Share

Bab 6. Rencana untuk memergoki ibu kandung baby Aydan

Kini kami berempat sudah duduk di atas sopa. Tidak, lebih tepatnya kami bertiga karena mas Gibran memilih duduk di lengan kursi tunggal yang aku duduki sambil sebelah tangannya bertengger di pundaku.

"Jadi ada urusan apa mamah datang ke sini?" Tanpa menunggu lama mas Gibran langsung menanyai tujuan mamah menemuinya. Sebenarnya aku yakin mas Gibran sudah mengetahui tujuan mamah datang ke sini, hanya saja mungkin mas Gibran cuma ingin basa basi saja.

"Menemui kamu lah, memangnya apa lagi?" Mamah menjawab agak ketus. Mamah melirik tangan mas Gibran di pubdakku, lalu melengoskan wajah seperti tidak rela tangan anaknya ini bersentuhan dengan tubuhku.

Mas Gibran melirik Fika yang duduk di samping mamah, "lalu ngapain dia di sini?"

Berbanding terbalik saat mamah melihatku dengan jutek, waktu mamah memnoleh ke arah Fika, wajahnya berubah bersinar seolah Fika ini calon menantu idaman semua mertua. "Mamah ingin memperkenalkannya pada kamu. Namanya Fika Anindita. Kamu bisa lihat orangnya cantik dan baik, jadi mamah harap kamu bisa berkenalan dengan baik sama Fika ini."

"Tujuan mamah apa ngenalin aku sama Fika ini?" Jelas nada suara mas Gibran menyiratkan ketidak sukaan yang kentara. Aku terkikik dalam hati. Apa aku bilang, mas Gibran mana mau modelan kaya si Fika yang seperti toko emas berjalan.

Terlihat mamah menghela napas lelah. Lihatkan, mas Gibran malah sudah menunjukan penolakannya. Kan, ngeyel sih jadi orang.

"Ya, kenalan saja. Siapa yang tahu kamu cocok dan kalian berdua menikah. Fika ini subur orangnya, tidak mandul kayak si Lastri istri kamu ini." Mamah meliriku sinis.

Kulihat Fika juga ikut menyeringai ke arahku yang kubalas dengan menaikan sebelah alis guna meanntangnya. Dia pikir dengan hanya mengandalkan promosian mamah, mas Gibran akan tertarik? Kamu belum tahu saja karakter mas Gibran yang sesungguhnya dalam menolak perempuan yang mendekatinya.

Ya, aku juga sebenarnya tidak bisa menyalahkan para perempuan yang berlomba untuk mendapatkan mas Gibran, soalnya mas Gibran itu orangnya tampan abis dengan badan atletis dan terlihat ramah pula. Namun, di balik semua itu, tersimpan sifat blak-blakan dan bermulut pedas.

"Cukup, Mah! Sudah berapa kali aku bilang, jangan pernah sebut Lastri mandul lagi. Lastri tidak mandul, hanya saja Allah SWT. belum mempercayakan kami untuk memilikinya. Kalau mmah masih mau bilang Lastri mandul, lebih baik mamah sekarang pulang. Sekalian bawa juga perempuan tidak tahu malu ini."

Ho ho ho, apa aku bilang? Mulut mas Gibran ini pedas. Dia tidak segan mengusir mamahnya sendiri bila hanya datang untuk mengganggunya. Apalagi Fika, sekalian dihina 'kan.

Mamah berdiri sambil menatap mas Gibran nyalang, "demi wanita ini," mamah menunjuk wjahku. "kamu tega ngusir mamah. Memangnya kamu lupa siapa yang mengandung, melahirkan, dan membesarkanmu hingga sesukses sekarang? Mamah Gibran, bukan si Lastri. Jadi anak kok gak tahu diri banget."

Terdengar helaan napas kasar mas Gibran. Lalu mas Gibran berdiri mendekati mamah, "bukan gitu, mah. Maksud aku itu cuma ingin mamah mengerti kalau Lastri itu tidak mandul. Kalau mamah tidak percaya, ayo kita cek ke Dokter. Aku pastikan ucapan aku benar. Jadi, mulai sekarang mamah gak usah carika aku calon istri lagi. Paham, kan?"

