Tiara berjalan santai bersama dengan Putri sambungnya sembari terus mengobrol. Sebenarnya mencari siomay hanya alasan Kiara saja untuk menghindari suaminya. Dia hanya masih belum siap terlalu dekat lagi dengan pria itu. Selain karena takut hatinya jatuh ke dalam pesona pria itu dia juga masih belum benar-benar siap untuk memutuskan menjalani kehidupan rumah tangga seperti impiannya dulu. "Mama, itu penjual siomay-nya!" Pekik Cantika kegirangan. Kiara menggenggam tangan mungil Cantika agar berjalan di sampingnya dan aman dari pengendara di jalan raya. Keduanya berjalan santai di trotoar sembari sesekali bergurau sehingga tidak terasa capek. "Iya, ayo kita ke sana!" Kiara tersenyum melihat putri sambungnya begitu bahagia.Setelah sampai di tempat yang dituju, Kiara langsung pesan pada penjual. Sedangkan Cantika mencari tempat duduk tanpa diminta. Gadis kecil itu seolah paham bahwa mamanya akan makan di tempat."Mama, sini!" Cantika melambaikan tangan saat Kiara sudah selesai memesan.
"Dokter, tolong istri saya!" teriak Samudra sembari berlari membawa sang istri memasuki ruang UGD. Sementara Cantika ikut berlari di belakang papanya dengan air mata terus berderai. "Baringkan di sini, Pak!" Seorang perawat menunjukkan sebuah brankar yang sudah tersedia di ruang UGD. "Tolong tunggu di luar, Pak!""Istri saya sedang hamil, Sus! Tolong selamatkan mereka," mohon Samudra dengan mata berkaca-kaca. "Kami akan berusaha, Pak. Bantu dengan do'a, ya." Perawat dengan sabar meminta Samudra untuk keluar. Meskipun enggan meninggalkan istrinya sendiri di dalam tapi pria itu tetap menurut. Ia menggandeng tangan mungil Cantika dan berjalan keluar ruangan. "Papa, Mama sama dedek bayi nggak papa, kan?" Cantika menatap sang papa penuh harap. Ada gurat kesedihan bercampur takut di wajah gadis kecil itu. Samudra meraih tubuh Cantika dan mendudukkan di atas pangkuannya. Memeluk erat tubuh sang buah hati dengan perasaan berkecamuk. Ayah dan anak itu terdiam dengan pikiran masing-masing
Kiara duduk termenung menghadap jendela. Tubuhnya tidak bergerak seperti payung bahkan saat di ruangan itu ada percakapan antara mama mertua dengan suaminya. Sesekali terdengar celoteh riang Cantika. Tatapan mata Kiara tampak kosong. Wajahnya masih sedikit pucat dengan bibir memutih. Tubuhnya juga kurus karena saat hamil susah makan. "Apa tidak sebaiknya kita kabari orang tua Kiara, Sam?" Melinda menatap sang menantu dengan tatapan iba. "Kita butuh persetujuan Kiara, Ma. Aku khawatir Ayah kaget mendengar kabar ini. Beliau baru saja sembuh," jawab Samudra bijak.Pria itu sangat ingin memeluk sang istri dan memberikan motivasi padanya. Namun ia khawatir wanita yang menjadi istrinya itu menolak dan membuat suasana hatinya makin kacau. Melinda duduk di samping Kiara lalu menatap ke arah yang sama dengan menantu tercintanya itu meski sorot matanya tampak berbeda. "Allah tidak membebani hamba-Nya di luar batas kemampuan. Apa yang diberikan pada kita semua itu milik-Nya dan Dia berhak m
Samudra berjalan ke lemari lalu mengambil sesuatu dari sana. Setelahnya dia menunjukkan dua buku berwarna merah dan hijau yang dikeluarkan oleh KUA setempat. "Pernikahan kita sudah resmi, Kiara. Pernikahan kita sudah tercatat di KUA," ujar Samudra.Tiara menatap suaminya dengan tatapan penuh tanya. Kapan pria itu mengurus buku nikah di KUA? Kenapa jadinya tidak tahu? Lalu tanda tangan siapa yang tertera di dalam buku nikah tersebut kalau dirinya saja tidak merasa menandatanganinya? "Itu buku nikah palsu, kan? Tidak sulit bagimu untuk membuatnya." Cara memasang wajah datar. Setelah kehilangan bayinya Tiara sudah bertekad untuk lepas dari keluarga Tri Anggoro. Dia akan bekerja keras setelah ini untuk mengembalikan uang yang digunakan untuk membiayai pengobatan ayahnya. Mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama tapi dia tetap harus berusaha. Baginya bertahan dengan lelaki yang tidak bisa tegas terhadap wanita lain hanya akan membuatnya semakin terluka. "Kamu bisa mengeceknya kalau t
