Tiba-tiba... Romo terhenyak, langsung menurunkan senjatanya. Juga menahan gerakan kedua pengawalnya yang hendak kembali melepas tembakan. Sebab, orang-orang itu adalah Delon beserta pasukannya. "Tu-tuan Delon! Ke-kenapa Tuan Delon ada di sini?" tanya Romo bingung sekaligus heran. Mendengar itu, Delon mendesis seraya menatap Romo tajam, "Apalagi kalau bukan untuk memecahkan kepalamu!" seru Delon dengan suara lantang. Sontak saja, Romo terperanjat! Delon akan memecahkan kepalanya? Seketika Romo bergidik ngeri, juga dua pengawalnya. Romo pun langsung mencoba mengingat ia ada menyinggung Delon atau keluarga Graha atau tidak. Namun ia merasa tidak menyinggung mereka. Sementara Ivan yang masih berada di lantai atas, begitu merasa situasi sudah aman, ia lanjut menuruni tangga. Tiba-tiba perhatian Romo teralihkan oleh kemunculan Ivan dengan menggendong Seila. Seketika ia terbelalak! Bukan kah dia kepala sekolah tempat Seila mengajar? Di titik ini, Romo menjadi nai
Dibawah todongan pistol, Romo menatap Delon jerih, kini dia bersimpuh di hadapan ketua mafia Naga Hitam tersebut. Kondisinya begitu buruk! Wajahnya lebam, giginya rompal dan mulutnya berdarah sebab telah dihajar Delon habis-habis san. "Kalau saja Tuan Muda tidak menahanku, sedari tadi aku sudah memecahkan kepalamu bajingan!" seru Delon dengan suara menggelegar. Mendengar itu, Romo terbeliak sekaligus bertanya-tanya. Tuan Muda? Siapa Tuan Muda yang dimaksud Delon? Tentu Romo sudah tidak berkutik lagi. Kenyataanya bahwa Delon ada di pihak Ivan, membantu Ivan menyelamatkan Seila, membuat Romo terkejut, juga bingung. Tiba-tiba... Ivan telah kembali dan langsung berjalan mendekat. Melihat Ivan kembali seorang diri, Romo menggeram. Menandakan Seila telah berhasil diselamatkan. Tanpa mempedulikan Romo yang terlihat marah, Ivan berjongkok di hadapan pria itu dan menatapnya tajam. Aura bak pembunuh berdarah dingin mendadak keluar. Hal tersebut membuat nyali Romo ciut. "M
BUGH! BUGH! BUGH! Ivan buas menghajar Romo habis-habis san dengan pukulan dan tendangan berkekuatan penuh. Gila-gilaan. Brutal. Kalau saja Ivan tidak mengikuti aturan, hukum yang berlaku di negara ini, ia sudah menggunakan cara dunia bawah : membunuhnya! Namun dengan ia menghajar Romo sampai benar-benar babak belur sebagai balasan untuknya yang telah menyakiti Seila, semua kejahatan yang kini juga telah terbongkar, diketahui oleh masyarakat, tentu akan membuat hidup Romo langsung hancur berkeping-keping. Bagaimana tidak, sudah pasti istrinya akan kecewa sekaligus marah, kemungkinan terbesarnya adalah sudah pasti Romo akan langsung diceraikan, namanya menjadi buruk, karirnya sebagai pejabat pemerintahan akan dicopot, tak dipercayai oleh orang lagi dan tentu berakhir di penjara. Jadi apa yang dialami oleh Romo itu sudah membuat Ivan merasa puas. Setelah polisi tiba di kediaman Romo, mereka langsung meringkus Romo. Tentu mereka adalah polisi yang baik dan jujur dari kepolisian
