Home / Romansa / Terjebak diantara CEO & Superstar / 5. Atasan yang Menyebalkan

Share

5. Atasan yang Menyebalkan

Author: Nadayyara
last update Last Updated: 2025-01-27 10:46:50

Setelah mencuci piring bekas sarapan Adam, Eve mengeringkan tangannya dengan cepat dan berjalan ke ruang tamu di mana Adam sudah menunggunya di sofa seraya memainkan ponselnya.

"Udah selesai?" tanyanya tanpa menoleh, tatapan pria itu tetap terpaku pada ponselnya.

Eve menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan rasa jengkelnya. 'Sedikit apresiasi tidak akan membunuhmu Tuan Adam'

"Ya, sudah" jawabnya singkat.

Tanpa berkata apa-apa lagi Adam berdiri dan berjalan menuju koridor, memaksa Eve untuk mengikuti di belakang. Mereka melewati beberapa ruangan sebelum akhirnya berhenti di depan sebuah pintu besar dengan ukiran modern. Adam membuka pintu itu dan masuk, sementara Eve berdiri terpaku di ambang pintu, matanya melebar saat melihat isi ruangan di dalamnya.

'Astaga'

Ruang ganti Adam dua kali lipat lebih besar dari kamar kos Eve. Di dalamnya ada rak-rak kayu tinggi yang dipenuhi jas, kemeja, celana, dan sepatu yang tersusun rapi berdasarkan warna dan jenis. Di sisi sebelah lainnya ada meja panjang dengan beberapa laci yang kemungkinan merupakan tempat aksesoris dan dasi disimpan.

"Jangan cuman melongo di sana, keliatan banget miskinnya" suara menyebalkan Adam membuyarkan keterkejutan Eve. "Kamu bisa mulai dari bagian sini"

Adam berjalan ke salah satu rak besar dan menunjuk pada deretan jas yang tersusun rapi dalam berbagai warna.

"Pastikan jas hitam ini digantung terpisah dari yang lain. Aku nggak suka kalau bahannya kusut" ucapnya dengan nada dingin.

Eve menatap jas-jas itu dengan alis berkerut. "Bukannya itu udah tersusun rapi?"

Adam menoleh dengan tatapan tajam. "Aku ingin lebih rapi lagi"

Eve menghela napas pelan, lalu mengulurkan tangan untuk mulai mengatur jas-jas itu sesuai keinginan Adam. DIa memisahkan jas hitam ke bagian tersendiri, memastikan jarak antar hanger cukup agar bahannya tidak terlipat atau saling menempel. Sesekali dia melirik Adam yang kini berdiri di belakangnya, mengamati pekerjaannya dengan ekspresi kritis.

"Jangan terlalu dekat, tapi juga jangan terlalu jauh" gumam Adam sambil menyipitkan mata. "Dan jangan lupa, hanger yang digunakan buat jas hitam harus seragam. Aku nggak suka kalau bentuk hangernya beda-beda"

Eve menggertakkan giginya dalam hati, 'Ini sih bukan perfeksionis tapi menyebalkan!' batinnya kesal tapi tetap menuruti perintah Adam. Setelah memastikan jas hitam telah tersusun sesuai standar perfeksionis Adam, Eve beralih ke bagian rak lainnya.

"Kemeja putih harus dipisahkan berdasarkan model kerahnya" lanjut Adam. "Jangan campur yang formal dengan yang kasual"

Eve hampir ingin membuka mulutnya dan bertanya apakah Adam pernah mendengar kata 'kompromi,' tetapi dia menahannya. Gaji dari pria menyebalkan itu masih sangat dibutuhkannya saat ini. Dengan sabar, Eve mulai menyortir kemeja berdasarkan jenis kerah, berusaha sebaik mungkin agar Adam tidak mengeluh lagi.

Setelah hampir satu jam bekerja, Eve akhirnya menyelesaikan tugasnya. Dia mengusap dahinya yang berkeringat ringan, lalu berbalik menghadap Adam yang kini tengah memeriksa hasil kerjanya dengan tatapan teliti.

