Untuk beberapa saat, mereka berdua saling pandang. Suasana yang agak canggung sampai nada dering berbunyi dari ponsel Vera.
Vera melihat sekilas nama pemanggil di ponselnya. "Maaf, Kak. Aku angkat telepon dulu," ujar Vera. "Istrimu nelepon," katanya lagi sambil meninggalkan kamar.
Diam-diam, Arya bereusaha keras mencuri dengar. Namun, dia tidak bisa menebak dengan jelas apa yang dibicarakan istrinya dengan Vera. Sekilas Arya mendengar Vera mengatakan bahwa Arya sudah sampai sekitar lima belas menit lalu.
"Aku pinjam dulu suamimu, ya," seru Vera mengakhiri obrolan singkatnya dengan Vina diikuti senyum penuh makna. Arya sempat menoleh ke arah Vera ketika dia mengatakan itu.
"Vina ngomong apa sama kamu tadi?" tanya Arya ketika Vera senyum-senyum masuk ke kamar.
"Biasalah, nanya apa suaminya sudah sampai ke mari," jawab Vera.
"Terus kenapa kamu bilang pinjam suaminya?" Vera tidak menjawab melainkan hanya tertawa kecil. Arya tersenyum melih
Seuntai senyum manis tampak menghias wajah sang perempuan. Meskipun demikian, itu tak membuat tubuh Arya berkurang ketegangannya. Rasa malu, bersalah, berkhianat, dan takut bercampur baur menjadi satu di pikirannya. Dia merasa seakan dirinya adalah seorang maling yang terpergok sedang menjarah barang curiannya. Dengan santai, perempuan itu melangkah mendekati Vera yang terbaring dengan tubuh telanjang. Dikecupnya pipi Vera diiringi senyum manisnya. Vera hanya membalas senyum perempuan itu tanpa mampu berbuat lebih banyak. Tak urung perasaannya berkecamuk karena perempuan itu mendapatinya sedang terlentang telanjang bulat dan di selangkangannya ada suami perempuan itu yang juga telanjang bulat sedang mengerjainya. Sesaat kemudian, perempuan itu bergeser ke arah Arya. Tanpa melepas senyumnya, dia kecup pipi Arya dengan lembut. Arya tetap mematung tanpa tahu harus berbuat apa. Pipinya serasa keras kaku menerima kecupan perempuan itu. "Teruskan aja permainan kali
Vina sudah terbiasa mendapatkan sensasi itu karena begitulah kebiasaan Arya. Sesaat kemudian Arya pun mengalami ejakulasi. Dipeluknya erat tubuh Vina dan ditekannya miliknya dalam-dalam ke rongga kewanitaan Vina. Mereka berpelukan erat menuntaskan sensasi klimaks yang baru saja mereka capai. Deru napas mereka mulai mereda. Perlahan, Arya mencabut miliknya dari kewanitaan Vina. Arya bergeser ke arah Vera yang sudah terlentang bersiap menerima serangan Arya. Hal yang pertama Arya lakukan adalah mencium bibir Vera. Ciuman itu saling balas dengan panasnya. Milik Arya seperti biasanya masih tegang meski baru saja mengalami ejakulasi. Di tengah cumbuan panas itu, milik Arya semakin tegang mencapai puncaknya. Arya berpindah menempatkan dirinya di antara selangkangan Vera. Dipegangnya miliknya sendiri dan diarahkannya ke pusat sensitif Vera. Gesekan-gesekan milik Arya bermain di muara milik Vera yang basah. Vera mulai menggelinjang kegelian bercampur nikmat.
Arya pamit kepada dua wanita yang barusan ditidurinya setelah menghirup kopi yang tadi disuguhi Vera yang sudah dingin karena ditinggal lama. "Aku ke kantor dulu, ya," ujar Arya kepada keduanya. Dikecupnya kening Vina penuh kasih sayang. Arya juga sempat mencium pipi Vera. Ketiganya tersenyum lalu Arya meninggalkan Vina melanjutkan obrolannya dengan Vera. "Eh ... kamu gak jemput Seno?" tanya Vina yang baru sadar sambil melihat jam di pergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul sebelas kurang lima. "Pagi tadi aku sudah bilang Mela, adikku, untuk menjemput Seno dan membawanya ke rumah Ibu," jawab Vera. Arya masuk ke mobilnya untuk mengambilLaser Distance Meter. Alat pengukur jarak itu akan digunakannya mengukur jarak yang dibutuhkanya untuk merancang bangunan Vera yang sudah dijanjikannya tadi. Sesaat kemudian, Arya sudah sibuk mengukur jarak-jarak yang dibutuhkanya di belakang rumah Vera. Setelah selesai, dia masuk ke mobilnya dan ber
