"Aku merindukanmu," gumam Andres lirih, saat ini ia sedang menyendiri di taman belakang. Membenamkan diri dalam pekat dan dinginnya udara malam.
Keberadaan Andres di rumah Ayana membuat pria itu semakin sering mengingat sosok sang ayah dan segala kisah di masa lalunya. Padahal sebelumnya, Andres jarang mengalami hal seperti ini.
Mungkin, di beberapa waktu tertentu ia memang pernah bernostalgia ke masa lalu namun itu hanya sekilas. Tidak melekat seperti sekarang. Bukan maksud Andres ingin melupakan tentang masa lalunya yang kelam.
Hanya saja pria tangguh itu tak kuasa menahan rasa sakit yang sudah susah payah ia sisihkan dari hatinya. Andres tidak ingin bayangan masa lalu kembali menghantui hidupnya sekarang. Pria itu ingin hidup tenang setelah ini.
Gemericik air di kolam sana terdengar begitu jelas saat malam hari. Andres semakin membenamkan dirinya dalam sunyi, samar-samar telinganya menangkap gemerisik rerumputan yang terjamah kaki seseorang.
<Andres memasuki dapur untuk menyimpan cangkir kotor bekas cokelat panas tadi. Rencananya pria itu akan langsung mencuci cangkir tersebut sendiri. Memang ini hari pertamanya tinggal di rumah itu, tapi sepertinya Andres sudah mulai hafal setiap ruang yang umum digunakan seperti dapur, kamar mandi utama, dan beberapa tempat lainnya di sana. Setidaknya ia tidak tersesat atau salah masuk ruangan seperti kemarin. Andres mampu beradaptasi dengan cepat.Tidak ada bulan madu untuk pengantin baru itu, baik Andres apalagi Ayana sama-sama menolak ujaran orang tua Ayana untuk menghabiskan waktu cuti mereka dengan liburan berdua. Tentu saja keduanya menolak, memangnya siapa yang bersedia berbulan madu dengan musuhnya sendiri?Usai mencuci cangkir Andres lantas mencuci tangannya lalu berbalik badan. Pria itu terhenyak kaget saat mendapati sang istri tengah berdiri di depannya sambil berpangku tangan. Bukannya minta maaf karena telah mengagetkan Andres, gadis itu malah menyeringai jah
Tiga tahun lalu ..."Ayana!" panggil Kanza sambil melambaikan tangan ketika sahabatnya itu baru saja keluar dari gedung rumah sakit. Kanza memang sedang menunggu Ayana dihalaman depan rumah sakit. Kanza ini salah satu rekan kerja Ayana di rumah sakit Downtown, sama-sama dari Indonesia membuat keduanya merasa cocok dari berbagai hal dan memutuskan bersahabat. Kebetulan hari ini gadis asal Jakarta itu sedang bebas tugas. Ia sengaja datang kerumah sakit untuk menemui Ayana. Mereka berencana makan malam bersama di salah satu restoran ternama di Chinatown. Ayana membalas lambaian tangan Kanza dan langsung menuruni beberapa anak tangga dengan semangat, hingga akhirnya ia pun tiba di tempat Kanza menunggu."Kamu beli mobil baru?" "Iya, gimana, bagus, kan?”“Bagus sih, tapi menurutku mobil lamamu yang waktu itu masih bagus.”“Emang Cuma aku
"Kak Aya cepat! Nanti aku terlambat kalau kamu lama begini!” teriak Daniel dari bawah tangga. Ia sedang menunggu kakaknya yang akan mengantarnya ke sekolah pagi ini."Kakak cepatlah!" teriak bocah itu sekali lagi begitu tak sabaran.Daniel mendongakkan kepalanya saat mendengar derap langkah yang menuruni tangga. Wajah masamnya sedikit memudar saat kakak iparnya tersenyum ke arahnya."Hei,masih pagi sudah teriak-teriak, ada apa?" tanya Andres hangat. Ini adalah hari kedua dia menjadi penghuni rumah itu, namun keakrabannya dengan Daniel sudah terjalin cukup baik."Abisnya Kak Aya ngeselin banget, masa jam segini masih di rumah. Mana dandannya lama, aku takut kesiangan ke sekolah.” kesal Daniel, wajahnya memberengut dengan tangan bersedekap di atas perutnya.“Coba hampiri dia dan ajak baik-baik, memangnya dia masih melakukan apa di kamar?”“Masih dandan, Kak, coba Kakak bayangin deh, kak Aya emang gitu. Kalau
Mulai dari sekarang dan beberapa hari ke depan Ayana akan sibuk mencicipi peran barunya sebagai ibu rumah tangga yang sesungguhnya. Ditinggal oleh sang ibu membuat gadis itu harus menyiapkan segala sesuatu sendiri. Terlebih pembantu di rumah Ayana sedang sakit parah, minggu lalu ia meminta izin untuk pulang kampung. Tanpa mempersulit Junia langsung menyetujuinya. Ibu Ayana itu berpesan pada pembantunya untuk istirahat yang cukup, dan tidak perlu mengkhawatirkan pekerjaannya di rumah ini. Junia menyuruh pembantu itu kembali setelah ia benar-benar sehat.Sungguh mulia hati nyonya rumah itu, beruntung sekali orang-orang yang bekerja dengannya. Junia memang terkenal sebagai pribadi pemurah dan berhati lembut seperti sutra. Tak heran wanita yang tampak anggun dengan segala keramah tamahannya itu kerap membuat orang-orang di sekitarnya merasa nyaman dan dihargai. Kepribadiannya yang penyabar sangat cocok jika disandingkan dengan ayah Ayana yang terbilang keras.Suatu kewajar