"Bagus" ucap Adam akhirnya, meski nada suaranya masih terdengar datar.

Eve hampir ingin tersenyum lega, sampai kemudian Adam menambahkan, "Tapi lain kali pastikan hangernya menghadap ke arah yang sama"

Senyum lega Eve menguap begitu saja mendengarnya. 'Serius?'

Tapi Eve hanya mengangguk, menahan diri untuk tidak melontarkan keluhannya. "Baik Tuan Adam"

Adam tidak menanggapi dan berjalan keluar dari ruang ganti, meninggalkan Eve yang masih berdiri di sana dengan hati sedikit kesal.

"Astaga, dia benar-benar bertingkah layaknya seorang raja aja" gerutunya kesal.

Tapi Eve tidak punya waktu untuk mengeluh lebih lama. Ketika dia baru saja akan keluar dari ruangan itu, Adam kembali memanggilnya.

"Eve, siapkan ruang kerja untuk meeting siang ini!" teriaknya dari ruang tamu keras. "Dan pastikan kopiku dibuat dengan takaran yang tepat. Jangan sampai salah"

Eve menutup mata dan menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan kesabaran yang tersisa sebelum melangkah menuju ruang tamu untuk menghampiri Adam dan menyampaikan tujuannya bekerja pada pria menyebalkan itu

Sesampainya Eve di ruang tamu, Adam sedang duduk di sofa dengan ponsel di tangan, tampak santai seperti biasanya.

"Ada apa?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari layar.

Eve meremas jemarinya dan menarik napas dalam, mencoba meredakan kegugupannya. "Tuan Adam, saya ingin meminta sesuatu"

Adam mendongak, menatapnya dengan satu alis terangkat. "Minta apa?"

Eve menggigit bibirnya sejenak sebelum akhirnya memberanikan diri. "Bisakah Anda membayar gaji bulan ini di awal? Saya memiliki beberapa kebutuhan mendesak"

Adam menatapnya dengan ekspresi sulit ditebak. "Kebutuhan apa?"

Eve menunduk, menghindari tatapan Adam. "Itu urusan pribadi. Aku janji nggak bakal ngundurin diri sebelum sebulan untuk melunasi uang gaji yang Anda bayarkan di awal"

Adam terdiam sejenak, seolah mempertimbangkan permintaan Eve. Matanya meneliti wajah Eve, mencari tanda-tanda kebohongan.

Setelah beberapa detik yang terasa lebih panjang dari biasanya, Adam menghela napas. "Baik. Aku bakal ngasih bayaranmu di awal. Tapi ingat, kalau kamu mencoba kabur sebelum sebulan, aku akan memastikan kamu membayar setiap dari yang sudah kuberikan"

Eve mengangguk cepat. "Saya mengerti. Terima kasih, Tuan Adam"

Adam kembali fokus pada ponselnya, seolah percakapan tadi tidak pernah terjadi. "Sekarang pergi dan bereskan ruang kerjaku. Aku harus meeting sebentar lagi. Bayaranmu baru aku transfer setelah meetingnya selesai"

Eve menahan diri untuk tidak mendengus kesal dan segera melangkah menuju ruang kerja Adam. Setidaknya masalah keuangannya bulan ini sudah terselesaikan hari ini, fikirnya lega.

*****

Setelah Adam menyelesaikan meetingnya, pria itu segera bangkit dari kursinya dan merenggangkan tubuhnya sejenak sebelum menoleh ke arah Eve yang sedang membereskan dokumen di meja yang tak jauh dari meja kerjanya.

"Udah masuk kan? Ayo kita pergi" ucapnya singkat.

Eve mendongak dengan ekspresi bingung. "Ke mana?"

"Lokasi syuting" jawab Adam sambil mengambil jasnya. "Ada jadwal syuting drama hari ini, sebagai manager kamu nggak melupakannya bukan?"

Eve mengangguk tanpa banyak bertanya. Meskipun dia masih belajar tentang pekerjaannya sebagai manajer Adam, dia tahu menemani aktor ke lokasi syuting adalah bagian dari tugasnya.