"Terserah apa kata kamu! Pokonya mamah tetap tidak setuju kamu mengangkat anak, apalagi anak haram. Ayo, Fika kita pergi!" Tanpa salam mamah melengos begitu saja diikuti Fika yang cemberut di belakangnya.

"Apa ada ucapan mamah yang masuk ke dalam hati kamu?" Mas Gibran memandangku lembut penuh penyesalan yang langsung kujawab dengan gelengan kepala.

"Gak ada kok, Mas." Aku balas tersenyum menenangkan. Bagaimana bisa aku sakit hati dengan ucapan wanita yang melahirkan suamiku ini, sedangkan mas Gibran sendiri sangat menjadikanku ratu dalam hidupnya.

"Syukurlah." Mas Gibran menghembuskan napas lega. "Oh, iya. Tadi kamu telepon ada apa? Maaf, ya. Handphon Mas tadi gak kebawa saat Mas pengecekan di lapangan."

"Iya, Mas gak apa-apa. Tadi itu aku ingin memberitahu Mas kalau baby Aydan ternyata mau minum susu setelah dia lapar. Berarti kemungkinan ucapan bu Bidan itu benar, kalau sebelumnya baby Aydan sudah kenyang. Lalu siapa yang memberi minum susu pada baby Aydan?"

Lama mas Gibran termenung. Mungkin karena sama bingungnya seperti aku. Kalau memang ibu kandung babay Aydan itu menyayangi anaknya, kenapa pula dia sampai tega meletakan anaknya di depan pintu rumahku? Dengan keadaan tidak di selimuti dan belum dibersihkan sama sekali.

"Apa mungkin itu ibu kandungnya baby Aydan?" Ucapan mas Gibran barusan ternyata sepemikiran denganku.

Kuusap belakang leherku yang bulunya tiba-tiba meremang, "Mas, kok aku jadi merinding ya? Tadi juga pas aku cek jendela satu persatu, ternyata ada satu jendela yang kuncinya ke buka."

"Gak usah takut, Mas sudah punya rencana kok." Mas Gibran tersenyum penuh arti, "sini Mas bisikin."

Setelah mendengar rencana mas Gibran, aku menatap wajah mas Gibran kurang yakin. "Apa Mas yakin dengan rencan ini?"

Mas Gibran menganggukan kepala. Sebenarnya aku kurang setuju dengan ide mas Gibran. Namun, aku juga tidak ada ide lain untuk memergoki orang yang kuperkirakan sudah menyusup ke kamarku dan mas Gibran itu.

"Bagaimana? Apa kamu setuju?"

"Baiklah, besok kita jalankan rencanya." Ucapku berusaha untuk yakin. Aku hanya perlu berjaga-jaga takut orang itu berniat macam-macam pada dirinya dan baby Aydan.

Keesokan paginya pun tiba di mana aku dan mas Gibran akan menjalankan rencana kami. Mas Gibran sudah berangkat kerja seperti hari-hari biasanya dan aku juga langsung beberes rumah setelah memastikan baby Aydan terlelap sehabis dimandikan.

Kulirik jendela yang kemarin terbuka dan hari ini sengaja aku buka kembali. Aku tidak tahu rencana mas Gibran akan berhasil atau tidak, tapi aku berharap mau gimana ke depannya rencana ini, baby Aydan tidak kenapa-napa.

Aku mulai melangkah ke luar untuk menjemur pakaian yang banyak karena memang babay Aydan sering ganti. Seolah aku melakukan aktivitasku seperti hari biasanya, aku tidak terlalu menaruh curiga agar tidak ketahuan. Setelah beberapa saat, kuhentikan acara menjemur baju, lalu aku berjalan ke arah belakang rumah yang bertepatan dengan kamarku.

Kuintip melalui celah jendela yang sengaja kusibak sedikit tadi sebelum keluar. Aku langsung menutup mulut karena terkejut. Dugaanku benar, ternyata ada orang yang memberikan Asi pada baby Aydan. Namun, yang membuatku makin terkejut adalah orang yang menyusui baby Aydan. Ternyata kecurigaanku dan mas Gibran selama ini benar, kalau dialah ibu kandungnya baby Aydan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status