Setelah kepulangan Haikal, Miranda langsung membereskan piring kotor bekas makannya tadi. Sementara Ochan kembali bermain mobil-mobilan.
Di tempat lain, Haikal baru saja tiba di kediamannya. Pak Dedi dan Mamah Siska sudah menunggunya di ruang tamu. Haikal yang baru saja akan menaiki tangga itu terhenti saat mamahnya memanggil.
"Darimana saja kamu, Haikal. Lussi bilang sejak siang kamu gak ada di kantor?" tegur Mamah Siska. Wanita paruh baya itu meletakkan majalahnya di meja, lalu menatap anaknya dengan tatapan mengintimidasi.
"Iya, Mah. Ada urusan penting," jawab Haikal tersenyum kaku sambil garuk-garuk kepala.
"Ada yang ingin kami bicarakan, Haikal. Duduklah sini!" ucap Pak Dedi membuka suara.
Dengan menghela napas pelan, Haikal menjatuhkan bokongnya bersebelahan sama Mamah Siska.
"Ada apa? Kenapa kalian serius banget?" tanya Haikal mengernyit. Suasana di ruangan ini tiba-tiba terasa mencekam.
Pak Dedi menarik napas sebelum memulai pembicaraan.
"Papah dan Mamah berniat akan menjodohkanmu, Haikal," ucap Pak Dedi pelan. Ia menjeda ucapannya sebentar ingin melihat ekspresi anaknya.
Dan benar saja dugaanya, Haikal nampak melotot dengan mulut menganga. Sudah dipastikan Haikal akan menolak.
"Papah bercanda. Haikal gak mau, Pah. Memang-nya Haikal gak laku dijodohkan segala!" tolak Haikal mendengus kesal. "Lagipula, aku sudah mempunyai calon sendiri."
Mata keduanya pun terkejut. "Kenapa gak pernah dibawa ke sini?" tanya Mamah Siska serius. "Jadi kami tidak perlu repot mencarikanmu jodoh. Mamah sama Papah sudah kepingin cucu, Haikal. Siapa nama calonmu itu? Bagaimana dengan bibit, bebet dan bobotnya?"
Haikal tersenyum kaku dengan pertanyaan sang mamah. Ia tak habis pikir sama kedua orang tuanya yang apa-apa selalu memandang status. Padahal di mata Tuhan semuanya sama.
"Apa kalian setuju kalau aku bawa dia ke sini?" tanya Haikal sedikit ragu.
"Kenapa enggak," jawab Pak Dedi bersemangat.
"Calon Haikal janda anak satu."
Jeduarr
Bagai petir di siang bolong. Mamah dan Papah-nya menganga tak percaya.
"Apa-apaan kamu! Mamah gak sudi memiliki menantu janda." Mamah Siska berdiri saking emosinya.
"Mah, Miranda wanita yang baik," ucap Haikal lembut.
"Jadi namanya Miranda. Mamah akan cari tahu siapa wanita itu. Jangan harap kami merestui hubungan kamu!" pekik Mamah Siska.
"Sabar dulu, Mah," ucap Pak Dedi menenangkan.
Haikal mengusap wajahnya kasar. Ia sudah tahu akan ekspresi keduanya. Namun Haikal bersungguh-sungguh untuk meyakinkan kalau Miranda adalah wanita tepat untuk dijadikan istri. Bagaimana pun caranya, Haikal berusaha mengejar restu orang tuanya.
*****
Haikal menatap langit-langit kamar dengan menjadikan lengannya sebagai bantal. Pikirannya tertuju pada kejadian 5 tahun lalu.
Flashback
Haikal patah hati karena pengkhianatan seorang gadis yang dicintainya membuat ia depresi. Setiap hari menghabiskan waktunya di sebuah club dengan minum-minuman keras.
Pada saat itu, Haikal yang tengah mabuk berat tanpa sengaja melecehkan seorang gadis yang masih perawan. Penyesalan terdalam Haikal, ia tidak mengenal siapa gadis tersebut. Di tambah ruangan kamar yang tamaram membuatnya sulit untuk mengingat semua itu. Hanya satu yang terbesit di ingatan Haikal, gadis itu memiliki tanda lahir berbentuk love di bawah pusar.
Kejadian tersebut menorehkan luka di hati sang gadis. Haikal masih ingat betul suara isak tangis yang menggema seteleh dirinya berhasil merenggut mahkota gadis itu. Haikal merasa bersalah dan merutuki kebodohannya.
Tentu saja ia akan meminta maaf dan kalau perlu akan melakukan apa saja asal dirinya dimaafkan. Namun ketika Haikal terbangun, gadis itu sudah menghilang entah kemana.