Di dalam mobil menuju lokasi, Adam lebih banyak sibuk dengan ponselnya, sementara Eve hanya duduk diam di kursi penumpang sambil sesekali melirik ke arah jalanan. Dalam hati, dia bertanya-tanya seperti apa dunia syuting sebenarnya. Ini akan menjadi pengalaman pertamanya mengunjungi lokasi produksi sebuah drama besar.

Setibanya di lokasi Eve langsung disambut dengan kesibukan tim produksi. Kru berlarian ke sana kemari, ada yang mengatur pencahayaan, memeriksa kamera, dan beberapa lainnya sibuk mendiskusikan skenario.

Adam berjalan santai melewati kerumunan orang tanpa terlihat terpengaruh oleh hiruk-pikuk di sekelilingnya. Eve bergegas mengikutinya sampai mereka tiba di area yang lebih tenang, tempat para aktor berkumpul.

seorang wanita cantik dengan rambut panjang bergelombang sedang berdiri sambil berbicara dengan seorang kru saat mereka lewat. Saat melihat Adam senyumnya melebar, tetapi begitu tatapannya jatuh pada Eve, ekspresinya sedikit berubah.

Wanita itu adalah Zara Everly, seorang aktris yang menjadi lawan main Adam dalam drama ini.

"Adam" sapa Zara dengan nada manis seraya melangkah mendekat. "Kamu akhirnya datang juga"

"Semuanya udah siap?" Adam bertanya datar.

"Tentu" jawab Zara, lalu melirik Eve dengan alis sedikit terangkat. "Dan ini... siapa?"

Eve merasa tatapan Zara menelannya bulat-bulat. Meski wanita itu tersenyum ramah, ada sesuatu dalam sorot matanya yang terasa menusuk.

"Manajer baruku" jawab Adam singkat sebelum berjalan meninggalkan mereka menuju ruang ganti.

Eve menundukkan kepala sopan. "Saya Hawa Everalda. Senang bertemu dengan Anda, Nona Zara"

Zara hanya menatapnya sekilas sebelum tersenyum kecil, senyum yang terasa lebih seperti ejekan daripada keramahan.

"Oh, kamu pasti baru dalam industri ini" ucap Zara dengan nada meremehkan. "Kuharap kamu bisa bertahan lebih lama dari yang sebelumnya"

Eve tidak tahu apakah itu sindiran langsung atau hanya kebetulan, tapi perasaannya mulai tidak enak.

Setelah Adam masuk ke ruang ganti, Zara tiba-tiba menoleh ke arah Eve. "Kamu nggak keberatan kan, kalau aku minta sedikit bantuanmu?"

Eve mengerjap, sedikit terkejut. "Uh... bantuan?"

"Ya, hanya hal kecil. Aku butuh kopi sebelum syuting dimulai. Bisa kamu ambilkan untukku?"

Eve ragu sejenak. Sebagai manajer Adam, seharusnya tugasnya tidak termasuk melayani aktris lain. Tapi karena permintaan Zara terdengar sepele, Eve tidak memiliki alasan untuk menolaknya.

"Tentu" jawab Eve akhirnya.

Namun saat Eve kembali dengan secangkir kopi, Zara malah memberikan tugas lain.

"Ah sekalian, bisa kamu ambilkan skripku? Aku lupa malah menaruhnya di meja sebelah sana"

Eve menurut, tetapi begitu dia menyerahkan skripnya, Zara kembali menugaskannya dengan hal lain seperti mengambilkan selimut, mengatur ulang kursinya, bahkan mengambilkan camilan.

Pada awalnya, Eve berpikir Zara hanya sedang sibuk dan butuh bantuan. Tetapi semakin lama, dia sadar bahwa Zara sengaja menguji kesabarannya.

Saat Eve mengangkat sebuah kotak berisi peralatan make-up yang cukup berat, dia mendengar beberapa kru berbisik di belakangnya.

"Itu manajer barunya Adam kan ya?"

