Happy Reading! Semoga suka^^
###
Tengah malam Belinda terbangun lantaran rasa tidak nyaman pada inti tubuhnya. Agak perih dan terasa ngilu sebab ini adalah yang pertama baginya.
Belinda bangkit lalu terduduk di pinggir ranjang, dia hendak ke kamar mandi. Namun tiba-tiba terdengar suara berat Raffa dari balik punggungnya.
"Mau ke mana?" tanya pemuda itu. Dia juga terbangun dan menatap punggung polos Belinda yang sangat indah.
Tubuh Belinda sontak menegang, menelan ludahnya susah payah.
"A-aku mau ke kamar mandi," sahutnya tanpa menoleh, sambil terus meringis menahan ngilu di bawah sana.
Merasa ada yang aneh dari suara perempuan yang beberapa jam lalu dia gagahi, Raffa lantas beringsut maju. Dia menyentuh pundak Belinda yang masih betah membelakanginya, kemudian bertanya lagi.
"Kamu kenapa? Perlu aku bantu?" Tak lepas menatap Belinda yang menundukkan kepala.
"Enggak usah. Aku bisa sendiri." Belinda lantas mencoba berdiri,
Sebulan berlalu, semenjak pergumulan panas itu, Raffa dan Belinda semakin intens bertemu. Keduanya sering menghabiskan waktu bersama. Tak jarang Raffa dan Belinda mengulangi adegan percintaan yang tanpa disadari akan menjadi awal mula kisah mereka.Raffa tak pernah mengira bila dirinya akan menyesali setiap perbuatannya kepada Belinda. Perbuatan yang secara tidak langsung membawanya pada kehidupan perempuan berusia 33 tahun itu.Yah, sejak awal dia mengambil sesuatu yang bukan haknya, Raffa selalu dibayang-bayangi rasa bersalah. Belinda adalah perempuan pertama yang memberinya kesempatan untuk melakukan hal selayaknya pengantin baru.Pengalaman pertama Raffa mencicipi seorang perawan. Entah pantas disebut berkah atau kesialan, yang jelas Raffa merasakan hal yang berbeda usai bergumul dengan Belinda. Terhitung sudah tiga kali mereka mengulanginya."Hfuuh ...." Raffa berkali-kali mendesah berat. Malam
Beberapa jam sebelumnya~Usai sarapan Belinda berniat pergi ke butik milik Dini. Hari ini dia ada janji dengan sahabatnya itu, hendak bercerita tentang kebersamaannya selama ini dengan Raffa. Namun semua niatnya harus diurungkan lantaran Bima tiba-tiba pulang tanpa kabar terlebih dahulu.Jelas saja Belinda terkejut dengan kepulangan mendadak suaminya sebab tidak biasanya Bima pulang dalam kurun waktu yang singkat. Terhitung baru satu bulan semenjak Bima kembali ke Bandung.Marina—istri pertama Bima juga tidak meneleponnya. Biasanya Belinda tahu dari perempuan itu, tetapi kali ini sungguh di luar dugaan."Tumben Mas mendadak pulang? Memang ada urusan penting, ya?" tanya Belinda berbasa-basi kepada Bima yang sedang menikmati kopi hitam pekat kesukaannya.&
"Bel ..." panggil Bima.Belinda bergeming. Dia sama sekali tidak ingin melihat Bima berada di dalam kamarnya. Mungkin jika dulu keadaannya demikian, tentu dengan senang hati Belinda akan menyambut Bima. Namun, sekarang jelas keadaannya jauh dari apa yang dia harapkan dulu.Kehangatan, perhatian, semua itu tidak ada gunanya lagi. Belinda tidak mengharapkan semua itu dari Bima sejak Raffa telah menggantikan posisi suaminya. Tepatnya satu bulan ini. Kekosongan di hati Belinda telah terisi dengan kehadiran Raffa dan segala kehangatan pemuda itu.Kebersamaan yang terjalin antara dia dan Raffa begitu berkesan hingga Belinda dapat melupakan semua permasalahan rumah tangganya yang selama tiga tahun belakangan membelenggu."Keluarlah, Mas. Aku lagi enggak mau diganggu siapa pun," ucap Belinda tanpa menatap Bima sama sekali.Penolakan Belinda cukup dimaklumi oleh Bima. Akan tetapi tak lama
