Di sebuah mension mewah bermodel klasik Eropa milik seorang pengusaha terkaya nomor satu di dunia tetapi terkenal dingin dan kejam tak berperasaan. Disana, terlihat seorang pria muda yang sedang duduk di ruang kerjanya.
“Permisi Tuan Muda, saya telah menemukan semua berkasnya,” ucap Jimmy seraya berjalan masuk ke dalam ruang kerja Tuan Muda Kenzo.
Kenzo yang sedang menatap pemandangan di luar jendela, ia langsung mengalihkan pandangannya ke arah tangan kanannya. “Taruh saja di atas meja!” titah Kenzo dengan ekspresi wajah datarnya.
“Baik Tuan,” Jimmy menaruh semua berkas yang dipegangnya menuju di atas meja.
“Pergilah!” usir Kenzo.
Jimmy menghela nafas sejenak dan ia tersenyum manis ke arah Tuan muda Kenzo. “Baik Tuan.” Jimmy membalikkan tubuhnya dan ia melangkahkan kakinya menuju pintu keluar ruangan.
Kenzo menggeserkan kursi kebesarannya agar mendekati meja kerjanya. Ia mengambil sebuah map berwarna merah yang tadi diberikan oleh tangan kanannya. Ia mulai membuka satu persatu lembar pada berkas dan membaca data itu dengan tatapan serius dan teliti.
“Hm… Sangat menarik,” Kenzo masih fokus membaca secara detail informasi pribadi dari seseorang yang akan menjadi miliknya.
“Pantas saja, pria tua tidak tahu diri itu, tidak merasa bersalah jika ia menjadikan jaminan hutang pada anak perempuannya. Oh ini alasannya! Dasar tidak punya hati.” gumam Kenzo pelan.
Kenzo membuka lembar terakhir yang akan siap ia bacakan. “Apa? Jadi, selama ini wanita itu pemiliknya? Hahaha… Pantas saja, Ia tidak mau menunjukkan identitasnya pada semua orang dan aku mengerti sekarang.” lanjut Kenzo.
Setelah selesai membaca semua dokumen itu, Kenzo pun semakin tertarik terhadap wanita itu. Kenzo menarik senyuman miringnya khas penjahat kelas kakap sembari melihat foto yang berada di tangannya.
***
“Paket!” ucap seorang pria berpakaian seragam kurir paket mengantarkan pesanan paket bdi hadapan Nada.
“Ayah, Mama, ada paket!” teriak Nada dari arah ruang tamu.
Dimetri dan Miyana berjalan mendekati Nada yang sedang membuka paket yang dibungkus oleh plastik hitam.
“Wah, Gamis syari bagus banget. Ayah, beli ini untuk aku kan? Ayah memang sangat baik, pasti selalu memberikan hal-hal yang menarik untukku. Terima kasih Ayah,” ucap Nada tersenyum manis di depan Dimetri.
“Baju gamis ini bukan buat kamu sayang tapi buat Ayu.” jawab Miyana yang mengetahui apa yang direncanakan oleh suaminya pada anak kandungnya.
“Kok baju gamis ini buat si wanita sialan itu. Sayang banget loh gamisnya kalo dia kenakan di tubuhnya. Mendingan buat aku saja, aku cocok banget mengenakannya karena aku terlahir cantik.” Nada terlihat kesal saat mengetahui gamis syari indah diberikan pada Ayu. Walaupun ia belum mengenakan hijab, tetapi ia tahu betul harga gamisnya ini sangat mahal.
“Tuan Kenzo yang memberikan pada Ayu karena Ayu besok harus bertemu langsung dengannya. Jika, Ayu tidak mengenakan baju gamis syari pemberian Kenzo. Maka, Ayah akan menerima akibatnya.” jelas Dimetri Panjang lebar di hadapan anak tirinya.
"Sayang, nanti Mama akan belikan baju gamis yang lebih bagus dan pengeluaran model terbaru." tawar Miyana untuk menenangkan Nada yang sedang kesal pada ayahnya.
