Share

BAB 9

Kembali pada rutinitasnya di kantor, Varisha mencoba fokus pada pekerjaannya. Hari ini, dia merasa sedikit terganggu oleh pertemuan pagi tadi dengan Arshaka. Meskipun mereka terus berpapasan, hubungan mereka yang rumit selalu menghadirkan ketidaknyamanan yang tidak bisa dihindari. 

Beberapa jam berlalu, dan Varisha sedang sibuk menyelesaikan beberapa tugas ketika telepon kantor di sebelahnya berdering. Dengan sigap, dia menjawab panggilan itu dan memberi salam dengan sopan. 

"Selamat siang," Varisha akhirnya berkata dengan sabar, mencoba memahami situasi.

Namun, hanya ada keheningan di seberang sambungan, dan Varisha mulai merasa curiga. Kemudian, suara yang sangat dikenal membuat hatinya berdebar kencang, "Varisha."

Varisha menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menjaga dirinya tetap tenang. "Apa yang bisa saya bantu, Pak? Apakah Anda ingin berbicara dengan Pak Ganendra?" tanyanya dengan nada yang tetap profesional.

Arshaka hanya terdiam sejenak, membuat Varisha merasa tidak nyaman. Ketika dia akhirnya menjawab, suaranya lebih lembut dan penuh rasa daripada biasanya, "Saya hanya ingin mendengar suaramu."

Tiba-tiba, seakan kehilangan kepercayaan diri, Varisha menjawab, "Maaf, Pak, kalau Anda tidak memiliki kepentingan apa pun, saya akan mengakhiri panggilan ini."

"Saya akan tiba di kantormu dalam beberapa menit, dan kita akan makan siang bersama." Arshaka kembali bersuara dengan nada yang lebih tegas kali ini.

"Maaf, Pak, kalau Anda ingin bertemu Pak Ganendra, saya akan mengatur waktu yang tepat. Tapi kalau Anda tidak punya kepentingan lain, saya akan melanjutkan pekerjaan saya."

Arshaka tak menghiraukannya. "Saya akan datang ke ruanganmu, Varisha, kalau kamu tidak menemui saya."

Tanpa menunggu lagi, Varisha menutup telepon dan meletakkannya kembali ke alatnya. Dia merasa takut akan keanehan sikap Arshaka yang sangat asing baginya.

***

Varisha menunggu dengan cemas di lobi, hatinya berdebar keras. Entah apa yang telah terlintas di pikirannya, tetapi ancaman Arshaka mengunjungi ruangannya telah menciptakan ketegangan yang luar biasa dalam dirinya. 

Meskipun awalnya Varisha berencana untuk menolak permintaan Arshaka, rasa takut akan kemungkinan Arshaka yang datang ke ruangannya membuat hatinya tidak tenang. Varisha tidak ingin mempertimbangkan skenario terburuk, tetapi dia merasa cemas akan gosip-gosip dan penilaian orang jika Arshaka benar-benar mengunjunginya.

Saat mobil mewah Arshaka berhenti di depannya, Varisha merasa jantungnya berdebar kencang. Tanpa berpikir panjang, dia masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang di belakang bersama dengan Arshaka.

Arshaka tersenyum sinis, tatapannya menusuk ke dalam jiwa Varisha. "Kamu tampaknya cukup terburu-buru," ujarnya dengan nada dingin, tetapi penuh dengan kepuasan yang tak terungkapkan.

"Saya tidak pernah membayangkan kamu akan menunggu saya, mengingat sebelumnya kamu tampak menolak," ujarnya dengan nada dingin.

Varisha merasa kesal karena permainan kata-kata Arshaka. Dia mencoba mengabaikan godaan itu dan menjawab dengan tegas, "Saya hanya ingin menyelesaikan ini dan membayar kesalahan saya, Pak. Setelah itu, semuanya akan berakhir."

“Saya tidak tahu hal apa yang sudah saya lakukan. Tapi, sepertinya kamu begitu membenci saya,” gumam Arshaka sambil menatap Varisha.

“S-saya hanya merasa tidak seharusnya Anda bersikap seperti ini. Saya hanya tidak ingin orang lain menjadi salah paham,” balas Varisha dengan sedikit tegang.

Arshaka tidak merespon perkataan Varisha. Dia hanya menatap wajah gadis itu sebentar sebelum memalingkan pandangannya ke jendela samping. 

Selama beberapa saat hanya ada keheningan di antara mereka hingga akhirnya mobil itu sampai di restoran yang telah dipilih Varisha. Sebuah tempat yang sesuai dengan keinginan gadis itu untuk menjaga privasi mereka agar tidak ada kesalahpahaman yang berpotensi muncul di kantor atau di kalangan rekan-rekan kerja.

Aryo, supir pribadi Arshaka segera membukakan pintu untuk atasannya itu. Sementara Varisha memilih untuk keluar dari pintu yang lainnya. Setelah mereka berdua keluar dari mobil,  Arshaka memimpin jalan menuju pintu masuk restoran. Varisha mengikuti, langkahnya terasa berat. 

