"Jangan larang Karina buat pulang ke sini, dan satu lagi, jangan pernah kamu bersikap kasar pada Anakku, kalau kamu nggak suka mending kamu aja sana yang pergi!" Hardik Pak Diki
"Berani sekali kamu mengusirku Mas, tidak ingatkah kamu selama ini aku yang menemanimu dikala kamu susah, hingga sukses seperti sekarang ini, kenapa hanya karena anak itu kamu berani membentakku," balas Mutmainah, tak kalah sengit dari suaminya, dia kemudian berdiri sambil berkacak pinggang.
"Awas kamu Karina, lihat saja nanti, kamu pasti akan menerima balasan, karena telah mengganggu ketenangan dalam rumah tanggaku." Mutmainnah membatin dalam hati, sambil meremas ujung bajunya, kemudian dia pergi masuk ke dalam kamar sambil membanting pintu, karena suaminya tidak menggubris ucapannya.
"Nek, kenapa d
Malam ini ada acara keluarga di rumah Darman, semua keluarga di undang dan wajib datang, begitu pula dengan Karina.Darman adalah anak pertama Bu Atiah, yang tinggal di Cikerang, jarak tempuh ke rumah Darman cukup memakan waktu tiga jam, karena Darman tinggal di kota, berbeda dengan Bu Atiah yang masih tinggal di perkampungan.Darman memiliki usaha tekstil yang cukup maju, tak salah jika namanya terkenal dimana-mana."Pakai baju apa Nek, Karin bingung," ucap Karina, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Yang ada aja, kalau nggak cari aja di lemari Bibi kamu, badan kamu kan seukuran sama dia," titah Bu Atiah, yang sedang mengiris bawang di atas talenan."Iya deh, nanti Karina coba cari, moga aja ada yang pas."Karina kemudian berjalan menuju kamar Bibinya, dia membuka lemari pakaian, dan terlihat susunan baju yang tersusun rapi, bahkan ada sebagian yang digantung.
Setelah acara pertunangan Zakia selesai, mereka melanjutkan acara makan malam bersama, semua keluarga berkumpul di meja makan, untuk menikmati hidangan yang telah disediakan."Ayo silahkan di nikmati makanannya," ujar Bude Sifa, kepada semua anggota keluarga yang telah berkumpul."Wah … ada gudeg nangka kesukaan Bapak nih," seru Pak Asmadi, sambil menarik kursi untuk duduk."Kakek mau gudegnya, biar Zakia ambilin," sambut Zakia, dia kemudian mengambil piring untuk Kakeknya."Nenek juga mau Kia," tutur Bu Atiah."Nenek kan punya kolesterol, jadi nggak boleh makan makanan yang mengandung santan, jadi Nenek makan yang lain aja ya, kan banyak pilihannya," sahut Zakia, dia tidak ingin kolesterol Neneknya naik."Nasib, udah tua banyak banget pantangannya," ujar Bu Atiah gigit jari."Karin, ayo duduk, ingat jangan pulang kalo belum makan,
"Aku harus mencari cara, untuk menjauhkan Mas Diki dengan, Karina," batin Mutmainah dalam hati."Itu siapa Mbak Sifa, cantik banget?" tanya salah satu tamu, dari keluarga calon besan Bude Sifa"Itu keponakan saya, anaknya Diki," jawab Bude Sifa."Oh keponakan, anak Diki yang tinggal di Pondok Wungu ya, tapi kok saya baru liat.""Dia nggak tinggal di sini, soalnya dia kuliah di Bogor, kebetulan sekarang lagi liburan di sini.""Calon mantu idaman ini, udah mah cantik, berpendidikan juga."Acara pertunangan Zakia telah selesai, keluarga calon besan juga telah pulang, kini tinggal Pak Asmadi dan