"Okelah." jawab Nada singkat.
"Ayu! Cepatlah kesini." teriak Miyana terhadap anak tirinya.
Ayu yang sedang berada di dalam kamarnya, ia langsung mengalihkan pandangannya dari kertas yang dipegangnya menuju ke arah pintu kamarnya. Saat ia mendengar namanya dipanggil oleh mama tirinya, Ayu langsung bangkit dari duduknya dan berlari menuju sumber suara yang sangat dikenalnya.
"Iya, ada apa?" ucap Ayu saat melihat ketiga orang yang sedang berdiri tegap di hadapannya.
"Darimana saja kamu kok lama sekali datang kemari? Jangan tidur terus nanti cepat mati!" bentak Miyana ketus.
Ayu yang mendengar bentakan dari Ibu tirinya menjadi kaget, Namun, Ia tetap memberi senyuman. "Maaf Ma." lirih Ayu di hadapan ketiga orang yang sedang berdiri di hadapannya.
"Ambil gamis syar'i ini dan kamu harus kenakan gamis itu saat bertemu besok dengan Tuan muda. Ingat, jaga sikapmu dan jangan malu-maluin saya," ucap Dimetri tegas.
"Ta-tapi aku..." ucapan Ayu terputus saat mendengar suara perintah dari Ayahnya.
"Perkataan saya ini bersifat perintah dan tidak menerima penolakan! Kamu harus menurut! Sudah waktunya kamu membalas semua kebaikan kami yang selama ini menampung kamu tinggal gratis disini." sambung Miyana dengan tatapan tajam bak elang ke arah Ayu.
Ayu yang melihat itu langsung menundukkan kepalanya, ia sudah tidak kuat untuk menerima semua perbuatan jahat mereka mulutnya terasa bungkam untuk mengatakan ia benar-benar terluka.“Cepat pergi kamu dari hadapanku, bisa sakit mataku lihat wajah jelekmu,” Miyana mendorong tubuh mungil Ayu agar pergi dari hadapannya.
Ayu yang menerima dorongan tangan dari Miyana. Ia langsung melangkahkan kakinya tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan tanpa dasar, ia menjatuhkan buliran kristal saat sampai di dalam kamarnya. Ayu hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar ia tetap tegar menjalani kehidupan kelamnya.
Ayu menatap gamis syari yang terletak di atas kasur kecilnya. cantik banget, itulah yang dinilainya dari model gamis ini.
Ayu menghela nafasnya pelan. “Pasti gamis syari ini harganya sangat mahal. Aku lihat dari segi modelnya trending banget dan pembuatannya mewah banget dan dikategorikan sebagai barang branded kelas atas. ” kata Ayu pada diri sendiri.
“Aku perlu berhenti bekerja di kafe itu dan aku harus mencari pekerjaan yang lebih baik untuk membantu melunasi hutang piutang papa pada Tuan Muda Kenzo."
Sebenarnya, Ayu mengetahui semua model barang yang keterhubungan dengankdengan desain karena itu profesinya sebagai desainer muda.
*Masa Lalu*
“Ayah, lihatlah pengumuman ini aku dapat beasiswa kuliah di jurusan desain di kampus A ,” ucap Ayu dengan wajah bahagia di hadapan Dimetri.
“Ngapai kamu lanjut kuliah, tidakgtidak ada gunanya.Yang adanya nambahin beban kehidupan saja. Saya sudah berbaik hati mau menyekolahkan kamu dari SD hingga SMA dan itu lebih dari cukup kamu bersyukur pada saya, ” ucap Dimetri tegas saat melihat wajah putri kandungnya tampak terlihat sedihmsedih dengan perkataannya di saat hari kelulusan SMA.
“Iya, benar kata papamu itu, percuma kamu kuliah kalau otak kamu bodoh dan uangnya sayang kalau dibuat mubazir.” Lanjut Ibu tirinya.