Ivan tidak langsung menjawab, melainkan malah membalas topik lain, "Jika kita sedang tidak berada di lingkungan sekolah, panggil aku Ivan saja," Seila tertegun sejenak sebelum kemudian mengangguk, "Baik, Van... Ivan... " ucap Seila sedikit canggung. Kemudian, Seila kembali bertanya mengenai bahasan sebelumnya yang belum dijawab Ivan, "Jadi apakah kamu yang melakukannya, Van?" desak Seila tidak sabaran. "Tapi bagaimana mungkin kamu dapat melakukan hal itu? Dalam waktu singkat? Mencari tahu tentang Romo itu sangat berbahaya, penuh resiko karena Romo adalah seorang pejabat, orang yang berkuasa dan sekarang kejahatan Romo... astaga itu sangat mustahil dilakukan oleh orang-orang seperti kita." Kata Seila lagi. Ivan tersenyum tak berdaya, "Soal itu, aku dibantu oleh orang-orangnya keluarga Graha, Seila. Jika tidak, sepertinya aku tidak akan bisa melakukannya," jawab Ivan berbohong. Selagi Seila terbeliak sebab mencerna perkataan Ivan barusan, Ivan sudah lanjut berkata, "Tidak hanya
Hal tersebut membuat Ivan menghentikan langkah dan balik badan, "Ada apa Bu Seila?" ucap Ivan. Seila malah gelagapan seraya bergumam tidak jelas, seperti hendak mengatakan sesuatu, tapi tampak ragu. Akhirnya ia menatap Ivan dengan sorot mata yang tiba-tiba dipenuhi haru dan berkata, "Hati-hati di jalan, Pak Ivan. Sekali lagi saya mengucapkan beribu-ribu rasa terima kasih kepada Pak Ivan, kalau bukan karena Pak Ivan, saya tidak akan bisa lepas dari Tuan Romo dan sampaikan pula rasa terima kasih saya kepada istri Bapak," Mendengar itu, Ivan tertegun sejenak, menyadari gerak-gerik Seila sebelumnya. Ia merasa jika bukan itu yang hendak Seila katakan kepadanya. Namun Ivan memilih tidak bertanya lebih lanjut, "Sama-sama, Bu Seila. Pasti nanti akan saya sampaikan kepada Susan," Seila balas tersenyum dan buru-buru lanjut berkata dengan cemas, "Bagaimana dengan biaya rumah sakit ini, Pak Ivan? Saya—" "Jangan pikirkan hal itu, Bu Seila. Semua biaya biar saya yang urus. Bu Seila fo
Pembantu di apartemen itu menyodorkan nampan kayu berisi handuk beserta massage oil kepada Ivan yang tengah berdiri di depan sebuah ruangan. Itu adalah ruangan spa pribadi. "Semenjak Nyonya menikah, tugas memijit Nyonya Susan telah digantikan oleh Tuan," Ivan menerima seraya tersenyum, "Terima kasih, Bi." Sementara Susan kini berada di dalam. Bersiap-siap. Rahang Ivan mengeras, "Jadi sebelum kami menikah, Bibi yang biasa memijit istri saya?" tanya Ivan yang di balas anggukan kepala oleh pembantu bernama Marni itu. "Emmm... Tuan bisa memijit?" tanya Marni hati-hati. "Sedikit, Bi." Di titik ini, Marni tampak senyum senyum sendiri. Melihat Marni bersikap demikian, Ivan bertanya, "Ada apa, Bi?" "Ah, pasti kalian tidak hanya akan pijat saja di dalam, pasti akan melakukan hal lain," Balas Marni sumringah. "Segera hamili Nyonya Tuan Ivan supaya kebahagiaan kalian tambah lengkap. Juga pasti Tuan Rahardian akan sangat senang," Ivan tersentak mendengarnya sebelum kemudian terkek
"Ivan! Dasar kamu guru mesum!" seru Susan seraya membalikan tubuh sebab takut Ivan akan memijat bokongnya. Namun kedua dada Susan yang besar dan ranum yang sebelumnya tertutup kain otomatis melorot, membuat kedua dadanya langsung terekspos sangat jelas. Melihat hal itu, Ivan seketika melebarkan mata seraya menelan ludah. Tatapan matanya langsung dipenuhi nafsu menggebu. Sudah dua kali ia melihat dua dada istri kontraknya itu secara jelas tanpa tertutup kain. Pada saat bersamaan, juniornya kini semakin mengeras hebat. Memberontak ingin keluar. Apalagi Susan saat ini seperti tengah berpose menggoda yang benar-benar melemahkan iman Ivan. Sementara Susan yang panik buru-buru menutupi kedua dadanya dengan handuk, tentu ia kesal sebab Ivan yang harus kembali melihat asetnya yang berharga. Padahal ia sudah mewanti-wanti bahwa malam itu untuk yang pertama dan terakhir. Tapi barusan? Argh! Susan begitu sebal bukan main. Namun tiba-tiba mata Susan harus ternodai melihat celana