Nita muncul lagi di ruangan Arya. "Pak, Cecil minta waktu untuk menemui Bapak." "Suruh dia masuk!" jawab Arya. Nita kembali ke luar dari ruangan Arya dan berganti Cecilia yang kini masuk menemui Arya. "Silakan duduk!" kata Arya ketika Cecilia muncul di hadapan Arya. "Apa kabar kamu?" tanya Arya ketika Cecilia sudah duduk di hadapannya. "Baik, Pak," jawab Cecilia agak formal karena dia belum dekat dengan Arya. Selama ini cuma sering berbasa-basi secara sopan ketika ketemu Arya. "Aku dengar kamu bersedia membantu proyekku, ya?" tanya Arya lagi. Meski sudah tahu dari Tomo, tetapi Arya ingin mendapatkan jawaban langsung dari Cecilia. "Betul, Pak. Pak Tomo sudah menyampaikan tawaran Bapak dan saya bersedia. Mungkin saya bisa kerja di studio Bapak sampai sekitar jam sembilan malam setelah pulang dari sini." Cecilia sekalian menanyakan beberapa detail dari pekerjaan yang akan dikerjakannya. Arya menjelaskan secara rinci dan mi
Sore itu berlalu dengan manis. Inah pamitan pada Arya dan Vina untuk pulang. Dia setiap hari datang jam enam pagi dan pulang sekitar jam lima sore. Jam pulang Inah tergantung pada Vina. Kadang Vina masih minta bantu Inah untuk mengerjakan sesuatu dan membuatnya pulang lebih telat. Kalau Arya ke luar kota, Inah diminta Vina menemaninya di rumah. Tugas Inah bukan hanya sekedar mengurus kebutuhan dan kebersihan di rumah itu. Karena kecerdasan dan keterampilannya, Vina menganggap Inah sebagai orang yang bisa dia andalkan di rumah sebagai asisten pribadinya. Sesekali Vina minta Inah membantunya kalau sedang ada pekerjaan kantor yang dibawanya pulang. Vina melatih Inah untuk bisa mengerjakan sesuatu menggunakan laptop. Setidaknya Inah sudah pandai mengetik dengan komputer jika diminta Vina membantunya mengetik laporan. Di rumah itu, ada kamar yang memang disiapkan khusus buat asisten rumah tangga. Sebuah kamar berukuran sedang dengan perabotan yang memadai. Kamar itu tak s
Hari ini Arya tiba di kantor di waktu yang sama seperti biasanya. Dia langsung menuju ke ruangannya. Nita mengucapkan selamat pagi ketika Arya lewat di dekat mejanya."Bentar lagi kamu ke ruanganku!" pinta Arya pada Nita."Baik, Pak," jawab Nita lugas.Arya mengeluarkan laptop dari ranselnya lalu menyalakannya. Dia memang terbiasa ke kantor dengan pakaian kasual, mengenakan kemeja tangan pendek, celana jeans, sepatu kets, dan membawa ransel. Pakaian formal hanya dikenakannya jika ada janji ketemu klien. Di kantor ini tidak ada aturan yang ketat mengenai pakaian. Semua karyawan di sini cenderung mengikuti gaya Arya berpakaian. Cuma bos besar yang selalu berpakaian formal kalau ke kantor tapi dia tidak keberatan karyawannya berpakaian kasual. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa Arsitektur, hal itu cukup wajar. Para arsitek memang sering berpakaian kasual.Nita mengetuk pintu ruangan Arya yang terbuka dan masuk menghadap Arya."Apa agenda
Arya mengusap-usap kepala Nita lalu mendorong sedikit tubuh Nita ke belakang. Tubuh mereka sedikit berjarak. Arya memandangi wajah Nita yang basah oleh air matanya. Sebagian air matanya tumpak di bahu Arya. Tangan kanan Arya bergerak mengambiltissuedi mejanya. Diserapnya air mata di pipi Nita dengantissue. Nita terharu dengan perlakuan atasannya itu."Terima kasih, Pak. Maaf, kemeja Bapak jadi basah kena air mata saya," ujar Nita sendu.Sambil tersenyum, Arya berusaha menguatkan Nita."Minggu depan kan kamu ikut aku berangkat. Aku mau kamu sekalianrefreshing. Aku mau kamu mengubur masa lalu kamu dan memulai lembaran baru.""Sekarang sudah sore. Kamu boleh siap-siap pulang," ujar Arya. Nita lalu sekali lagi mengucapkan terima kasih dan pamit ke mejanya.Arya mengambil ponselnya lalu mengetik pesan WhatsApp buat Cecilia. Dia mengajaknya untuk ikut bersamanya karena sore ini Cecilia mulai pekerjaan di
"Kita langsung makan, yuk!" ajak Vina ketika mereka berdua masuk ke ruang makan.Arya yang sedang nonton TV menoleh sejenak ke arah mereka sambil tersenyum. Setelah Cecil duduk tepat di seberang Arya, barulah dia terpana melihat Cecil. Gadis itu semakin terlihat mirip Vina dengan mengenakan t-shirttanpa BH seperti kebiasaan Vina kalau di rumah. Tetek montoknya menggemaskan dan Arya memandangi Cecil beberapa saat. Vina mengamati tingkah Arya sambil tersenyum-senyum. Dia merasa seperti pemburu yang jeratannya mendapatkan hewan yang terperangkap di sana.Membaca situasi itu, Vina merasa harus pegang kendali kalau tidak, suaminya pasti bakal salah tingkah.Vina mengambilkan nasi dan menaruhnya di piring Arya. Hal yang sama dia lakukan kepada Cecil. Vina baru mengambil posisi duduk di samping Cecil setelah mengambil nasi untuk dirinya sendiri. Mereka bertiga mengambil lauk dan sayur masing-masing lalu mulai makan bersama. Sepanjang acara m