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 4 jam 59 menit dari bandara New York akhirnya Liliana dan keluarga Andrs sudah tiba di Los Angeles Internasional Airport.Tidak terlalu banyak barang atau pakaian yang mereka bawa pada liburan kali ini. Mengingat ini hanya liburan singkat, Ayana dan Andres hanya membawa beberapa setel pakaian dan sneakers saja, itu pun sudah cukup memenuhi koper mini milik mereka. Seperti bandara pada umumnya, Los Angeles International Airport tampak semarak oleh orang-orang yang sedang menunggu waktu keberangkatan atau kedatangan mereka di penerbangan berikutnya.Ketiga orang itu dijemput oleh sopir utusan nyonya Grave. Tanpa mengulur banyak waktu mereka semua pun langsung memulai perjalanan mereka dengan mobil mewah itu. Membelah jalanan Los Angeles yang ramai lancar dengan kecepatan standar dan terkadang cukup cepat guna menghindari malam yang terlalu larut. Mereka tidak ingin sampai di sana terlalu malam, karena itu akan sedikit tidak
"Sekamar lagi?" gumam Ayana lemah, tenaganya sudah habis terkuras seharian ini. Tidak sabar rasanya untuk segera membenamkan diri di atas tempat tidurking sizeyang berada di kamar tamu –tempat di mana Ayana dan Andres berada kini."Tidak ada pilihan lain. Bagi mereka kita adalah pasangan yang sesungguhnya," sahut Andres meninggalkan Ayana yang masih berdiri diambang pintu tertutup.Andres menggeret kopernya juga milik Ayana, diletakanlah koper itu di samping tempat tidur. Tepatnya di samping nakas, tempat sebuahtable lampberdiri dengan apik dan memberikan penerangan remang diruangan itu. Andres mengempaskan tubuhnya di atas kasur. Tangannya telentang, kemudian ia meregangkan otot-otot yang terasa tegang. Andres lelah, matanya sudah terasa berat."Tidak ada sofa di sini?" tanya ambigu Ayana. Andres membuka matanya, dan kembali mendudukkan diri ditepi tempat tidur itu."Untuk apa?" sahutnya sambil membuka kedu
Ini hari kedua di Santa Monica, yang juga direncanakan menjadi hari terakhir liburan singkat Andres, Ayana, juga Daniel. Matahari sudah menampakkan diri sejak tiga jam lalu. Pantai yang terletak di bagian barat Amerika ini memang selalu ramai dikunjungi. Terutama di akhir pekan seperti ini, orang-orang berlomba untuk menikmati sensasi unik yang kerap mereka dapat saat mengunjungi pantai. Menggelar tikar di sepanjang pesisir, membuat istana pasir dan berselancar ria disela ombak besar yang datang. Semua kegiatan itu terlihat sangat menyenangkan dan terbukti membuat semua pengunjung di sana ingin tinggal lebih lama lagi.Ayana mengedarkan pandangannya, ke semua penjuru banyak pria dan wanita dalam keadaan mengenaskan menurutnya. Terhitung sudah sepuluh tahun keluarganya menetap di New York seharusnya Ayana sudah terbiasa dengan hal seperti itu. Mata sipit yang dilindungi kaca mata hitam bulat itu masih saja terganggu dengan pemandangan yang menusuk matanya. Wanita berbikini ber
—Ayana—Tangan kekarnya masih menggenggam erat tangan mungilku. Ruas jari kami menyatu tanpa jarak, mengisi kekosongan satu sama lain dan saling melengkapi. Gelenyar hangat di tengah suhu tinggi Santa Monica membuat sekujur tubuhku dibanjiri peluh kegugupan. Setelah kejadian tadi yang membuatku menangis tersedu dalam pelukannya, kami masih betah menyisihkan diri dari orang-orang. Berjalan di tepi pantai selatan berdua, ya hanya berdua, aku dan dia. Meninggalkan keramaian yang memang tidak begitu aku sukai, mungkin dia juga. Setengah jam sudah kami seperti ini, terus menyusuri pantai tanpa ujung.Membawaku menuju ketenangan, itulah tujuannya. Pria ini memang sangat penuh kejutan, sejak aku menyukainya saat jumpa pertama di rumah sakit. Kemudian membencinya dengan sangat, hingga kini hatiku kembali luluh karenanya. Selalu ada hal-hal yang membuatku tercengang dan memutar otak begitu keras. Berusaha mencari tahu kepribadiannya. Menelisik isi hati melalui sorot