Nesya sudah sedikit membaik dimata Bintang dan Bulan, walau sebenarnya Nesya begitu trauma dengan apa yang sudah ia alami. Nesya juga tidak menceritakan jika dirinya dinodai Gunawan. Ia pura-pura sudah tidak apa-apa. Karena Nesya juga tidak ingin merepotkan mereka berdua terlalu lama.
“Ya sudah, kalau kamu sudah membaik. Kami pulang. Oh iya, dapat salam dari abah dan emak, katanya kamu cepat sembuh, biar anak bujang ya ini bisa bantu jualan lagi!” ucap Bintang diiringi canda, Nesya tertawa kecil mengingat orang tua Bintang dan Bulan yang suka bercanda."Iya, Nesya minta maaf sudah merepotkan Kak Bintang sama Bulan.” Nesya tersenyum kearah keduanya.“ Tidak apa-apa, santai saja.” Bulan sekilas mengusap lengan Nesya.“Ya sudah, kami pulang. Kalau butuh sesuatu, hubungi aku atau Bulan,” ucap Bintang.“Iya,” jawab Nesya singkat.Bulan dan bintang akhirnya pulang dan Nesya sendirian di apartemen. Nesya menutup pintu dan menguncinya lalu ia duduk di sofa. Saat duduk di sofa, ingatannya kembali saat ia dinodai Gunawan. Tanpa permisi air matanya pun meleleh. Namun, dengan cepat ia menghapus air matanya saat melihat foto almarhum papanya, ia ingat ucapan sang papa jika tersakiti maka, balaslah."Pa, tapi bagaimana caranya aku membalas semuanya. Hatiku sakit pa.” Nesya menghapus air matanya.Tidak lama terdengar bell apartemennya, Nesya mengira itu adalah bintang dan bulan datang kembali. Tetapi saat dirinya membuka pintu ia begitu terkejut dengan pria yang ada di hadapannya.“Mas Adipati.” gumam Nesya langsung menutup pintunya tetapi Adipati menahan pintu tersebut.“Nes, aku datang untuk minta maaf padamu, tolong beri aku kesempatan, Nes,” mohon Adipati.“Tidak, Mas. Karenamu aku kehilangan semuanya, duniaku sudah hancur, mimpiku juga sudah hancur!” teriak Nesya mencoba mendorong Adipati keluar apartemennya.Namun, Nesya yang masih lemah dan tidak sanggup mendorong Adipati. Pria dihadapannya itu pun langsung memeluknya erat walau Nesya memberontak dan membiarkan Nesya menangis sambil memukul-mukul punggungnya.“Maafkan aku, Nes. Maafkan perbuatan Istriku. Aku tidak bermaksud membohongimu, tapi jujur aku sangat mencintaimu.” Adipati menakup wajah Nesya dan melihatnya penuh penyesalan serta kasihan melihat Nesya.“Pergi, Mas. Pergi! Aku tidak mau berurusan dengan pria beristri. Pergi!” Nesya mendorong Adipati keluar dari apartemennya. Setelah itu Nesya menutup pintu apartemennya dan menangis sejadi-jadinya.Nesya tidak berani berterus terang pada siapapun jika ia sudah dinodai Gunawan. Perasaan bercampur aduk dan sulit untuk diungkapkan. Adipati begitu merasa bersalah dan terus mencoba membujuk Nesya agar memaafkan dirinya.“Nes, tolong maafkan aku. Aku mencintaimu, Nes,” ucap Adipati dibalik pintu.“Mas, aku tahu kamu mencintaiku. Tapi, kamu sudah beristri dan bagiku itu sudah cukup. Tolong, jangan coba-coba lagi mendekatiku.” ujar Nesya dengan tegas.Adipati merasa kecewa mendengar jawaban Nesya, namun ia cukup menghormati keputusan Nesya. Namun, Adipati tetap tidak bisa melupakan perasaannya kepada Nesya dan terus mencoba untuk memikirkan cara agar Nesya bisa menerima dirinya kembali.“Baiklah, tapi ingat, Nes. Hanya kamu yang aku cintai,” ucap Adipati sebelum pergi meninggalkan apartemen Nesya.Nesya menutup telinganya dan tidak ingin lagi termakan ucapan atau janji manis Adipati lagi. Saat ini Nesya begitu bingung dengan semua yang sudah terjadi.Disisi lain Gunawan sedang bersama sang anak yang saat ini berkunjung ke Jakarta. Gunawan sedang bersantai duduk di balkon hotel tempat ia menginap.“Kau kenapa malah datang kemari?” tanya Gunawan pada putrinya.“Adipati ingin menemui Nesya dan meminta maaf,” jawab Sarah santai.Gunawan berhenti menghisap rokoknya lalu melihat putrinya yang saat ini duduk di sampingnya.