membawa uang seperak pun. Stella menatap Calvin yang berdiri disebelahnya. Pasti Calvin membawa uang untuk berjaga jaga.

Calvin sangat paham dengan tatapan yang dilontarkan adiknya. Pasti saat ini dialah yang disuruh untuk membayar gelang yang diinginkan adiknya. Calvin memutar bola matanya malas, lalu mencoba mengambil uang dari kantong kecil miliknya.

"Nona, apakah nona menginginkannya?" Tiba tiba seorang pria berpakaian serba hitam datang dan berdiri disebelah Stella.

"Ya, saya menginginkannya. Ada apa? Apakah kamu juga menginginkan gelang ini?" Tanya Stella yang menatap pria tampan yang memakai pakaian serba hitam disebelahnya.

"Aku akan membayarnya untuk nona. Tadi harganya 3 koin perak kan? Ini uangnya" Ujar pria berpakaian serba hitam sambil memberikan 3 koin perak kepada wanita penjual.

Dari gelagatnya sudah terlihat jelas bahwa pria berpakaian serba hitam disebelah Stella menyukai Anastasya. Enak sekali memiliki wajah yang cantik. Membeli barang saja tidak perlu membayar sendiri, cukup berdiri sambil melihat lihat barang tiba tiba sudah ada yang bersedia membayar. Andai kehidupan Stella dimasa depan seperti ini, mungkin dia tidak akan capek capek menjadi pencuri.

"Terimakasih atas kemurahan hati tuan. Tetapi tidak perlu, biar saya saja yang membayar" Ujar Calvin.

Calvin mengambil uang milik pria berpakaian serba hitam yang masih berada ditangan wanita penjual. Lalu menukarnya dengan uang miliknya. Setelah itu Calvin mengembalikan uang itu kepada pria berpakaian serba hitam itu.

Stella yang melihat tingkah laku Calvin merasa kagum. Apakah ini sikap seorang Kakak yang cemburu jika adiknya didekati oleh pria lain? Tingkah laku Calvin sangat manis.

"Apakah dia kekasih mu?" Ujar Pria berpakaian serba hitam itu kepada Calvin.

"Bukan, dia adikku. Jadi jangan coba coba untuk mendekatinya!" Ujar Calvin.

"Baiklah, aku minta maaf jika membuat kalian tidak nyaman" Pria berpakaian serba hitam segera pergi meninggalkan Stella dan Calvin.

Stella merasa puas mendapatkan apa yang dia inginkan. Gelang cantik bermotif kupu kupu itu sudah berada dipergelangan tangan kiri Stella. Calvin yang melihat tingkah laku adiknya hanya bisa menggelengkan kepala.

"Kami permisi" Ujar Calvin kepada wanita penjual.

Calvin membawa Stella menjauh dari pedagang gelang. Stella yang ditarik oleh Calvin masih terkagum kagum dengan gelang yang dia kenakan.

"Jangan pernah menerima barang dari orang lain!" Ujar Calvin kepada adiknya yang berjalan disebelahnya.

"Kenapa? Bukannya lebih baik seperti itu? Jadi aku tidak perlu mengeluarkan uang" Ujar Stella dengan santai.

"Kau mau dicap wanita murahan? Seorang wanita harus memiliki harga diri yang tinggi" Ujar Calvin.

"Baiklah baiklah" Ujar Stella.

Mereka kembali menelusuri jalanan pasar. Calvin teringat sesuatu yang hampir dia lupakan yaitu titipan ibunya. Sebelum pergi kepasar nyonya Rose meminta Calvin membelikan sebuah sepatu bermotif bunga. Sehingga mereka harus mampir terlebih dahulu ke toko sepatu terbesar di pasar. Karena hanya disitulah tempat yang menjual sepatu sepatu berkualitas.

"Kak aku juga mau" Ujar Stella kepada Calvin yang sedang sibuk mencari cari sepatu.

"Semuanya saja kamu mau" Ujar Calvin.

"Dasar pelit, bagaimana bisa seorang kakak mengatakan itu kepada adiknya. Harusnya seorang kakak memprioritaskan kebahagiaan adiknya" Oceh Stella dengan panjang lebar.

"Diam atau kamu aku tukar dengan sepatu" Ujar Calvin.

Stella bergidik ngeri mendengar perkataan Calvin. Sifat Calvin bisa berubah dengan cepat. Yang tadinya sangat manis dan sekarang berubah menjadi acuh tak acuh kepada adiknya.

Stella merasa bosan menunggu Calvin yang sibuk memilih sepatu. Calvin memang laki laki, tetapi seleranya sangatlah bagus. Pantas saja nyonya Rose percaya jika menyuruh anak laki lakinya memberi sesuatu.

Stella diam diam keluar dari toko tanpa sepengetahuan Calvin. Awalnya Stella hanya ingin menunggu didepan toko sambil melihat lihat keadaan diluar. Tetapi matanya tertuju kepada segerombolan pria yang sedang duduk disebuah warung kecil sambil berteriak teriak, hal itu membuat Stella tertarik untuk menghampiri mereka.