Satu Bulan kemudian.Di dalam ruangan Mami Kumala, Raffa tengah dicecar banyak pertanyaan oleh perempuan yang pernah menolongnya itu. Mami Kumala tak habis pikir dengan Raffa yang belakangan ini jarang sekali ke klub dan jarang menerima bokingan.Raffa selalu beralasan jika dirinya sedang tidak mood atau sedang tidak berselera ke klub. Tentu hal tersebut membuat Mami Kumala bertanya-tanya dan penasaran dengan apa yang terjadi kepada pemuda itu.Baru kali ini Raffa sering menolak open BO, padahal banyak dari pelanggannya yang menunggu untuk dipuaskan. Mami Kumala juga merasa ada yang aneh dari sikap pemuda berusia 21 tahun."Fa, coba kamu jelaskan ke mami apa yang sebetulnya terjadi? Belakangan ini kamu jarang banget ke klub, mami udah dapet komplain dari pelanggan kamu. Mereka enggak mau selain kamu yang ngelayanin."Mami Kumala menghela napas berat. Merasa pusing lantaran pemasu
Raffa kembali ke Apartemen dengan perasaan hampa. Setiap kali dia masuk ke ruangan luas dan mewah ini bayangan kehadiran Belinda selalu terlintas dipikirannya. Setiap sudut ruangan tersebut seolah menampakan wujud perempuan yang hampir sebulan ini mengendalikan kewarasannya.Nampaknya ketenangan Raffa mulai terusik lantaran Belinda kini telah menguasai hatinya.Pemuda itu memang masih sangatlah awam dengan apa itu yang namanya cinta. Setiap petualangannya bersama para pelanggannya, Raffa sama sekali tidak pernah melibatkan perasaan. Oleh sebab itu, Raffa merasa bila dirinya kini telah terjatuh ke dalam pesona Belinda.Hari-hari yang dia lewati selama sebulan bersama perempuan bernama lengkap Belinda Laura itu cukup meninggalkan kesan dan makna yang mendalam.Kelembutan, ke
Tante Dini sempat terdiam, sesaat mendengar ucapan Raffa yang menanyakan tentang Belinda. Seperti yang dia tahu jika selama ini Raffa terkenal dingin dan tak pernah peduli dengan pelanggannya. Pemuda itu sangat cuek bila di luar jam kerjanya. Perempuan yang selalu tampil seksi itu mengingat betul waktu pertama kali bertemu dengan Raffa tiga tahun yang lalu. Mami Kumala memperkenalkannya dan tante Dini langsung tertarik. Raffa yang masih berumur 18 tahun sangat terlihat tampan dan mempesona. Meski usianya terbilang masih sangat muda namun Raffa benar-benar sudah lihai memanjakannya di ranjang. "Kamu lagi enggak salah minum obat 'kan? Kamu tahu-tahu nanyain Belinda?" tanya tante Dini yang ternyata masih belum mempercayai jika yang ada di depannya kini adalah seorang Raffa Anggara. "Emang ada yang salah ya, Tan, kalau aku tanya si Belinda?" Raffa malah balik bertanya. Sika
Tiga hari sejak perjumpaannya dengan tante Dini di butik, Raffa semakin tidak jelas saja. Semangatnya seolah menguap dan tidak berselera pergi ke mana pun. Jangan kan pergi dari Apartemen, pergi ke klub saja Raffa rasanya malas.Vano sang sahabat gencar mengejeknya. Tak perlu Raffa menjelaskan semuanya, pemuda itu seakan tahu apa yang tengah melanda sang Casanova.Seperti siang ini. Keduanya terlihat mengobrol di mini bar milik Raffa. Beberapa jam yang lalu Vano datang dengan membawa kabar yang sama sekali tidak ingin didengar Raffa. Kabar mengenai kembalinya Rania ke Indonesia."Semalem lu dicariin Rania, Bro. Enggak nyangka gue ternyata dia masih ngejar-ngejar lu," ucap Vano yang nampak asyik menikmati minuman yang baru saja dibelinya di minimarket dekat gedung Apartemen.Vano sengaja membeli bir dengan harapan bisa sedikit menghibur Raffa yang belakangan ini tak punya semangat hidup. Benar kata or
"Buka woi! Orangnya udah pulang." Vano mengetuk pintu kamar Raffa. Dia hendak pamit pulang ke apartemennya.Raffa segera membuka pintu kamarnya, dia baru saja selesai mandi dan sudah terlihat sangat rapi.Sebelah alis Vano tertarik ke atas, memindai Raffa dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan mata menyipit. Kemudian dia bertanya,"Mau ke mana lu?"Sahabatnya itu seperti hendak menemui seseorang. Memakai setelan baju kasual tetapi tetap terlihat menawan dan tampan."Gue mau keluar bentar," sahut Raffa sembari keluar dari kamar lalu menutup pintunya. "Lah, elu mau pulang?" tanyanya kemudian.Raffa dan Vano berjalan bersisian menuju ruang tamu."Iya. Gue mau pulang aja. Pusing kepala gue." Vano memukul-mukul kepalanya yang terasa berdenyut sambil berkali-kali mengerjapkan matanya yang agak pedih.Raffa berdecak. "Ti