Bertahun-tahun lamanya Haikal larut dalam rasa bersalah yang membelenggunya. Hingga suatu hari Tuhan mempertemukannya dengan wanita cantik bernama Miranda Agnesia. Pertemuan pertama mereka membuat Haikal merasakan jatuh cinta lagi dan mulai melupakan semua kenangan buruk yang terjadi. Sayangnya, ternyata cinta Haikal bertepuk sebelah tangan. Nyatanya untuk mendapatkan Miranda lebih susah daripada melamar seorang gadis.
"Aku mencintamu, Miranda. Bahkan rasa cinta ini lebih daripada aku mencintai Aluna."
Entah kenapa setiap kali melihat mata Miranda membuatnya seperti mengingat sesuatu. Haikal merasa nyaman berada di sisi Mira, walaupun wanitanya selalu saja menghindar, justru itu membuat Haikal semakin gemas.
"Akhirnya aku bisa melihatmu sedekat itu, sayang. Kau sangat cantik," gumam Haikal tersenyum tipis. Mengingat gerakan lincah Mira saat memasak tadi dan menyiapkan semua makan malamnya membuat Haikal semakin menggebu.
"Kau sangat cocok menjadi istriku."
Larut dalam pikirannya Haikal pun langsung terlelap.
Sementara di sisi lain, Miranda berusaha untuk memejamkan mata. Namun entah kenapa menjadi gelisah. Sebelum tidur Ochan sempat mengatakan sesuatu yang membuat dirinya terus kepikiran.
"Mama, Om Ikal milip ya sama Ochan."
"Apa Om Ikal itu papa Ochan, Ma?" tanyanya sangat polos. Tentu saja Miranda mengelak. Dan mengatakan bahwa papanya sudah berada di surga dan Haikal bukanlah papahnya.
Miranda sebenarnya sedih membohongi anak sepolos Ochan. Ia pun juga tak sanggup menceritakan semuanya. Ochan masih terlalu kecil untuk memahami apa yang terjadi.
"Apa jangan-jangan Pak Haikal adalah--"
"Tidak--tidak. Itu gak mungkin." Miranda memijat pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut. "Tapi kalau di lihat-lihat, ucapan Ochan memang ada benarnya. Dia mirip banget sama Pak Haikal."
Mira terus bertanya-tanya dalam hatinya. Menghilangkan pikiran buruk kalau Haikal adalah pria brengsek yang telah menodainya.
Setiap kali mengingat kejadian 5 tahun lalu membuat dirinya merasa terpukul. Ia adalah korban dari laki-laki bejat yang tak bertanggung jawab.
****
"Bapak manggil saya?" asisten Joe masuk membawa berkas-berkas.
"Iya, aku bisa minta tolong padamu, Joe?" tanya Haikal serius.
"Dengan senang hati, sekalian ini ada beberapa berkas yang harus bapak tanda tangani." Joe menggeser map cokelat itu di hadapan Haikal.
"Baik, kau duduk dulu!" titah Haikal.
"Iya, Pak." Joe duduk berhadapan dengannya.
Setelah semua berkas di tanda tangani, Haikal menyerahkannya kembali pada Joe.
"Jadi begini, Joe." Haikal terlihat menarik napasnya sebelum berbicara.
"Kau tahu kan club malam yang berada dekat cafe jepang itu?" tanya Haikal yang langsung diangguki kepala oleh Joe.
"Tahu, Pak. Lalu?"
"Saya minta tolong sama kamu, cari informasi data mengenai semua karyawannya 5 tahun lalu!" ucap Haikal membuat Joe mengernyit.
"Maaf, Pak. Tapi untuk apa?" tanya Joe sedikit ragu.
"Carikan saja Joe. Dan kabarin saya secepatnya!" ucap Haikal sambil memijat pelipisnya yang terasa pening.
"Baik, Pak. Saya akan kesana sore nanti," ucap Joe.
"Baiklah, kau boleh pergi."
Haikal kembali melanjutkan pekerjaanya. Namun tiba-tiba beberapa detik kemudian pintu terdorong dengan kasar yang mana membuat Haikal langsung terlonjak.
"Hei, kau punya etika tidak?" ucap Haikal geram.
"Gawat, Pak. Pak Raykel akan melamar Bu Mira malam ini," ucap seorang pria bertubuh besar. Orang suruhan Haikal untuk memantau Miranda dari kejauhan.
"Sial!" gumam Haikal dengan gigi mengerutuk.
"Aku tidak boleh kalah star darinya."