"Kasihan juga, baru datang udah dijadikan pesuruh"

Eve menggigit bibirnya, berusaha menahan kekesalannya. Dia ingin membalas Zara, tetapi dia tahu dia harus tetap profesional.

Namun tepat ketika Zara hendak menyuruhnya melakukan sesuatu lagi, suara dingin Adam terdengar dari belakang mereka.

"Apa yang sedang terjadi di sini?"

Eve langsung menoleh, sementara Zara tersenyum manis seolah tidak terjadi apa-apa.

"Adam" panggil Zara dengan nada manja. "Aku hanya meminjam bantuan manajermu sebentar. Dia sangat membantu, terima kasih Adam"

Adam melirik Eve yang masih membawa kotak make-up berat di tangannya. Matanya menyipit sementara ekspresinya berubah tajam.

"Letakkan itu!" perintah Adam tegas pada Eve.

Eve terkejut tapi segera menurut dan menaruh kotak itu di dekat meja.

Adam kemudian menatap Zara dengan tatapan dingin. "Manajerku bukan asisten pribadimu. Kalau kamu butuh sesuatu, minta pada stafmu sendiri"

Senyum Zara sedikit menegang, tetapi wanita itu pintar menyembunyikan ketidaksenangannya. "Oh, tentu. Aku hanya bercanda Adam"

Adam tidak membalas, hanya menatapnya tajam sebelum berbalik menuju ruang tunggu aktor kembali.

Eve mengikuti di belakangnya, diam-diam merasa lega. Untuk pertama kalinya sejak dia bekerja sebagai manager, dia merasa Adam tidak sepenuhnya menyebalkan.

Related chapters

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   6. Tawaran Adam

    Setelah syuting selesai, Eve merasa lelah secara fisik dan mental. Hari ini dia tidak hanya harus menangani permintaan sok perfeksionis Adam, tetapi juga harus menghadapi sikap Zara yang menyebalkan. Di dalam mobil, selama perjalanan pulang suasana terasa hening. Adam duduk di kursi belakang dengan mata terpejam, sementara Eve duduk menyupir di depan. Tak tahan dengan keheningan yang membosankan, Eve akhirnya menghela napas dan bergumam pelan, “Hari ini benar-benar melelahkan…” Adam yang awalnya diam, membuka matanya sedikit dan bergumam membalas. “Kamu memang terlihat payah” Eve melotot ke kaca spion tengah, menatap Adam kesal. “Aku baru bekerja dua hari dan sudah dikerjai oleh rekan aktris anda habis-habisan! Wajar kalau aku lelah” Adam hanya mengangkat bahu cuek. “Itu salahmu sendiri. Kalau sejak awal kamu bilang ‘tidak’, dia nggak akan berani menyuruhmu terus” Eve menggigit bibirnya, menahan diri agar tidak membantah. Dia tahu Adam ada benarnya, tapi tetap saja, bukank

    Last Updated : 2025-01-27
  • Terjebak diantara CEO & Superstar   7. Pindah ke Rumah Adam

    Malam itu setelah sampai di kamar kosnya, Eve langsung mulai mengemasi barang-barangnya. Tidak banyak yang harus dia bawa, hanya pakaian, perlengkapan mandi, dan barang-barang kecil penting lainnya. Dia sudah mempertimbangkan tawaran Adam selama di perjalanan pulang, tawaran pria itu tidak terasa buruk. Eve hanya perlu pindah tempat tidur dan uang yang seharusnya dipakainya untuk membayar kos bisa digunaka untuk menambah transferannya pada keluarga di kampung. Saat dia tengah sibuk melipat bajunya ke dalam koper, ponselnya bergetar di atas kasur. Nama Clara muncul di layar. Eve mengernyit, merasa sedikit aneh karena sahabatnya itu biasanya menelepon hanya jika ada sesuatu yang penting. Begitu dia mengangkatnya, suara Clara terdengar antusias di seberang sana. “Eve! Kamu udah liat berita hari ini? Alex mau nikah bulan depan!” Eve terdiam sejenak. Tangannya yang sedang melipat baju pun ikut berhenti. "Alex?" “Iya! Alex atasanmu dulu! Media lagi heboh banget! Kamu nggak buka