“Bodoh! Kenapa kau biarkan suamimu itu menemui perempuan murahan itu, kau tidak takut suamimu itu merayu perempuan itu dan mereka bisa saja kembali menjalin hubungan dibelakangmu,” ucap Gunawan.“Tidak, Pa. Mas Adipati sudah meyakinkan aku untuk tidak cemburu, dia murni mau minta maaf sudah berbohong pada perempuan itu. Kali ini aku beri kesempatan, kalau ternyata apa yang papa takutkan itu terjadi, aku tinggal hajar saja perempuan itu seperti tempo lalu, kalau perlu aku bunuh,” ucap Sarah begitu yakin.“Ceroboh, kau membiarkan orang yg sedang jatuh cinta bertemu,” ucap Gunawan terlihat santai.“Maksud, Papa?” tanya Sarah belum mengerti.“Sudahlah, biar Papa yang mengurusnya. Sekarang kau hubungi suamimu itu, jangan sampai dia bermesraan lagi dengan perempuan itu.”“Baik, Pa.” Sarah pun menghubungi Adipati.Sementara itu Gunawan memutuskan untuk pergi menemui Nesya dan ingin memperingati Nesya sekali lagi.Sesampainya di apartemen Nesya. Gunawan dengan mudah masuk ke apartemen Nesya karena ia sempat mengambil kunci cadangan apartemen milik Nesya saat itu. Ia menemukan Nesya sedang berada di balkon duduk termenung di sofa.Gunawan berdehem sontak membuat Nesya terkejut dan langsung menoleh ke arah sumber suara. Saat tahu yang datang Gunawan, Nesya bangkit dari duduknya dan berusaha menghindar.“Mau apa kamu datang kemari? Dan bagaimana kamu bisa masuk ke apartemenku!” ujar Nesya ketakutan.Gunawan berjalan santai menghampiri Nesya sambil menghidupkan rokoknya.“Tidak ada, aku hanya ingin datang kemari,” jawab Gunawan santai lalu menghembuskan asap rokoknya di wajah Nesya sampai Nesya terbatuk-batuk.“Aku tahu, Adipati baru saja datang kemari, apa kau tidak mengindahkan peringatanku?” Gunawan menarik rambut Nesya.“Dia datang kemari bukan atas permintaanku, dia datang kemauannya sendiri dan aku sudah mengusirnya.” Nesya memegang tangan Gunawan yang menjambak rambut panjangnya.Gunawan menarik rambut Nesya sedikit kuat membuat Nesya meringis kesakitan.“ Datang untuk berpelukan?” cecar Gunawan menatap tajam Nesya.Nesya membalas tatapan mata Gunawan, dari mana pria dihadapannya ini tahu jika Adipati memeluknya.“Bagaimana kau tahu kalau Adipati sedang memelukku?” tanya Nesya heran.Gunawan tersenyum sinis, “Aku mempunyai mata dan telinga yang tajam. Selain itu, instingku tidak pernah salah,” jelas Gunawan menatap tajam Nesya sambil menarik rambut Nesya lagi.“Arrrqqq, lepaskan! Sakit,” rintih Nesya memegang tangan Gunawan.Gunawan melepaskan tangannya lalu memandangi wajah Nesya yang matanya masih tampak sembab.“ Kau besok harus datang ke kantor, selesaikan project yang kau buat. Kalau tidak–”“Aku sudah mengundurkan diri disaat kamu menodaiku!” saut Nesya lantang.“Baik, kalau begitu siap-siap kau harus membayar denda kontrak yang sudah kau tanda tangani, Bagaimana, kau ada uang sejumlah 5 milyar?” ancam Gunawan.Nesya tersentak, ia tidak tahu jika surat perjanjian kontrak kerja ada peraturan seperti itu.“seingatku tidak ada perjanjian kontrak seperti itu,” sanggah Nesya.“Isi kontrak bisa aku rubah kapan saja, yang penting ada tanda tanganmu. Baiklah aku tunggu kau besok di kantor atau bayar denda.” Gunawan tersenyum sinis melihat Nesya yang tampak berpikir.Nesya begitu malas saat mengenakan baju kantornya, apalagi melihat tanda pengenalnya dan melihat nama perusahaan tempat ia bekerja. Namun ia juga tidak mungkin bisa membayar denda kontrak yang disebutkan Gunawan, bosnya, apabila ia mengundurkan diri begitu saja.“Tuhan, berikan aku kekuatan untuk menghadapi Gunawan yang super kejam itu,” batin Nesya sambil melihat tanda pengenalnya.Nesya menghela nafas panjang sambil berpikir bagaimana bisa lepas dari ancaman Gunawan.“Apa aku harus meminta bantuan kak Arya?” batin Nesya, tetapi secepat kilat ia menggeleng, mana mungkin ia tiba-tiba datang ke keluarga almarhum papanya sedangkan ia saja berusaha melepas bayang-bayang nama keluarga papanya. “Tidak, aku harus bisa menyelesaikan masalahku sendiri, aku tidak mau menyusahkan keluarga papa, apalagi kak Arya,” ucap Nesya lalu ia mengambil tasnya kemudian keluar dari kamarnya dan bersiap untuk berangkat bekerja. Saat membuka pintu apartemennya, ia dikejutkan dengan Gunawan yang tiba-tiba sud