"Berani-beraninya kau masuk ke ruanganku tanpa seizinku terlebih dahulu!" seru Susan marah sambil berjalan mendekat ke arah pria itu begitu ia tiba di ruangannya. Seorang pria dengan penampilan khas layaknya eksekutif muda yang sedang duduk di sofa ruangan itu seketika mendongak dan buru-buru memasukan ponselnya ke dalam saku. Wanita yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang. Detik berikutnya, pria itu yang merupakan mantannya Susan tersenyum lebar dan berkata, "Jahat sekali kamu, Susan. Bukannya tidak masalah jika aku masuk ke ruanganmu tanpa harus izin terlebih dahulu denganmumu? Seperti dulu?" Mendengar itu, Susah mendesis, "Itu dulu. Sekarang sudah tidak!" jawab Susan tegas. "Sekarang kau sudah tidak bisa seenaknya masuk ke ruanganku tanpa izin! Paham!?" Bukannya bersikap sungkan, merasa bersalah sebab lancang, Rasya malah terkekeh pelan, seakan peringatan Susan itu tidak mempan baginya. Rasya adalah mantan Susan yang pertama, pun adalah kekasih yang pertama dan cinta pertam
Graha menggeleng takjub, "Renata dan Basuki benar-benar bisa diandalkan! Tak salah lagi aku memilih mereka berdua!" Kemudian, wajah Graha tiba-tiba berubah. "Rasakan kau tuan muda Charles. Siapa suruh kau menyinggung keluarga kami dan keluarga Fairuz, akan menyesal karena telah mencari masalah dengan keluarga Graha!" ucap Graha lagi dengan geram. Ivan, Graha dan Rahardian tengah membahas mengenai Renata juga Basuki yang berhasil meringkus Charles dan menyelamatkan Natasha darinya. Rahardian, dengan raut muka cemas juga tidak sabaran menimpali, "Di mana sekarang mereka, Van?" Ivan menghadap kakek Rahardian, "Renata dan Basuki sedang membawa Natasha ke rumah sakit, kek sekedar untuk mengecek kondisinya." Seketika raut muka Rahardian berubah kala mendengar kabar itu, "Apakah dia terluka, Van? Sehingga..." "Tidak ada luka serius padanya kok, kek. Kakek tenang saja. Hanya luka-luka ringan dan akan segera diobati," jawab Ivan sambil tersenyum. Rahardian tak ayal menghembuskan naf
Ke empat anak buah Ivan akhirnya berhasil menemukan lokasi si perakit bom. Adalah di apartemen mewah dekat markas besar milik Doni yang dipilih sebagai tempat mengirim dan memonitor bom. Namun mereka mendapat sedikit masalah saat hendak masuk ke dalam apartemen. Tapi, tentu saja mereka langsung bisa mengatasinya. Petugas keamanan apartemen itu berusaha mencegah mereka masuk. Tanpa pikir panjang, sebab mereka yang sedang diburu waktu, salah satu dari mereka meninjunya yang membuatnya tersungkur. Setelah itu, mereka pun bergegas masuk ke dalam apartemen. Begitu tiba di dalam, mereka segera berlarian menuju pintu tangga darurat dan menaiki anak tangga. Mereka memutuskan lewat tangga, alih-alih lift, sebab lebih aman. Boleh jadi perakit bom itu memantau menggunakan CCTV. Tiba di lantai lima, mereka melanjutkan langkah dan masuk ke lorong lantai. Sebelumnya, mereka sudah mendapatkan petunjuk mengenai keberadaan si perakit bom. Demikian, mereka tidak bingung, langsung bisa tahu