    Last Updated : 2025-01-31
  • Terjebak diantara CEO & Superstar   8. Malam Penghargaan

    Malam harinya Adam dan Eve menghadiri acara penghargaan yang digelar di salah satu hotel mewah di pusat kota. Adam sebagai salah satu nominasi, duduk bersama para aktor lain di barisan depan, sementara Eve ditempatkan di meja staf yang lebih jauh dari panggung utama. Sepanjang acara mereka nyaris tidak berinteraksi. Adam sibuk berbincang dengan rekan-rekan sesama aktornya sambil sesekali tersenyum ke arah kamera, sementara Eve hanya memperhatikan jalannya acara sambil menikmati makanan ringan di mejanya. Acara berlangsung cukup panjang, dengan berbagai kategori diumumkan satu per satu. Adam tidak memenangkan penghargaan malam itu, tapi dia tetap memasang ekspresi santai dan profesional. Setelah acara selesai, para tamu mulai beranjak keluar dari ballroom. Eve yang berjalan menuju pintu keluar bertemu Adam di lobi hotel, tepat saat pria itu baru selesai berbicara dengan beberapa rekannya. Namun sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, seseorang menghampiri mereka. "Adam?" Sua

    Last Updated : 2025-01-31
  • Terjebak diantara CEO & Superstar   9. Pria Menyebalkan

    Pagi harinya, Eve bangun dengan perasaan kesal yang masih membara. Bukan hanya karena Adam telah menciumnya semalam meskipun itu kecelakaan, tapi karena pria itu salah mengiranya sebagai Casey. 'Dasar pria menyedihkan!' batinnya kesal. Setelah mandi dan bersiap dengan cepat, Eve keluar dari kamarnya seraya membawa laptopnya yang terdapat jadwal Adam juga keperluan wawancara dan pemotretan hari ini. Saat menuruni anak tangga dia mendapati Adam sudah duduk santai di sofa ruang televisi, tengah menonton televisi sambil memegang secangkir kopi. Pria itu terlihat segar seperti tidak terjadi apa-apa semalam. Sementara Eve? Dia masih ingin melempar sesuatu ke kepala Adam. Namun Eve memilih diam dan langsung menuju ke dapur. Saat Eve kembali dari dapur dan duduk di meja makan seraya membawa secangkir teh untuk dirinya sendiri, Adam tiba-tiba muncul dan menyodorkan roti panggang yang telah dibaluri selai ke arahnya. "Apa ini?" Eve melirik roti itu curiga. "Roti" Adam menjaw

    Last Updated : 2025-02-01
  • Terjebak diantara CEO & Superstar   10. Bersin di Tengah Hujan

    Setelah melalui serangkaian wawancara dan pemotretan yang melelahkan sepanjang pagi hingga siang hari, jadwal terakhir Adam hari ini adalah syuting dramanya bersama Zara, aktris yang dulu sempat menjahili Eve di hari keduanya bekerja. Eve sebenarnya tidak ingin terlalu banyak berinteraksi dengan Zara, tapi karena dia adalah manajer Adam, suka atau tidak dia harus tetap profesional. Setibanya mereka di lokasi syuting, Eve langsung melihat Zara yang tengah duduk di kursi rias, tengah mengobrol dengan managernya. Tatapannya beralih pada Adam yang sedang berbincang dengan sutradara tentang adegan yang akan mereka lakukan. "Hei, Eve!" Eve yang baru saja duduk di kursi sudut ruangan menoleh. Zara berjalan mendekatinya seraya tersenyum cerah, seolah-olah mereka adalah sepasang teman lama. "Hai, Zara" Eve membalas dengan anggukan kecil. "Santai dong, kamu masih kesal