Nesya keluar dari ruangan sambil nangis menuju kamar mandi, sedangkan Gunawan membenarkan kerah bajunya dan keluar dari ruangan Nesya begitu santai. Semua karyawan hanya melongo melihat mereka berdua. “Tuan, apa yang terjadi? Kenapa Nesya menangis?” tanya salah satu karyawan memberanikan diri untuk bertanya.“Konsep desainnya aku tolak,” jawab Gunawan yang terus berjalan menuju ruangannya. “Oh iya, siapkan ruang meeting sekarang, dan beritahu Nesya agar membawa konsep dan desain yang baru,” ujar Gunawan pada karyawannya.“Baik, Tuan” "Oh iya, satu lagi. Nanti ada pemberitahuan penting tentang pak Adipati.” “Baik, Tuan.” karyawan tersebut pun sedikit berlari memberitahu beberapa staf yang terlibat di projects Nesya untuk ke ruang meeting.Sementara Nesya masih menangis tanpa suara di kamar mandi. Ia menangis karena Gunawan sempat mencium dan melecehkannya sesaat setelah ia berteriak.Nesya menarik nafasnya dalam-dalam mencoba menenangkan pikiran dan hatinya kemudian ia mencuci waja
Nesya dengan malas membuka pintu apartemennya, karena ia juga baru bangun tidur. Ia tidur setelah pulang dari kantor karena merasa tubuhnya begitu lelah. Jam juga menunjukan jam sembilan malam. “Mas Adipati? Kamu mau ngapain datang kemari lagi? Kamu mau buat aku susah lagi?” tanya Nesya tanpa jeda saat membuka pintu dan ternyata Adipati yang datang.“Nes, tolong berikan aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya dan aku mau minta maaf, Nes.” Adipati meraih tangan Nesya tetapi Nesya menepisnya. "Cukup, tidak perlu dijelaskan. Semua sudah jelas. Hubungan kita sudah selesai saat istrimu melabrakku dan Gunawan menghancurkan masa depanku.” Nesya menutup pintu, Namun dihadang Adipati.“Sebentar saja, Nesya. Aku mencintaimu. Aku tahu ini salah, tapi hatiku tidak bisa berbohong.” Adipati masih berusaha meraih tangan Nesya.Nesya tetap menepis tangan Adipati dan mengingat ucapan dan perbuatan Gunawan terhadap yang begitu kejam. “Mas, aku mohon, pergi dari hidupku. Hubungan kita sudah selesa
“Lepaskan aku.” Nesya terus memberontak saat Gunawan menariknya masuk ke dalam apartemen milik Nesya sendiri.Gunawan menghempaskan Nesya ke lantai sampai Nesya tersungkur. “Apa Adipati menemui tadi?” tanya Gunawan.“Tidak!” “Bohong!” Gunawan kemudian menarik rambut Nesya. “Jujur padaku!” teriak Gunawan dan masih menjambak rambut Nesya.Nesya merasa kesakitan saat rambutnya dijambak. Ia serba salah jika jujur dengan Gunawan, jujur pun Gunawan pasti tetap akan memberikannya hukuman.“Iya! Dia sendiri yang datang kemari, bukan aku yang menyuruhnya datang,” balas Nesya memegang rambutnya.Gunawan semakin marah dan menghempaskan Nesya.“Jadi kalian bertemu, kenapa kau mau bertemu dengannya? Kenapa kau membuka pintu apartemen ini untuknya. Sudah aku peringatkan padamu, jika kau atau Adipati menemuimu, kau akan aku hancurkan.” Gunawan bangkit lalu melepas ikat pinggangnya. Gunawan melihat ikat pinggangnya menjadi dua dan siap memukul Nesya.Nesya begitu ketakutan melihat Gunawan dengan ik