Haikal mengatur nafasnya perlahan. Ia tidak boleh gegabah dalam mengambil tindakan. Biarlah apa yang Raykel lakukan. Ia akan memikirkan cara untuk menggagalkan rencananya."Apa aku harus melamar Mira juga malam ini. Tapi bagaimana dengan mamah dan papah? Mereka tidak merestui hubunganku." Haikal mengusap wajahnya kasar."Kalau menurut saya itu terlalu cepat, Pak. Lagipula bapak belum mengenal Bu Mira lebih dalam," ucap orang suruhannya yang kini berdiri di hadapan Haikal."Kau tahu apa tentang wanitaku? Aku memang belum mengenalnya lebih jauh, tapi aku yakin Miranda adalah wanita baik-baik.""Maaf, Pak. Bukannya saya lancang, tapi--""Tapi apa?" tanya Haikal menatap tajam."Informasi yang saya dapat, Bu Miranda itu sebelumnya tidak pernah menikah," ucap pria itu menunduk takut."Maksud-mu, Miranda hamil di luar nikah. Begitu?" tanya Haikal menyelidik."I-iya, Pak. Maaf saya harus menyampaikan berita tidak enak ini.""Bai
Raykel pulang dengan keadaan kecewa. Betapa tidak, semua rencana yang sudah ia susun rapi untuk melamar wanita pujaannya gagal total. Haikal tiba-tiba datang dan mengacaukan semuanya."Tidak peduli siapapun kamu, kalau sudah mencari masalah denganku. Lihat saja apa yang kulakukan!" janji Raykel dalam hati.Sementara itu, Miranda merasa tenang karena kedatangan Haikal membuatnya sedikit lega. Ia seakan baru saja menghirup udara bebas setelah apa yang terjadi beberapa menit lalu. Kedatangan Raykel yang melamarnya secara mendadak, tentu saja membuat dirinya terkejut. Ia akan membicarakan ini dengan Raykel ketika di kampus nanti. Miranda tak mau penolakannya manjadi musuh dan itu akan berpengaruh ke pekerjaanya, secara mereka satu profesi dan hampir setiap hari bertemu."Terima kasih," ucap Miranda pada Haikal. Saat ini mereka duduk di bangku teras depan. Setelah kepulangan Raykel, Haikal meminta waktu sebentar untuk mengobrol dengannya."Sama-sama, Mir
"Ma-mamah, ko di sini, sama siapa?" tanya Haikal gelagapan.Sementara Mira menunduk sambil meremas jemarinya. Tatapan tajam yang dilemparkan Mamah Siska seakan membuatnya sulit untuk bernapas."Kebetelun mamah ada janji dengan ibunya Cindy," jawabnya ketus. "Kamu sendiri ngapain, bukannya kamu gak suka pergi ke Mall?" tanyanya sinis sambil melipat kedua tangan di dada."Emm, aku--""Mamah, Om Ikal--" teriak Ochan tiba-tiba. Anak itu berlari ke arahnya sambil tersenyum. Namun, saat melihat wanita tua di hadapannya, senyum Ochan pun seketika langsung meredup. Ia mendek-mendek ketakutan, dan membenamkan kepalanya di perut Miranda."Sayang, jangan takut ya. Ini Omah," ucap Haikal memperkenalkan.Sontak saja mata Mamah Siska membulat. Ia sama sekali gak sudi harus dipanggil Omah dengan anak yang sama sekali bukan cucunya."
1 minggu kemudianHaikal kembali fokus dengan pekerjaannya. Kini ia menjauhi Mira untuk sementara waktu. Haikal menjauhinya bukan tanpa alasan. Ia ingin memikirkan cara bagaimana agar mendapat restu kedua orang tuanya. Itu lebih utama. Barulah ia fokus demi tujuannya.Tidak bertemu Mira selama 1 minggu membuatnya resah. Namun Haikal juga mengerti kalau wanitanya butuh waktu sendiri setelah kejadian bertemu mamahnya di mall saat itu.Sementara Mira yang menyadari perubahan sikap Haikal yang tidak menemuinya akhir-akhir ini menjadi sedih. Ia merasa kehilangan sosok semangat yang selama ini muncul di hadapannya. Kedatangan Haikal yang selalu muncul mendadak membuatnya sebal, namun hal itu tanpa disadari ternyata berhasil menumbuhkan benih-benih cinta di hatinya. Miranda pun bingung. Mulutnya berkata tidak, namun ternyata hatinya bertolak belakang."Kenapa aku sesedih ini," batin Mira mengaduk-aduk minuman bobanya. Tatapannya sangat kosong. Akhir-akhir ini ia
Malam hari (Di kontrakan Miranda)Ia tengah berkutat memasak omelet atas permintaan Ochan. Dengan sangat telaten, Miranda menyiapkan bahan-bahan yang di perlukan seperti telur, daun bawang dan bumbu-bumbu lainnya yang menambah kenikmatan masakan tersebut.Sementara Ochan menunggu masakannya matang sambil menonton TV. Aromanya yang mulai menguar seisi ruangan membuat Ochan menghirup dalam-dalam sambil memegangi perutnya yang keroncongan."Ma, syudah belum. Ochan lapal," teriaknya dari sudut.Miranda hanya tersenyum, lalu menjawab."Dikit lagi, sayang. Tadi kan Ochan baru makan indomie, masa sudah lapar lagi sih," ucap Miranda gemas. Tapi ia senang jika Ochan nafsu makan seperti ini. Tubuhnya pun sudah mulai keliatan berisi. Terlihat dari pipinya yang gembil."Nah sudah matang deh." Mira mengambil dua piring beserta sendok dan garpunya."Di habisin ya, Nak," ucap Mira menyodorkan omelet-nya."Iyah, Mamah juga," sahut Ochan.