Di dalam, mereka dipandu ke meja yang cukup tersembunyi. Saat mereka duduk, Varisha menatap Arshaka dengan tatapan tajam. "Sekarang Anda sudah mendapatkan apa yang Anda inginkan," ucapnya dengan suara yang lebih mantap, mencoba menguatkan dirinya sendiri.

Arshaka menyeringai, mencoba menekan senyuman penuh makna yang ingin keluar dari bibirnya. "Tentu saja," katanya, memilih untuk tidak melanjutkan diskusi yang tidak diinginkannya.

Tak lama, pelayan datang untuk mengambil pesanan mereka. Arshaka dengan percaya diri menyebutkan pesanannya, sementara Varisha memilih menu tanpa melihatnya dengan seksama. Pikirannya lebih sibuk mencari cara untuk mengakhiri pertemuan ini secepat mungkin tanpa menimbulkan lebih banyak konflik.

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya pesanan mereka tiba. Tanpa ragu, Varisha mulai menyantap makanannya dengan lahap tanpa mempedulikan tatapan Arshaka yang terus menerus mengamatinya.

Waktu seolah berjalan dengan lambat saat Varisha menyantap makanannya dengan lahap. Sementara Arshaka terus mengamatinya, senyumannya yang dingin tak pernah lepas dari wajahnya. Pertempuran batin yang terus berkecamuk di dalam diri Varisha membuatnya tidak tahan untuk berlama-lama di sana.

Setiap sendok makanan yang masuk ke mulutnya terasa seperti beban yang semakin berat, mendorongnya untuk menghabiskan makanannya dengan cepat. Pertanyaan-pertanyaan tak terjawab, perasaan takut, dan kebingungan mengganggu setiap gigitan makanan yang diambilnya.

Arshaka membuka suara, merobek keheningan dengan kata-katanya yang dingin. "Pelan-pelan saja makannya. Saya tidak akan mencuri makananmu." 

“Saya tidak mau berlama-lama di sini,” jawab Varisha dengan mulut yang masih penuh makanan.

Arshaka tertawa pelan, membuat Varisha semakin tidak nyaman. “Sepertinya kamu memang tidak suka menghabiskan waktu bersama saya.” 

“Apa saya membuat kamu tidak nyaman?” tanya Arshaka membuat Varisha terdiam.

“Itu sih jelas,” ucap Varisha dalam hatinya. 

Varisha mencoba untuk tetap tenang dan memusatkan perhatiannya pada hidangan di depannya. Meskipun dia tidak merasa nyaman dengan keberadaan Arshaka, dia tidak ingin menunjukkan kelemahannya di hadapan pria itu. 

Varisha menghindari tatapan tajam Arshaka, fokus pada makanannya yang semakin berkurang. "Saya hanya tidak suka makan dengan orang asing."

Arshaka hanya memiringkan kepala, tatapannya yang tajam tidak lekang meski Varisha mencoba membela diri. Namun, keheningan di antara mereka berdua tiba-tiba terhenti ketika Varisha melihat sosok Adelia yang berdiri di pintu restoran. Dalam kepanikan, dia merasa takut akan konsekuensi dari pertemuan mereka yang mungkin akan diketahui oleh Adelia.

Hati Varisha berdetak begitu kencang sehingga ia merasa seakan-akan seluruh restoran bisa mendengarnya. Ia mengumpat dalam hati saat melihat Adelia yang mulai mendekati meja mereka. Dalam kepanikan, Varisha segera merosot ke bawah meja, menarik tasnya dan juga membawanya minumannya. Dia memastikan bahwa tubuhnya tidak terlihat dari luar, sambil berusaha mengendalikan nafasnya agar tidak terdengar terlalu keras.

Dari bawah meja, Varisha mendengar suara lembut Adelia yang berbicara dengan Arshaka. Walaupun ia hanya mendengar suara mereka tanpa melihat ekspresi wajah mereka, namun detak jantungnya makin cepat setiap kata yang keluar dari mulut Adelia. Seolah takdirnya bergantung pada keputusan Arshaka.

“Kakak pesan semua ini untuk sendiri?” tanya Adelia.

“Tadi aku habis meeting sama klien,” jawab Arshaka dengan tenang.

“Kamu sendiri kenapa ada di sini?” tanya Arshaka.

“Oh, aku ada  janjian sama teman aku di sini,” balas Adelia.

“Kalau gitu aku makan di sini aja ya, Kak? Sekalian aku mau kenalin Kakak sama teman-teman aku,” ujar Adelia dengan penuh semangat.

Varisha membeku. Matanya yang penuh ketakutan memandang ke atas, berharap dengan keras agar Arshaka menolak permintaan Adelia. Di bawah meja, Varisha menggigit bibirnya untuk menahan gejolak perasaan yang tak terkendali. Namun, tiba-tiba ia merasakan sensasi aneh ketika tangan Arshaka menggenggam tangannya dengan lembut. Ia hampir tidak percaya dengan sifat Arshaka yang begitu jauh dari apa yang dulu pernah ia kenal.

“Sial,” gumam Varisha sambil berusaha melepaskan tangannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status