    Last Updated : 2025-02-04
  • Terjebak diantara CEO & Superstar   11. Adam Sakit

    Ponsel Eve berdering nyaring, membuat Eve yang baru selesai mandi dan tengah merapikan penampilannya meraih benda itu cepat. Saat melihat nama yang muncul di layar, dia mengernyit. Adam 'Bisa-bisanya pria itu memilih untuk menelepon walaupun kami satu atap' Eve berdecak dalam hati. Eve mengangkat telepon dan berucap malas. "Ada apa?" "Aku sakit" suara Adam di seberang telepon terdengar serak dan lemah. Eve menahan tawa. "Aku udah bilang kan semalam?" "Jangan nyalahin aku sekarang Eve. Aku butuh bantuan" Adam mengeluh. "Aku nggak bisa bangun. Badanku panas banget" Eve menghela napas panjang lalu melirik jadwal Adam hari ini. Untungnya tidak ada jadwal penting, hanya meeting dengan tim produksi dan syuting yang bisa ditunda.

    Last Updated : 2025-02-04
  • Terjebak diantara CEO & Superstar   12. Job Desk baru, Suster?!

    Gumaman Adam terdengar sayup-sayup, membangunkan Eve dari tidurnya yang gelisah. Eve membuka mata dan mendapati Adam masih terbaring dengan mata terpejam. Tubuh besarnya bergetar hebat di balik selimut. Eve mengumpulkan kesadarannya lalu bangkit dari kursinya dan menyentuh dahi Adam cemas. "Astaga, panasmu tinggi banget" ujar Eve panik. Adam hanya menggumam pelan, sepertinya terlalu lemah untuk merespons. Tanpa pikir panjang, Eve mengambil kain basah dan mulai mengompres Adam. Dia juga menyiapkan botol air dingin dan mencoba menurunkan suhu tubuh pria itu dengan menaruhnya di beberapa bagian tubuh Adam. Namun yang membuat Eve benar-benar panik adalah ketika Adam mulai meracau dalam tidurnya. "Eve…" Eve menegang. Adam kembali bergumam, kali ini lebih lirih. "Jangan pergi"

    Last Updated : 2025-02-05
  • Terjebak diantara CEO & Superstar   13. Kemunculan Alex

    Jantung Eve berdegup kencang saat melihat pria itu berbicara dengan beberapa kru dengan ekspresi serius. Sudah lama sejak terakhir kali Eve bertemu Alex… Kenangan yang selama ini ia kubur mulai menyeruak tanpa izin. Hubungan mereka di masa lalu juga malam pertamanya dengan Alex bukan sesuatu yang bisa ia lupakan dengan mudah, dan sekarang pria itu berdiri hanya berjarak beberapa meter darinya. Seakan merasakan tatapan Eve, Alex menoleh ke arahnya. Pandangan mereka bertemu. Mata pria itu sedikit membesar seakan tidak percaya, tapi hanya dalam hitungan detik, ekspresi terkejut itu berubah menjadi tatapan tajam yang sulit diterjemahkan. Eve menelan ludah, tatapan Alex terasa menusuk membuatnya ingin mundur, tapi kakinya tetap terpaku tak mau bergerak. Sebelum Eve sempat menghindar, Alex sudah melangkah menghampirinya. “Eve?” suara Alex terdengar dalam dan dingin.

    Last Updated : 2025-02-05

Latest chapter

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   23. Pertemuan di Restoran

    Eve menatap Adam dengan lembut. “Bukan itu. Aku cuma ingin menyelesaikan semuanya dengan baik. Pagi itu aku langsung pergi gitu aja, dan Alex juga langsung mengusirku ketika dia baru saja bangun” Adam memejamkan mata sejenak sebelum menghela napas panjang. “Baiklah. Tapi aku ikut" Eve mengangkat alis. “Adam—” “Ini bukan tawaran Eve” Adam menatapnya serius. “Aku nggak bakal ngebiarin kamu sendirian ketemu sama dia lalu berubah fikiran dan.... berakhir meninggalkanku" ucapnya dengan suara lirih di bagian akhir kalimatnya. Eve yang mendengar ucapan lirih Adam tersenyum tipis lalu memberi isyarat pada pria itu untuk lebih mendekat padanya. Adam yang mengerti menurut dan mencondongkan tubuhnya, memudahkan Eve untuk melingkarkan kedua lengannya di tubuh Adam. "Aku nggak mungkin kembali padanya Adam. Kami tidak pe