Satu bulan lebih berlalu, Nesya seperti orang gila. Ia ketakutan ketika bell apartemennya berbunyi sampai-sampai ia memasang monitor di dekat pintu masuk, agar ia tahu siapa saja yang datang. Ia juga sudah satu bulan tidak ke kantor, semua ia kerjakan di rumah dengan alasan ia sedang sakit dan harus berobat. Dan setelah kejadian itu Gunawan pun langsung terbang ke Jepang untuk urusan bisnis. Namun, saat ini ia sudah satu bulan lebih di rumah dan sudah saatnya ia kembali ke kantor. Mau tidak mau ia pun pergi ke kantor. Nesya begitu berat melangkahkan kakinya masuk ke gedung kantor tempat ia bekerja, rasanya menginjak duri dan pecahan kaca saat melangkahkan kakinya memasuki gedung kantornya.“Pagi, Nesya. Eh, Bu bos,” ledek salah satu staff bagiannyaNesya mengernyit heran mengapa dirinya dipanggil bu bos.“ Apa sih, Vin. Tiba-tiba manggil bu bos,” kesel Nesya mendengus lalu meninggal Vina. “Halo, Nesya. Cemberut terus sih, kangen pak bos ya?” goda Shinta rekan satu tim Nesya.“Apaan
Nesya memandangi hasil USG kandungannya, ia bingung harus bagaimana. Mempertahankan kandungannya atau menyingkirkannya. Meminta pertanggungjawaban pada Gunawan pun itu mustahil karena ia begitu membenci Gunawan. “Aku harus bagaimana, Kak Bintang.” Nesya mengusap air matanya.Bintang mengusap punggung tangan Nesya.“Pertahankan, aku tahu ini sulit untuk kamu, Nes. Tapi anak itu tidak tahu apa-apa. Kalau kamu tidak mau minta pertanggungjawaban dari mertua Adipati, kamu bisa besarkan anak itu sendiri. Tidak mudah memang, tapi kamu harus terima kenyataan dan aku akan membantumu untuk mengurus anakmu.”“Tapi bagaimana mungkin, Kak. Aku hamil tanpa suami, apa kata orang? Apa aku harus jujur kalau aku dinodai, begitu? Itu tidak mungkin, Kak Bintang. Gunawan pasti akan terus menerorku.” Nesya seakan putus asa.“Tapi saranku, lebih baik kamu bicarakan. Minta pertanggungjawaban Gunawan,” balas Bintang. “Menikah dengannya? Oh shitt … itu tidak mungkin itu lakukan.”“Kalau saja aku belum tunanga
Tiga hari sudah Nesya tidak masuk ke kantor. Ia masih berada di rumah sakit dan tidak ada yang menunggunya. Hanya Bintang yang sesekali datang untuk membawakan makanan. Shinta asistennya pun tidak bisa datang karena begitu sibuk menggantikannya. Hatinya begitu sedih, bingung. Tidak tahu harus berbuat apa dan mengadu dengan siapa. Ingin kembali ke Surabaya pun ia ragu dan takut. Takut Gunawan menyebarkan semua videonya dan membuat malu orang tuanya, walau itu bukan kesalahannya.“Aku pasti bisa melewati ini semua, iya pasti bisa. Aku bisa melewati hidup tanpa papa, sekarang aku bisa melewati ini juga tanpa dukungan papa. Maafkan aku pa. Aku tidak setegas yang papa ajarkan, aku lemah pa.” Nesya menyemangati dirinya sendiri. “Halo, Ibu Nesya. Apa kabar hari ini,” sapa dokter tiba-tiba masuk bersama dua suster.“Halo, Dok. Kabar baik, Dok” jawab Nesya masih terlihat lemah tetapi kondisi tubuhnya sudah membaik.“Hari ini sudah boleh pulang ya, Bu. Tapi sebelum pulang nanti USG dulu ya. J
Arya kemudian memeluk sang adik setelah Nesya menceritakan semuanya, Arya begitu merasa bersalah tidak bisa melindungi adiknya sendiri. Ia merasa tidak bisa menepati janjinya pada sang papa. “Maafkan Kakak, Nes. Kakak tidak bisa menjagamu, harusnya Kakak tidak membebaskanmu untuk pilihanmu bekerja di perusahaan lain, harusnya kamu di rumah saja. Harusnya–”“Kak, semua sudah terjadi. Jangan salahkan diri kakak. Aku yang salah. Aku tahu ini begitu sakit dan aku juga tidak bisa menerima ini semua tapi, nyatanya ujian ini Tuhan berikan padaku, Kak. Tapi, sakit.” Nesya menangis kembali. “Maafkan Kakak, Nes. Kakak pasti akan membalas rasa sakitmu ini.” Arya menakup wajah Nesya.“Dia tidak mau bertanggung jawab, Kak. Aku harus bagaimana, semua sudah hancur, masa depanku hancur, semua karena Gunawan, Kak.” Arya mengusap air mata adiknya.“Kakak tahu apa yang harus kakak lakukan,” ucap Arya begitu emosi dengan sorot mata tajam. “Gunawan, tunggu kehancuran dirimu.” Hati Arya begitu mendidih