Stella menghampiri gerombolan pria itu. Saat Stella mendekati mereka, ternyata mereka sedang bermain judi bersama. Pantas saja sangat gaduh dan berisik.

"Hei nona ada perlu apa?" Ujar salah satu dari mereka.

"Aku hanya ingin melihat" Ujar Stella.

"Seorang gadis tidak diterima disini. Lebih baik bantu ibumu masak saja sana" Ujar salah seorang pria sambil tertawa terbahak bahak.

"Hei jangan meremehkan seorang perempuan! Kalian pikir aku tidak mengerti?" Ujar Stella dengan nada yang tinggi.

Para pria itu saling bertatapan lalu tertawa terbahak bahak bersama. Mereka berpikir bahwa Stella sudah kehilangan akal sehatnya sehingga berani berbicara seperti itu. Orang orang yang berada disekitar pun ikut menertawai Stella, sehingga membuat Stella merasa kesal.

"Baiklah nona, jika nona mengerti cobalah untuk ikut bermain" Ujar salah seorang pria.

"Aku tidak membawa uang. Tetapi aku akan ikut menebak bagaimana?" Ujar Stella.

"Baiklah kami setuju. Jika tebakan mu benar semua uang bisa kamu ambil tetapi jika kamu kalah dirimu lah yang akan kami ambil" Ujar pria itu dengan tawa yang menjijikan.

Stella menatap semua pria itu dengan tatapan jijik. Ternyata bukan hanya gemar judi mereka juga gemar melecehkan wanita. Sangat malang nasib istri dan anak anak mereka. Pria tidak berguna seperti mereka harus diberikan pelajaran agar tidak berani merendahkan seorang wanita.

Stella menatap permainan judi gerombolan pria itu. Ternyata benar tebakan Stella. Para pria itu berjudi dengan permainan bola kecil yang ditutup dengan gelas kecil. Diantara gelas yang berisi bola ada 2 gelas yang kosong, siapa yang bisa menebak dimana bola berada maka dia lah pemenangnya. Permainan seperti ini sudah menjadi keahlian Stella, karena saat di masa depan Stella sering bermain seperti ini dengan teman temannya.

"Baiklah permainan dimulai" ujar seorang bandar judi.

Bandar menaruh bola di gelas tengah. Lalu memutarnya berkali kali. Mungkin jika melihat ke arah gelas mereka akan kebingungan dan susah untuk menebak. Tetapi Stella melihat ke arah lengan bandar yang dari awal memegang gelas berisi bola.

"Selesai, silahkan dipilih" Ujar bandar itu dengan senyuman liciknya.

"Kanan" Ujar Stella.

"Cepat buka sebelah kanan. Aku tidak sabar melihat dia menjadi milik kita" Ujar salah satu pria.

Dan saat dibuka tebakan Stella benar. Bola memang berada di gelas sebelah kanan. Para pria menatap ke arah Stella dengan tatapan tak percaya, begitupun dengan orang orang sekitar yang ikut menyaksikan.

"Ini pasti hari keberuntungan mu gadis kecil, ayo kita coba lagi" Ujar Bandar.

Stella mengangguk menyetujui permintaan bandar. Mereka mengulang permainan selama 3 kali dan 3 kali berturut turut pula Stella menang. Hal itu sontak membuat para pria kecewa dan merasa aneh dengan Stella.

"Ini semua jadi milikku" Ujar Stella sambil mengambil uang yang berada diatas meja.

"Tunggu kamu pasti seorang dukun kan?" Bandar itu menahan lengan Stella saat ingin mengambil uang.

"Hei peraturan adalah peraturan.  Sesuai yang kalian ucapkan tadi maka semua ini adalah milikku" Ujar Stella.

"BERHENTI!!! PARA PENGAWAL KEAMANAN DATANG" teriak salah seorang pria.

Pengawal istana datang untuk menggerebek tempat judi yang merugikan banyak warga. Para pria yang tadinya bermain bersama Stella sudah lari menghindari para pengawal, tetapi ada beberapa dari mereka yang tertangkap. Stella yang mengetahui kedatangan pengawal istana langsung merapikan uangnya, dia ingin lari tetapi sangat disayangkan jika meninggalkan uangnya begitu saja.

"Sial kenapa mereka harus datang " Ujar Stella yang akhirnya selesai merapikan uang hasil judinya. Stella hendak berlari menghindari para pengawal yang berjalan dibelakangnya.

Stella mematung saat sebuah pedang tajam diarahkan ke lehernya dari belakang. Stella tidak bisa menoleh ataupun berteriak. Jantungnya pun hampir berhenti berdetak. Baru kali ini Stella melihat pedang sungguhan, apalagi pedang itu di arahkan ke leher mulus Stella. Saat ini Stella benar benar mengutuk dirinya yang sangat bodoh karena ikut bermain judi.

"Berhenti nona tukang judi!"

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status