Rahardian kembali mendesak Doni dan Samuel untuk memberitahu keberadaan Natasha sekaligus menyerahkan padanya. Sebab, keduanya yang menginginkan Rahardian semakin tersulut amarah, akhirnya mereka berdua memberitahu bahwa Natasha sudah dibawa pergi tuan muda Charles ke negara Lordia. Hal tersebut tentu saja membuat Rahardian murka sejadi-jadinya! Akan tetapi, saat Rahardian hendak menghajar keduanya lagi, Ivan buru-buru menahannya. "Natasha sudah bersama Renata dan Basuki, kek. Mereka berhasil merebut Natasha dari Charles dan menggagalkan Charles membawa Natasha ke negara Lordia," bisik Ivan. Sontak saja, Rahardian tertegun. Mencerna perkataan Ivan dalam sepersekian detik, lalu langsung menghembuskan napas lega, "Be-benar kah, Van? Astaga, puji tuhan ... " Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar, Ivan lanjut berkata, "Oleh sebab itu, sebaiknya kakek bersikap tenang karena kita telah mendapatkan Natasha. Kita selangkah ada di depan daripada dua manusia lak
"Kalian tidak takut padaku? Aku bisa membuat karir kalian berakhir, bisnis kalian hancur dan kehilangan semuanya dalam sekejab!" tiba-tiba, Graha berujar sambil melangkah menghampiri teman baiknya dan berdiri di sebelahnya. Kini mereka berdua kompak menatap tajam Doni dan Samuel. Perkataan Graha barusan membuat mereka berdua beralih menatap kepala keluarga terkaya di negara Ferania itu. Detik berikutnya, keduanya saling pandang sebelum kemudian seringaian tampak menghiasi bibir masing-masing. Lalu, mereka berdua kembali menatap Graha. "Saya tahu. Tuan Graha pasti akan melakukan hal itu pada kami berdua. Tapi saat ini, kami tidak mengkhawatirkan apa pun, tuan Graha!" jawab Doni dengan rahang mengeras sambil menggeleng sinis. Graha termangu! Graha yang kesal pun menggertakan gigi. Di saat yang sama, tangannya mengepal. Mereka berdua pikir, ia tidak tahu apa-apa? Demikian, Doni dan Samuel bersikap santai seperti itu sebab mendapat perlindungan dari Charles. Keluarga Fairuz t
Belum sempat Doni membalas, Rahardian sudah lanjut berkata, "Dan bagaimana mungkin Robin mau menurut padamu?! Kau itu menyentuh sesuatu yang ilegal dan seharusnya kau juga tahu bahwa Robin punya prinsip, tidak akan pernah menyentuh bisnis itu! Tapi, apa yang malah kau lakukan, hah?!" "Wajar jika dia berubah! Dan jangan pernah bicara lagi, seolah-olah Robin lah yang memulai semua ini! Ingat, itu karena keegoisan dan keiridengkianmu sendiri!" Mendengar itu, Doni tergelak. Lalu, pandangannya mengedar ke sekeliling. Kalimat kakek Rahardian itu... Melihat respon Doni seperti itu, Rahardian semakin geram, "Kau benar-benar tidak punya hati, Don! Disaat Robin dan istrinya meninggal, tapi kau tetap tidak mau mengembalikan Natasha pada kami dan tetap membiarkannya berpisah dengan kami selama hampir 18 tahun!" Seketika wajah Doni berubah. Begitu pula dengan Samuel. Senyum di bibir keduanya mendadak pudar. Namun, mereka berdua buru-buru bersikap santai, sebab begitu tidak khawatir soal k
"Bajingan kau, Doni! Biadab kau! Kau, adalah manusia paling jahat yang pernah aku kenal! Aku, sungguh menyesal membiarkan Robin berteman denganmu. Tega sekali kau melakukan hal ini kepada sahabatmu, hah?! Kau, telah mengkhianati sahabatmu sendiri, Don!" seru Rahardian berapi-api sambil jarinya menunjuk-nunjuk. "Ternyata, sikap baikmu selama ini kepada keluarga kami itu, hanya lah kedok belaka untuk menutupi kebusukanmu! Kejahatanmu!" Usai berkata, Rahardian beralih melemparkan tatapan mematikan ke arah Samuel yang kini berdiri di samping Doni. Seraya menunjuk muka partner Doni tersebut, Rahardian lanjut berkata, "Dan, anda Irjen Samuel! Anda juga sama biadabnya! Dasar polisi korup! Apa jadinya jika atasan dan rekan-rekanmu tahu apa yang anda perbuat?! Terutama membantu Doni dalam setiap rencananya untuk menghancurkan keluarga kami!" "Orang seperti anda, Irjen Samuel. Sama sekali tidak pantas disebut polisi! Yang seharusnya mengayomi masyarakat, tapi, malah menusuk!" seru Rahardia