Dari mana saja kamu Haikal?" Mamah Siska langsung menghadang putranya begitu hendak menaiki tangga. "Mamah, kok belum tidur." Haikal menoleh dan tersenyum tanpa rasa bersalah. Ia pun menyadari ekspresi sang mamah yang sudah dipastikan sedang marah. Karena, tak menepati janjinya untuk pulang cepat dan makan malam bersama Cindy. "Maaf, Mah. Tadi aku--" "Jawab pertanyaan mamah, Haikal! Kamu dari mana?" cecarnya mengintimidasi. "Dari apartemen Jaja, Mah," ucap Haikal terpaksa bohong. Ia tak ingin mamahnya menyalahkan Mira, atas dirinya yang tak menepati janji untuk makan malam bersamanya. Haikal memang sengaja menghindar. Makanya ia berlama-lama di rumah Mira. "Besok lagi bicaranya ya. Aku capek banget," ucap Haikal memelas. "Semenjak kenal wanita itu. Sikap kamu jadi berubah, Haikal. Kamu sering membangkang. Kamu tahu, Mamah, Papah sama Cindy sudah menunggu sangat lama. Cindy benar-benar kecewa sama kamu!" "Ya baguslah kal
Di ruangan meeting Haikal memandang jengah, seorang pria yang berdiri membacakan sebuah presentasi. Walaupun pria itu menjelaskan dengan sangat detail dan profesional, namun terlihat sangat jelas rautnya memancarkan aura permusuhan. Aura yang membuat Haikal muak untuk menatapnya. Betapa tidak, dia adalah Sky Devano. Saingan terbesar Haikal dalam bisnis maupun percintaan. Dulu mereka sama-sama mencintai wanita yang sama, yaitu Aluna. Sebab itulah hubungan keduanya tidak pernah membaik. Hingga akhirnya mereka dipertemukan lagi sekarang atas tawaran kerja sama untuk pembangunan hotel di kota Bandung. "Senang bertemu lagi dengan Anda, Pak Haikal Haditama," ucap Sky tersenyum misterius. Ia mengulurkan tangannya pada Haikal. Haikal tersenyum kecut. Ia bahkan enggan menerima uluran tangan tersebut. "Ok..." Sky akhirnya menarik kembali uluran tangannya. Ia tersenyum smirk. Saat ini mereka hanya berdua. Setelah meeting selesai, tentunya semua kembali l
Tadi sebelum mulai meeting Haikal meminta Joe untuk membeli sebuah cincin. Ia memang berniat akan melamar Mira hari ini. Tak peduli dirinya akan ditolak, yang terpenting Haikal sudah berusaha. Ia memang bukan tipe pria yang suka basa-basi, apalagi Mira sudah memberikannya lampu hijau lewat ciuman malam itu. Dulu saat bersama Aluna pun, ia melamarnya. Namun, Aluna menolak dengan alasan ingin fokus dengan karir.Miranda membuka kotak itu dengan tangan yang gemetar. Seketika matanya berbinar melihat sebuah cincin berlian yang mengkilau di hadapannya."Pak Haikal," lirih Mira tak percaya."Maukah kamu menikah denganku, Mir?" Haikal menatap penuh harap.Jantung Mira sudah berdetak cepat dari tadi. Seumur hidup, baru kali ini dirinya merasakan hal yang romantis dari seorang pria. Dulu semasa gadis, Mira memang tidak pernah berpacaran apalagi sampai dilamar seperti ini."Bangun dulu, Pak." Mira membawa Haikal duduk di sebelahnya. "Memang gak pegel jongkok