"Jadilah pribadi yang tak pernah puas dengan apa yang diketahui. Biarkan rasa penasaranmu membawamu pada petualangan yang tak terlupakan."
Kembali ke beberapa jam yang lalu setelah Chloe selesai diinterogasi. Chloe terburu-buru keluar dari ruangan itu begitu Magnus dan detektif Rodriquez mengucapkan kata perpisahan. Kalau dia punya sayap, mungkin dia sudah terbang dari tadi. Saat membuka pintu dan menuju ke ruang tunggu.... “Chloe?” seru Camilie dan Hilde hampir bersamaan. Sahabat-sahabatnya ternyata mempunyai jadwal interogasi di hari yang sama dengannya. Mereka segera menghampiri Chloe dan memeluk gadis itu. Chloe memeluk mereka dengan singkat. Dia mencurigai semua teman-temannya sekarang. Dia penasaran, siapa di antara mereka yang telah mengkhianatinya malam itu. “How are you, babe?” ucap Camilie sambil memeluk Chloe berulang-ulang kali. Chloe tidak tahu apakah itu pelukan tulus seorang sahabat atau pelukan yang penuh dengan kepalsuan. “Just fine,” jawab Chloe dengan nada sewajar mungkin. Dia harus berhati-hati dalam berhubungan dengan siapa pun saat ini. Semua orang patut ia curigai. "Bagaimana kabar kalian?"
“Kau kira, aku takut berurusan dengan polisi?” teriak Mateo galak. Dia merasa sangat tertantang setiap kali sifat keras kepala Chloe muncul. Hal itu benar-benar mengganggunya. Chloe menghentikan langkah kakinya dan menatap pria itu dengan kesal. Jujur saja, dia tidak mau berhubungan dengan pria itu lagi. Apalagi setelah mengetahui identitasnya. Chloe tidak ingin menambah masalah dalam hidupnya. Hatinya masih terguncang begitu mengetahui bahwa Mateo adalah Mafia yang sedang diincar pihak berwajib. Ternyata hidupnya benar-benar apes, tepat seperti pepatah yang berbunyi' terlepas dari mulut harimau, jatuh ke mulut buaya.' 'Albert dan Mateo sama-sama brengsek,' pikir Chloe. Entah kenapa, hatinya seperti teriris-iris saat memikirkan hal itu. Luka dan kepahitan karena pengkhianatan Albert, membuat dada Chloe terasa sesak. Tanpa berpikir dua kali, Chloe berbalik dan bergegas ke kantor polisi lagi. Lebih baik dia mati tegang di dalam sana dari pada harus satu mobil dengan seorang mafia be
Chloe tidak menjawab ucapan perpisahan dari Mateo. Sebaliknya, dia langsung menyeret Hilde untuk pergi dari sana. “What makes you so hurry?” protes Hilde yang harus berlari kecil-kecil untuk mengikuti langkah kaki Chloe. “Nope! Aku kelaparan dan ingin makan sesuatu,” gumam Chloe sambil mencoba bertahan untuk tidak menoleh ke belakang. Kalau saja Freya dan Samuel tidak menginap tempatnya hari ini, mungkin lebih baik dia menginap di rumah orang tuanya. 'Mateo seperti ada di mana-mana sekarang. Bahkan dia bisa tiba-tiba muncul di depanku hari ini. Besok-besok, dia bakal ikuti aku ke mana lagi coba?' “Aku parkir mobilku di sana. Kamu tunggu di sini saja.” “Tidak! Lebih baik aku ikut,” putus Chloe yang mengekori Hillde ke tempat parkir ruang bawah tanah. Begitu mereka berdua berada dalam mobil, Hilde langsung mengeluarkan unek-uneknya. “Who’s the hell that hottest man in the world who was with you earlier?” “Bukankah dia sudah memperkenalkan dirinya tadi?” sahut Chloe dengan santai
Audrey duduk dengan gelisah di kursi ruang tunggu kantor kepolisian. Dia sudah menunggu semalam sepuluh menit, tapi baginya itu seperti sudah berjam-jam saja rasanya. “Aku harus memikirkan jawaban apa yang akan aku berikan kepada mereka nanti,” gumam Audrey bermonolog. Dia menggoyang-goyangkan kaki karena gugup dan gelisah. 'Kalau saja lelaki bayaranku tidak mampus, hidupku aman-aman saja.' “Ms. Audrey, silahkan masuk!” seru seorang petugas. Audrey langsung melompat dari kursi yang didudukinya dan segera memasuki ruangan interogasi. Ada rasa dag-dig-dug di hatinya saat melihat Magnus dan seorang pria lain di dalam ruangan itu. “Selamat datang dan silahkan duduk, Nona Audrey.” “Terima kasih.” “How are you today?” “I am good,” jawab Audrey sambil melayangkan pandangannya dan menyisiri setiap sudut ruangan untuk mengurangi rasa gugup yang ada. Dia sama sekali tidak ingin berada di dalam ruangan ini. “Nona Audrey, kami akan segera mengajukan beberapa pertanyaan saat Nona sudah