“Tapi, aku dapat beasiswa dari kampus jadi tidak usah membayar biaya uang kuliah yang mahal,” ucap Ayu menunduk, ia selalu menginginkan lanjut kuliah di bidang desain.
“Mau ada beasiswa atau gak, tetap sama saja membutuhkan biaya beli buku dan lainnya. Kamu lebih baik menurut saja dan jangan membantah orang tua nanti durhaka doh!” ucap Ibu tirinya.
“Ba-baik ma.” Jawab Ayu pasrah.
"Ma, pa, aku boleh gak lanjut kuliah di kampus A di jurusan kedokteran," ucap Nada dengan suara manja yang telah sampai di ruang tamu.
"Tentu saja boleh, kamu mau jurusan apapun pasti mama sama papa setuju? Hebat banget anak mama mau masuk kuliah jurusan kedokteran. Nanti, mama daftarkan untukmu kuliah di jurusan kedokteran." sahut Miyana dengan tersenyum manis di depan anak kesayangannya.
"Iya, papa setuju dan mendukung atas keinginanmu." Perkataan Dimetri membuat Nada tersenyum puas saat keinginannya kuliah di jurusan kedokteran terkabulkan.
Berbeda dengan Ayu, ia menatap kecewa di hadapan ketiga orang yang terlihat bahagia di atas penderitaannya. Kehadiran Ayu tak pernah dianggap dan sakit hati yang mendalam yang selalu ia pendam selalu ia jalani dengan lapang dada. Jangan tanyakan apakah ada orang yang tahu bagaimana kisah kehidupan Ayu? Tidak ada yang tahu dan mau tahu karena mereka tidak ingin ikut campur di kehidupan orang lain.
***
"Ayu! Bangun kamu! Dasar pemalas! Bangun gak kamu," ucap Ibu tiri Ayu dengan suara keras di dalam kamar ukuran kecil yang tak layak dihuni. Wanita berparuh baya itu menatap kesal ke arah gadis cantik yang masih setia di alam mimpi.
Hari telah menunjukkan pukul 05.00 pagi, tapi, Ayu tidak kunjung bangun dari tempat tidurnya.
Byurr!
"Kamu enak-enak tidur, Bangun kamu! Masih banyak pekerjaan rumah yang harus kamu selesaikan! Cepat bangun!" bentak Miyana menatap tajam ke arah Ayu.
Ayu yang tersadar dari tidurnya, ia tampak kaget dengan sikap jahat Miyana.
“Iy-ya Ma.” Jawab Ayu bangun dari tidurnya dan mendapati tatapan tajam dari arah wanita berdiri di hadapannya.
Setelah menyelesaikan semua tugas yang biasa Ayu lakukan sebagai anak rumah tangga. Ayu melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamarnya. Di dalam kamar Ayu terdapat kasur ukuran kecil dan lemari plastik yang hampir roboh. Tidak ada AC atau kipas angin yang dapat mendinginkan suhu kamar Ayu. Melainkan, Ayu yang merasa kepanasan, ia langsung membuka jendela kamar agar udara segar masuk ke dalam kamar. Entah bagaimana pola pikir papa kandung Ayu, yang selalu membencinya tanpa sebab. Dulu, Dimetri memberikan semua fasilitas mewah pada Ayu. Namun, semenjak Dimetri menikahi janda anak satu, Ayu tidak mendapatkan rasa ketenangan di rumahnya. Semua fasilitas yang ia miliki, lenyap begitu saja dan tersisa hanyalah Ayu menerima penderitaan siksaan oleh Ibu tiri dan saudari tirinya. Ibu tirinya dengan seenak jidatnya menyuruh Ayu melakukan semua pekerjaan rumah, tanpa memberikan istirahat dan Ayu tidak dapat melawan keinginan ibu tirinya. Begitupun, papa kandungnya han