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   22. Antara Aku dan Dia

    Eve yang sedang menyeruput sup hampir tersedak. Dia buru-buru meletakkan sendoknya dan menoleh ke sekeliling, memastikan tak ada orang lain di sekitar mereka lalu menatap Adam dengan mata membesar. "Adam! Kalau ada yang dengar gimana?" Adam tertawa renyah. "Kalaupun ada yang dengar juga nggak papa. Semua juga tau turn on karena pasangan sendiri di pagi hari itu hal yang wajar" Eve terdiam selama tiga detik sebelum memalingkan wajah menutupi semburat merah di kedua pipinya. "Kamu kayak gitu karena kita udah jadi pasangan? Perasaan kemarin pagi nggak begitu deh kamu." Adam mengambil sepotong roti dan mengoleskan selai dengan santai. "Kemarin juga seperti itu" akunya dengan nada datar. "Cuma aku nggak berani bertindak seperti tadi pagi aja, khawatir kamu ilfeel" lanjutnya Eve terkikik

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   21. Malam Pertama Sebagai Pasangan

    Eve langsung diam. Dia sudah cukup tahu betapa keras kepalanya seorang Adam. Setelah beberapa saat tanpa perlawanan, Adam tertawa kecil. "Nah gitu dong. Lebih enak kan?" Eve hanya mendengus. Tapi harus diakui, kehangatan Adam membuatnya merasa nyaman. Beberapa detik kemudian, Adam tiba-tiba bicara lagi. "Eve" "Hmm?" "Kamu yakin nggak nyesel kan ya?" Eve diam sejenak sebelum menjawab, "Tanya lagi besok pagi. Kalau aku masih di sini dan belum kabur, berarti aku nggak nyesel" "Deal" Adam tertawa pelan dan mengecup puncak kepala Eve hangat.

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   20. Membuka Hati

    Adam tertawa renyah, kembali menjadi Adam yang biasa. "Nggak Eve. Aku nggak mau kamu kecapekan. Jadi kamu cukup mantau aku dari rumah aja mulai sekarang. Aku pergi dulu ya, kamu baik-baik di rumah" Cup! Tanpa aba-aba Adam mengecup kening Eve singkat lalu melangkah cepat meninggalkan ruangan sebelum Eve tersadar dan berteriak protes. ***** Siang harinya Eve tidak bisa tidur siang. Dia berbaring di ranjang, menatap langit-langit dengan perasaan yang tak menentu. Percakapan dengan Adam tadi pagi terus terngiang di kepalanya. Kata-katanya, tatapan matanya, bagaimana dia mengatakan bahwa dia tidak akan membiarkan Alex merebutnya… Sejak kapan Adam menjadi bagian dari hidupn

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   19. Masa Lalu Adam

    Eve tersenyum kecil menahan tawa mendengar ucapannya, bisa-bisanya pria ini masih mengatakan bayi 'kita' di saat seperti ini. "Aku nggak bisa menjanjikan apapun Adam. Aku... aku nggak tahu...." ucapnya pelan, dia sendiri juga masih belum yakin dengan perasaannya. Adam menghela nafas panjang, lalu tersenyum kecil. “Ya udah, aku nggak bisa maksa juga. Tapi kalau nanti kamu udah tahu jawabannya, kasih tahu aku ya?" Eve hanya mengangguk pelan, dan mereka kembali duduk di sofa depan televisi. Tapi kali ini ada sesuatu yang berbeda di antara mereka. Keheningan yang menggantung di udara bukan sesuatu yang canggung, melainkan sesuatu yang lebih dalam. Setelah beberapa saat, Adam tiba-tiba berkata, “Aku sangat membencinya" Eve menoleh. “Alex?” A