“Kenapa mommy belum pulang juga, Auntie?” tanya Samuel begitu mereka sampai di apartment Chloe. “Mungkin mommy kamu masih dalam perjalanan pulang, sayang. Kita tunggu sebentar lagi, ya.” “Aku boleh pinjam ponsel Auntie, tidak?" "Untuk apa? Kamu mau menelpon mommy?" "Iya, Auntie. Aku mau menelpon mommy.” Chloe yang menyadari kecemasan Samuel akan mommy-nya, bergegas mengambil ponsel dari tas kerjanya. Gadis itu segera mencari nama Freya di daftar kontaknya. Setelah Chloe dan Samuel mencoba untuk menghubungi Freya berkali-kali, gadis itu sama sekali tidak mengangkat panggilan telepon itu. ‘Ada apa dengan Freya?' batin Chloe was-was. “Mommy selalu mengangkat telepon, apalagi telepon dari Auntie Chloe,” celetuk Samuel yang mengagetkan Chloe dari lamunan singkatnya. “Mungkin mommy kamu dalam perjalanan sehingga dia tidak mendengarkan dering ponselnya,” ucap Chloe menenangkan Samuel. “Aku kangen mommy, Auntie.” Samuel melompat ke atas sofa. Dia duduk sambil mengusap-usap kedua bol
Albert memeriksa pesan dari Chloe yang sebenarnya sudah masuk dalam inboxnya sejak tadi siang. Tapi berhubung dia sangat sibuk dengan casting model-model baru, Albert tidak men-cek hapenya selama berjam-jam. “Hmm, ternyata Chloe sudah menyebar undangan pesta tersebut. Aku akan meng-forward isi pesan ini kepada partner-partner bisnisku.” Albert tersenyum gembira. Dia sudah membayangkan uang milyaran dollar yang akan masuk ke dalam rekening perusahaannya sebentar lagi.“Semoga banyak yang datang pada acara pesta besok. Aku sudah tidak sabar lagi untuk memamerkan calon istriku yang cantik di depan semua klien dan teman-teman seprofesiku.” Albert meng-forward pesan itu kepada kurang lebih dua puluh lima orang.Selain rekan bisnisnya, Albert juga meng-forward pesan tersebut kepada klien-klien barunya. Dia berharap agar klien-kliennya belum memberikan jawaban mereka nanti. Atau mungkin langsung menandatangani kontrak perjanjian dengan perusahaan miliknya.Beberapa dari mereka sudah berja
Merasa kesal karena digantung seperti itu, Albert mencekal tangan Audrey dan mendorong gadis itu di atas sofa sampai ia jatuh terjungkal. "Kau yang memulai semua kegilaan ini! Sekarang, mari kita tuntaskan permainan ini." Sebuah senyum sadis bertengger di wajah mesum Albert. Dia melepas dasinya dengan pelan. Audrey yang tadinya terjungkal di atas sofa, malah tersenyum kesenangan. Dia memang sengaja membuat Albert marah tadi, karena saat marah, permainan Albert akan lebih terasa nikmat dari biasanya. Gadis itu berdiri dengan perlahan dan mulai melepas helai demi helai pakaian di tubuhnya. Albert yang awalnya hanya ingin melampiaskan kemarahan kini terperangkap. Dia sebenarnya sudah tidak mau melayani gadis itu lagi. Albert menelan salivanya beberapa kali. Dia laki-laki normal yang diberikan pemandangan menggoda di depan matanya. Audrey menyeringai dan beranjak dari sofa. Dia berjalan ke arah Albert sambil membelai-belai tubuhnya sendiri di depan pria itu. Albert menegang dan amarah
Camilie tertidur dengan nyenyak di samping Freya. Dia begitu lelah setelah menjaga dan menemani Freya yang beberapa kali menjerit-jerit dalam tidurnya karena mimpi buruk yang datang silih berganti. “Camilie,” panggil Freya lembut berusaha membangunkan sahabatnya yang tertidur lelap di sampingnya. Rupanya Freya sudah sadar. Awalnya dia bingung dan tidak tahu di mana dia berada, tapi melihat ruangan yang serba putih dan aroma khas yang ada, dia langsung sadar bahwa dia sedang berada di rumah sakit. “Hmm,” desah Camilie pelan. Setelah mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, Camilie pun terbangun. “Hi, babe,” sapa Camilie sambil menggenggam tangan Freya yang terlihat masih lemah. Beruntungnya selang infus sudah dilepaskan dari tubuh Freya dua jam yang lalu. “Can we go home now? Aku kangen sekali sama Samuel, dan kasihan Chloe yang harus menemaninya.” “Ssshhh…. Don’t think about it. Tadi Chloe sudah menelpon aku pas kamu masih tertidur.” “Apakah Samuel baik-baik saja?” “Samuel i