Ayu terbangun dari alam mimpinya, ia mengucek pelan kedua bola matanya. Ayu mendudukkan dirinya di atas kasur sejenak untuk menyeimbangkan tubuhnya. Setelah dirasa cukup, ia melangkahkan kakinya menuju ke arah ruang kamar mandi umum yang terletak di sebelah dapur. Hari telah menunjukkan pukul 07.10 pagi, Ayu dengan cekatan, merapikan semua makanan yang telah ia masak di atas meja makan. Ia menatap semua masakan yang dibuatnya yang begitu indah dan ia pergi dari ruang meja makan karena sudah waktunya sarapan pagi. Ayu yang berada di ruang dapur, ia telah terbiasa melihat kedua orang tuanya bersama adik tirinya berjalan menuju meja makan. "Ayu, geserkan kursi ini! Aku mau duduk. Tangan aku telah melakukan perawatan dan aku takut tangan aku kotor dan tidak indah lagi," ucap Nada yang berdiri di sebelah meja makan. "Kamu bisa dengar gak perkataanku! Apa telinga kamu sudah hilang dan tidak bisa mendengarnya denga
“Nona muda, mari silahkan duduk disini.” lanjut Jimmy undur diri di hadapan tuan muda Kenzo. Ayu yang masih berdiri di belakang Jimmy, ia langsung melangkahkan kakinya menuju meja di depannya. Wajah yang cantik, pujian Itulah yang Kenzo klaim saat menatap wajah polos wanita muda yang berada di belakang sekretarisnya. Ternyata, melihat orangnya secara langsung, lebih cantik dibandingkan dengan tampilan foto. Jimmy mempersilahkan Ayu untuk duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Tuan muda Kenzo, Ayu yang diperlakukan seperti ratu, ia tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada Jimmy yang berdiri di sebelahnya. “Nona Muda Ayu Liyunma, apakah kamu mengetahui kalau Tuan Dimetri mengajakmu datang kemari?” ucap Kenzo saat melihat Ayu duduk di hadapannya. “Aku tidak tahu, ada apa Tuan?” ucap Ayu dengan wajah penuh tanya. Ayu memang tidak kalau papa kandungnya menyu
"Bagus! Siapkan semua pakaianmu, sore ini kau akan ikut pulang bersamaku dan minggu depan kita akan melangsungkan pernikahan kita di belakang mensionku," ucap Kenzo. "Apa? Pulang bersamamu dan minggu depan melangsungkan pernikahan," sahut Ayu kaget. "Jimmy! Antar dia pulang ke rumahnya!" titah Kenzo. Jimmy yang mendengar perintah dari tuan mudanya, mengangguk patuh. "Baik Tuan." jawab Jimmy. "Tidak usah, aku bisa pulang sendiri." sahut Ayu menolak. "Jangan pernah membantah perintah ku!" bentak Kenzo menatap tajam ke arah Ayu. Ayu yang menerima bentakannya hanya mengabaikannya saja dan ia berjalan menuju pintu keluar Restoran. Ayu lelah diperlakukan seenak jidatnya oleh ayahnya. "Hey! Ayy..." ucap Kenzo terhenti saat mendengar ucapan dari Ayu. "Tuan, maaf saya lancang. Sepertinya, Nona muda ingin menenangkan hatinya terlebih dahulu. Mungkin, Nona muda tidak percaya dengan perlakuan dari ayahnya." jelas Jimmy saat melihat Kenzo ingin men
Ayu melepaskan rangkulan tangan Kenzo, ia meminta izin untuk segera kembali ke kamar untuk membereskan semua pakaian dan barang yang akan dibawanya. Ayu memasukkannya ke dalam tas koper berwarna pink miliknya. Setelah selesai membereskan, ia melangkahkan kakinya menuju pintu keluar kamar dan berjalan ke arah ruang tamu. Ayu berjalan menuju ruang tamu sembari membawa tas kopernya. Di sana, ia menatap semua orang yang berada di depannya dengan tatapan sendu. "Jimmy, bawakan tas kopernya!" perintah Kenzo. Jimmy yang mendengar namanya dipanggil, ia langsung menganggukkan kepala dan membawa tas koper milik Ayu. Ayu pun mengucapkan terima kasih di hadapan Jimmy. "Ayah, aku pamit pergi," ucap Ayu menatap wajah Dimetri yang berdiri di depannya. Dimetri y