Pertempuran terhenti sejenak. Melihat pasukan keluarga Fairuz bergabung dalam pertempuran, pasukan Doni dan Samuel berteriak garang. Semangat mereka pun kembali membara, menjadi sangat siap menghadapi para penyerang. Lalu, semua pasukan gabungan itu kompak menatap pasukan keluarga Graha dengan senyum sinis sekaligus merendahkan. "Mereka bukan tukang pukul sembarangan, tuan besar," bisik Letnan. Mendengar itu, Graha mendengus. Di saat yang sama, tangannya mengepal kuat. Tanpa menoleh ke arah Letnan yang tengah mengajaknya bicara, Graha berujar, "Jelas, karena mereka adalah pasukan keluarga Fairuz!" Seraya menelan ludah, Letnan itu lanjut berkata, "Kita harus tetap berhati-hati, tuan besar. Mereka tidak bisa kita anggap remeh!" "Kita buktikan kepada mereka bahwa kekuatan pasukan keluarga kita jauh lebih unggul! Mereka, tidak akan pernah bisa menyamai keluarga Graha, tidak akan pernah!" ucap Graha tegas sambil menatap tajam semua orang yang ada di depannya secara bergantian.
Graha membentuk dua tim. Tim satu dipimpin dirinya. Rahardian ikut dengannya. Sedangkan tim dua dipimpin oleh Ivan. Tim satu berangkat dengan menggunakan mobil, yang menyerang dari depan markas dan tim dua berangkat menggunakan helikopter yang nantinya akan mendarat di rooftop markas, menyerang dari atas. Kebetulan, markas Doni memiliki helipad di atasnya. Begitu ke empat helikopter itu hendak mendarat, pasukan pihak lawan yang bertugas menyerang di rooftop telah mengangkat senjatanya dalam posisi tembak. Mereka sudah berada di situ beberapa menit yang lalu, menunggu kedatangan helikopter-helikopter itu. Begitu pula dengan Ivan dan pasukannya, yang juga segera bersiap dalam posisi yang sama. Helikopter-helikopter itu kini mulai turun bersamaan. Persis saat kaki-kaki helikopter menyentuh lapangan, salah satu anggota pasukan Doni dan Samuel langsung berteriak nyaring. "Serbu!!!" Seketika mereka berlompatan, keluar dari persembunyian, mulai melepas tembakan. Trr tat tat! Tr
Mendapatkan pertanyaan itu, Doni tertawa renyah, "Yang pasti, dari keluarga yang kekayaan, kekuatan dan kekuasaanya setara dengan keluarga Graha!" Namun, Ivan tidak berniat membahas hal itu lebih lanjut. "Baik lah. Coba kita lihat nanti. Apakah bantuan dari keluarga yang katamu, kekayaan, kekuatan dan kekuasaannya setara dengan keluarga kami itu akan bisa menang melawan pasukan keluarga kami atau tidak!" Tawa Doni terhenti, lantas ia mendecih, "Jangan harap kalian bisa menghancurkan markas saya dengan mudah! Walau saya tau kalau belum pernah ada yang bisa mengalahkan pasukan keluarga Graha. Tapi, jangan remehkan pasukan saya kali ini, tuan muda Ivan karena saya akan mengukir sejarah!" Selesai menelfon, Ivan menatap semua orang di hadapannya secara bergantian yang kini tengah balik menatapnya dengan tangan terkepal juga waja-wajah bersemangat. "Kita berangkat sekarang!" *** DOR! DOR! DOR! Di bawah hujan peluru, Charles tampak tergesa menaiki tangga pesawat jet miliknya diik