"Karina." Pak Diki terperanjat mendengar teriakan Karina, dia langsung berlari menuju saklar dan menghidupkan lampu, Pak Diki terkejut saat melihat Karina sudah tergeletak di lantai.Matahari sudah menampakkan sinarnya, kokok ayam saling bersahutan, namun Karina masih belum sadar dari pingsannya.Kepala Karina terasa berat, perlahan dia membuka matanya, Karina bingung karena banyak orang di dalam kamarnya."Ayah, apa yang terjadi, kenapa di sini jadi ramai?" tanya Karina, kepada Ayahnya yang sedang berdiri di daun pintu, namun tatapan wajahnya sangat sulit diartikan."Jangan dulu banyak bergerak Cah Ayu," ucap seorang Nenek, yang duduk di samping Karina, dia adalah dukun beranak, orang di desa biasa memanggilnya Paraji."Mbok Nah, jelaskan lagi di depan kami semua, agar anak pembawa sial ini juga sadar dengan kesalahan yang telah dia buat!" sungut Mutmainah dengan penuh emosi, sa
"Kamu lihat Mas, anak yang kamu banggakan telah mencoreng wajahmu, lebih baik kita usir dia, sebelum semua warga tahu kalau anakmu sedang hamil, ini bisa menjadi aib bagi keluarga besar kita.""Siapa yang bertanggung jawab atas kehamilanmu Karin?" tanya Pak Diki, tanpa menoleh sedikitpun ke arah Karina."Pacar Karin, Yah," jawab Karina."Sekarang juga kamu hubungi dia, biar Ayah yang bicara.""Tapi dia sudah memutuskan hubungan dengan Karina.""Itu artinya pacarmu lari dari tanggung jawab, dan kamu ditinggal begitu saja, dengan kondisi perut yang sedang berbadan dua.""Iya."
"Maaf Pak, saya karyawan baru disini, nama saya Karina," ucap Karina memperkenalkan diri, saat sang manager mendongakan kepalanya, Karina sangat terkejut melihat wajahnya yang sepertinya tidak asing bagi Karina."Karina," tunjuk lelaki yang kini menjadi atasan Karina."Kamu." Karina mencoba mengamati wajah lelaki di hadapannya."Dunia sempit ya, nggak nyangka bisa ketemu sama kamu di sini.""Kalo nggak salah kamu orang yang waktu itu nolongin aku di jalan, pas aku hampir ketabrak motor," ucap Karina, sambil menutup mulutnya."Siapa coba?" tanya satria, mencoba mengingatkan Karina."Satria."
"Maaf Pak, saya karyawan baru disini, nama saya Karina," ucap Karina memperkenalkan diri, saat sang manager mendongakan kepalanya, Karina sangat terkejut melihat wajahnya yang sepertinya tidak asing bagi Karina."Karina," tunjuk lelaki yang kini menjadi atasan Karina."Kamu." Karina mencoba mengamati wajah lelaki di hadapannya."Dunia sempit ya, nggak nyangka bisa ketemu sama kamu di sini.""Kalo nggak salah kamu orang yang waktu itu nolongin aku di jalan, pas aku hampir ketabrak motor," ucap Karina, sambil menutup mulutnya."Siapa coba?" tanya satria, mencoba mengingatkan Karina."Satria."
"Beneran ngajak perang ini bocah, kita lihat sampai kapan kamu bisa kuat bertahan kerja di sini," geram seseorang yang sedang melihat dari balik kaca.Waktu berlalu begitu cepat, sudah waktunya para karyawan pulang, satu persatu staf meninggalkan meja kerjanya, termasuk Karina, dia sedang bersiap-siap untuk pulang."Karin," sapa Satria, yang sudah berdiri di depan meja tamu."Belum Pak," jawab Karina, tanpa menoleh ke arah Satria, karena dia sedang sibuk mengambil pen yang jatuh ke kolong meja."Kok Bapak sih, berasa tua banget, aku di panggil Bapak," cetus Satria."Eh Satria, aku kira siapa, maaf tadi lagi ngambil pen, jatuh ke kolong," ucap Karina sambil merapikan hijabnya."Pulang bareng yuk," ajak Satria."Nggak usah Satria makasih, takut ngerepotin kamu, aku udah pesen ojol kok buat pulang," tolak Karina, karena dia memang sudah meme