Hari ini adalah hari pernikahan antara Kenzo bersama Ayu. Tidak terasa satu minggu telah berlalu. Semua perlengkapan telah siap dan tertata rapi. Dekorasi mewah dengan pernak-pernik berkilauan menyinari ruangan. Berbagai macam makanan mewah telah tersedia. Para tamu undangan telah datang memenuhi ruangan dan disinilah Ayu berada, ia menatap sekelilingnya sedang berbincang ramai. Penghulu yang dibayar oleh Kenzo pun telah datang dan janji suci pernikahan telah diucapkan dan akhirnya dinyatakan sah atas pernikahannya. Ayu menatap tak percaya bahwa tuan muda itu benar-benar menikahinya. Ayu menatap ke samping dimana tuan mudanya duduk, sekarang Ayu tahu kenapa ia disuruh mencoba mengenakan gaun pengantin kemarin. Saat ini, Kenzo sedang mengenakan jas casual berwarna abu yang senada dengan dirinya. Tampan itulah kesan pertama saat Ayu bertemu dengan Kenzo. Ayu tak menyangka suaminya kelak adalah seorang Kenzo Rihandra, entahlah pernikahan ini akan bertahan lama t
Ayu yang mendengar ucapan dari Kenzo, ia langsung menggeleng-gelengkan kepalanya di depan Kenzo."Ak-ku tidak terpesona dengan tuan," ucap Ayu dengan mengalihkan pandangannya menatap Kenzo menuju ke arah samping. Ayu menutup wajahnya yang terlihat merah merona dengan kedua tangannya. "Kenapa wanita ini berbeda dengan orang yang selalu memujaku di luar sana." kata Kenzo dalam hati, ia menatap intens ke arah Ayu. Ayu yang ditatap begitu menjadi salah tingkah. Kenzo berjalan menuju tempat tidur yang sedang diduduki oleh Ayu. Ayu melihat Kenzo yang sedang berjalan mendekati dirinya. Kenzo menyentuh ujung rambut Ayu, Ayu merasakan ada yang tidak beres dan ia berjaga-jaga agar tidak terjadi sesuatu yang diinginkan oleh Kenzo. "Jadi, kau tidak terpesona dengan tubuh tegapku?" ucap Kenzo dingin. "Bu-bukan begitu tuan, aku..." ucapan Ayu terhenti saat mendengar ucapan Kenzo yang memotong pembicaraannya. "Lalu apa?" tanya Kenzo mulai memainka
Ayu yang mendengar ucapan dari Kenzo itu, ia hanya mengucapkan istigfar dalam hatinya. Barusan tuannya ini memujinya karna pijatan nya enak, Setelah itu, malah ia? Ah... Sudahlah Ayu hanya mencoba tersenyum menanggapi tuannya ini. "Tuan apa ki..ta tidur sekamar?" Dengan segala keberanian akhirnya Ayu mengucapkan apa yang ingin ia sampaikan. "Kau ingin tidur denganku?" sahut Kenzo dengan pandangan seperti om-om hidung belang yang mengajak seorang wanita untuk menemani malamnya, pikir Ayu. "A..ku bisa pergi ke kamar ku sekarang tuan." jawab Ayu, ia ingin sekali cepat keluar dari kamar terkutuk ini karna mereka hanya berdua di kamar ini yang membuat Ayu takut khilaf karna perut Kenzo yang masih terpampang jelas di depannya. Ayu mulai terbangun dari duduknya, namun, suara itu yang membuat ia menghentikan gerakannya. "Aku tak keberatan jika harus berbagi tempat tidur denganmu." sahut Kenzo dengan ekspresi wajah datarnya. Aku tidak berharap tidur de