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   18. Alex Kembali Muncul

    "Pergi sana! Nggak usah drama!" Eve langsung mendorong Adam menjauh. Adam tertawa kecil lalu bangkit dan mencium puncak kepala Eve singkat sebelum berlari cepat ke kamar mandi. Sementara itu, Eve memejamkan mata dan tersenyum kecil. Jika terus menghadapi Adam yang seperti ini Eve yakin hatinya akan mencair dalam waktu yang tak lama. ***** Pagi harinya, Eve terbangun lebih dulu. Biasanya dia bukan tipe orang yang bangun pagi dengan penuh energi, tapi pagi ini berbeda. Mungkin karena semalam dia tidur dengan cukup nyaman... atau karena ada sosok di belakangnya yang masih memeluknya erat. Eve melirik ke belakang. Adam masih tidur, wajahnya tenang, dan nafasnya teratur. Tapi... ada sesuatu yang aneh. "Adam..." Eve mengerutkan dahi, mencoba menarik tangann

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   17. Anak Alex?.

    Mendengar pertanyaan tiba-tiba Adam, tangan Eve mengepal di pangkuannya, menahan rasa sakit, marah juga kecewa yang kembali muncul. Eve menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab pelan. "Adam…." Adam meliriknya sekilas, ekspresi wajah pria itu tak terbaca. "Aku butuh jawaban Eve" Suaranya lebih dalam kali ini, nyaris seperti bisikan. Eve menggigit bibir, hatinya berdebar kencang. Apa yang harus dia katakan? Eve menatap Adam tajam, mencoba menahan gejolak emosinya sebelum akhirnya membuka mulutnya dan bertanya ragu. "Boleh aku bertan

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   16. Tidur Bersama.

    “Kamu terlalu dramatis" Eve mendecakkan lidah. “Aku kan aktor, wajar kalau aku dramatis" Adam menyeringai kecil. Eve mendengus, tapi tidak bisa menyangkal kalau ucapan Adam memang terdengar masuk akal, walaupun alasan itu terasa dibuat-buat. “Aku masih bisa memanggil pembantu kalau ada apa-apa. Aku akan tetap tidur di kamarku” Eve berdalih. Adam menggeleng lagi. “Kalau kamu bersikeras tidur di situ, biar aku yang tidur di kamarmu. Aku lebih percaya diri kalau aku sendiri yang ada di dekatmu dibanding seorang pembantu” “Ranjangnya sempit Adam, nggak muat untuk kita berdua" Eve memijat pelipisnya lelah. "Aku tidak masalah" Adam mengangguk santai. Eve ingin membantah, tapi dia tahu Adam. Pria itu tidak akan menyerah sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan. “Oke, aku tidur di kamarmu" gumam Eve akhirnya. “Tapi aku tidur di sofa" “Sofa? Serius? Itu nggak nyaman buat ibu hamil” Adam mengangkat sebelah alisnya, tampak tak setuju. “Bayiku baru enam minggu Adam” “

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   15. Tawaran Gila Adam

    Adam melipat tangan di dada. "Dan aku orang yang bertanggung jawab. Aku bakal jadi ayah yang baik. Aku bisa gendong bayi, bisa bikin susu, bisa...." "Kamu bahkan nggak bisa masak mie instan tanpa bikin dapur kebakaran" potong Eve tajam. Adam mengerjap sebentar lalu berkata santai penuh percaya diri. "...Itu kan kemarin. Mulai sekarang aku bakal belajar dan berusaha" "Oh ya? Buktiin" Eve tertawa sinis. Adam berpikir sejenak, lalu mengeluarkan ponselnya dan mulai mengetik sesuatu. "Kamu ngapain?" Eve melangkah mendekat dan melirik ponsel Adam curiga. "Aku mau cari tutorial cara jadi ayah yang baik di YouTube" sahutnya santai, sibuk menggulir jarinya di layar ponsel. Eve menepuk dahinya sendiri. 'Pria ini sungguhan gila!' batinnya frustasi. "Eve, serius" Adam mendongak dari layar ponselnya, kali ini suaranya lebih le

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status