Samudra memilih diam. Niat hati menginap di kantor untuk menenangkan diri, justru kedatangan Vino membuatnya semakin emosi. Mendadak pria berhidung mancung itu teringat kembali kata-kata sang istri. "Tidak, aku tidak akan bercerai apapun alasannya. Kiara, tak bisakah kamu merasakan cintaku yang begitu besar padamu? Apa dendam sudah menutupi kelembutan hatimu, Sayang?" desah Samudra. Beruntung dia gerak cepat mengurus buku nikah saat Kiara di rumah sakit kemarin. Dia sudah memprediksi sebelumnya kalau Kiara akan minta pisah setelah bayi yang dikandung tiada. Untuk itu Samudra segera mengurus buku nikah mereka berbekal surat bukti kalau mereka sudah menikah siri. Terkait tanda tangan Kiara, sebenernya Samudra memintanya di rumah sakit saat kondisi Kiara setengah sadar sehingga dia tidak menolaknya. Bahkan wanita yang sudah membuatnya jatuh cinta sedalam ini tak menanyakan perihal tanda tangan tersebut. Terlebih saat itu bersamaan dengan tanda tangan berkas rumah sakit untuk melalui t
Samudra langsung bangkit dari duduknya lalu menyambar kunci mobil yang tergeletak di atas meja kerjanya. Tak lupa tas dan jas yang terlampir di kursi turut ia bawa. Dengan langkah cepat lelaki beranak satu itu berjalan keluar meninggalkan Vino sendirian. Sadar ada sesuatu yang tidak beres, Vino segera mengikuti langkah Samudra. Lelaki yang sudah berteman sejak sekolah dengan Samudra itu khawatir terjadi sesuatu di jalan jika membiarkan sahabatnya menyetir sendiri dalam keadaan panik seperti itu. "Biar aku saja yang nyetir, Bro!" Vino mengambil alih kunci yang ada di tangan Samudra. Samudra hanya menurut karena tak punya lagi energi untuk membantah. Lagi pula ia juga nggak yakin bisa selamat sampai tujuan jika menyetir dalam kondisi panik seperti itu. Kalaupun dirinya selamat, bisa jadi mencelakai pengendara lain akibat cara menyetirnya yang brutal.Samudra memutari badan mobil lalu duduk di samping kursi kemudi. Tatapannya lurus ke depan. Sesekali menarik nafas panjang lalu menghem
Sekian lama Samudra merangkai kata sekadar untuk mengungkapkan perasaannya pada wanita yang dinikahinya ini. Namun ia tak memiliki kemampuan untuk itu. Namun saat ia bisa mengungkapkannya, kenapa harus dalam kondisi seperti ini?Kiara masih termangu di depan pintu. Otaknya berusaha mencerna kata-kata suaminya barusan. Namun, hatinya berusaha menyangkal apa yang sudah ia dengar. Kalimat keramat yang selama ini ia tunggu-tunggu akhirnya keluar juga. Senang? Entahlah. Setelah apa yang terjadi pada dirinya, Kiara justru berharap tidak akan pernah mendengar kalimat sakral itu dari bibir suaminya. Susah payah Kiara membangun benteng tinggi-tinggi dalam hatinya. Jika akhirnya sang suami justru membuatnya luluh, ia khawatir benteng itu akhirnya hancur dan dia kembali terjerumus pada jurang yang sama. Akal dan batin Kiara saling berperang. Akal memintanya untuk pergi sejauh mungkin dari kehidupan Samudra tapi hati menentangnya. "Ayolah, Kiara apa kamu rela suatu saat nanti kamu mati sia-sia
Dengan senang hati Samudra langsung naik ke atas ranjang dan berbaring di samping Cantika sehingga posisi gadis kecil itu sekarang diapit oleh kedua orang tuanya. Sesuatu yang sudah sangat lama ia impikan. Tidur bersama kedua orang tuanya.Dalam hati Samudra bersorak senang. Ada untungnya sang buah hati mimpi buruk sehingga bisa menahan kepergian Kiara. "Mama, bacain cerita," ujar Cantika mengedarkan lamunan Kiara. "Cerita apa, Sayang? Bukankah semua cerita sudah Mama bacakan?" Meskipun suasana hatinya sedang tidak baik, tapi Kiara juga tak mampu menolak permintaan putrinya. Wanita itu selalu lemah jika berurusan dengan Cantika. Dan hal itu dimanfaatkan oleh Samudra yang mulai memahami kelemahannya ini. "Ceritakan tentang pangeran air dan putri api," mohon Cantika. Mau tak mau Kiara menuruti permintaan Cantika walau sebenernya dia sudah sangat tidak nyaman berada dalam satu ranjang dengan suaminya. "Dahulu ada seorang pangeran dari negeri air. Dia sangat tampan dan cerdas. Namun