“Nel, beneran Robi mau tunangan?” tanya Aina saat lagi nongkrong di restoran biasa.“Iya, calon nya nama Renata. Cantik.”“Ah, kamu sih terlambat sadar. Coba waktu itu kamu teriama dia, mungkin pertunangan nya sama Renata nggak akan terjadi,” “Sama aja kalia Na, Kedua orang tua mereka itu udah saling kenal, dan nggak mungkin mama dan papa nya Robi mau sama aku yang janda ini. Aku juga tahu diri kali,”“Iya sih, tapi jujur ya aku nggak iklas tau Robi nikah sama Renata.”Ujar Aina.“Renata itu yang mana sih? aku kepo deh sama mukanya,” ujar Aina lagi.Langsung saja aku membuka akun I*******m Renata dan menunjukan pada Aina.“Nih, orang nya!”Dengan kepo Aina langsung merebut benda pipih itu dari tangan ku. “Gila, ini mah cantik banget. Udah cantik, pemimpin perusahan. Gila sih,” Puji Aina.“Pantasan Robi mau, kamu mah kalah dari si Renata ini.” Pekik Aina.“Ihh Aina! tadi bela aku, sekarang dia,”“Hehehe, iya – iya kamu dah yang paling cantik," "Ehmm," aku hanya bergumam. "Btw, kamu k
Pov Renata. Aku mencintai pria itu, dia baik dan pasti nya tampan. Aku mengenalinya waktu kuliah S2 di Singapore, yang waktu itu aku gabung dalam komunitas IS. Aku dan dia beda jurusan. Aku di manajemen dan Robi bagian Akuntansi tapi, disamping itu dia juga mengambil kursus memasak. "Pertunangan kamu sama Robi akan dibicarakan dalam minggu ini," Ujar papa. "Kok tunangan sih pa? Nggak langsung Nikah aja?" tanya ku. Masa umur gini masi aja tunangan sih,"Itu mau nya Robi, kamu tenang saja, setelah tunangan langsung nikah di bulan depan." Mendengar ucapan papa, aku semakin bahagia. Toh, Robi juga selama ini single nggak ada pacar. Tapi pernah ia cerita kalau dia mencintai seorang wanita, yaitu sahabat SMA nya. Dan sampai sekarang dia masi menunggu wanita itu. Secantik apa sih, sampai dia cinta mati sama wanita itu.Karena pekerjaan di kantor sudah selesai, akhirnya aku berkunjung di Cafe Robi, yang katanya sudah di Renovasi baru. Sesampainya di Cafe itu, aku melihat Robi sedang duduk
"Nggak salah kamu Nel? Renata pake gaun yang kamu desain?” kaget Aina saat aku menceritakan kejadian di butik tempo hari. “Nggak tahu sih, pake apa nggak nya. Tapi katanya dia suka, semoga aja dia pake.”“Menurut ku nggak deh Nel, apalagi tadi kamu bilang mukanya kek nggak suka gitu,”“Nggak masalah sih, dia mau pake atau nggak, aku juga nggak rugi.”“Iya sih, tapi dia pasti nyesel kalau nggak dipakai. Aku aja suka lihat desain nya, untung aku udah nikah kalau nggak udah aku ambil buat acara tunangan ku,” ujar Aina. Waktu dulu Aina nikah, aku lah yang mendesain gaun nya. Dari kebaya waktu ia tunangan, gaun pernikahan sampai gaun bridesmaid untuk keluarga nya. “Ambil aja, buat anniversary pernikahan kamu,”“Nggak ah, itu terlalu mewah untuk acara anniversary. Nanti kamu desain lagi sesuai keinginan ku yang sederhana aja,” bukan tidak punya uang, Aina hanya menyesuaikan dengan suasana saja, karena memang gaun yang aku rancang itu tema penikahan atau pertunangan.“Iya, iya,” kata ku,
Aku pikir, setelah memutuskan kerja sama itu aku bisa bebas dari belenggu rasa ini. Ternyata tidak! justru aku semakin tersiksa. Semakin aku berusaha melupakan nya, semakin besar rasa cinta yang hadir dalam hati ku. 'Sedang apa dia di sana? apakah sedang bersama tuangan nya itu? atau sedang sibuk mempersiapkan acara pertunangan mereka?' pertanyaan seperti ini yang sering terlintas dalam benak ku. Seandainya, waktu itu tidak ada kata pertemuan kembali, mungkin aku tak tersiksa seperti ini. Setelah kejadian kemarin, aku berusahan memblokir dan menghapus nomor nya. Bukan hanya itu, aku pun memblokir semua akun sosmed ku yang berteman dengan nya. Setiap kali ia datang ke toko, ke rumah, aku tak akan menemukan dia. Aku ingin menghilang dalam kehidupan nya, bukan karena aku merasa aku kalah dengan Renata, tapi aku cukup tahu diri dengan status ku yang sekarang. Robi tak pantas bersanding dengan wanita seperti aku, Dia pantas mendapatkan pendamping seperti Renata. ****"Nela?" "Tante Lina
Seminggu sudah aku berada di kampung, untuk mengurusi toko yang baru. Toko ini akan diurusi mama, apalagi mama yang pintar sekali masak. Bukan hanya kue saja yang tersedia, tapi juga ada minuman, makanan berat lainnya. Lalu di depan toko, ada tempat nongkrong untuk anak – anak muda, seperti mini café. Persis seperti toko kue induk di kota.Besok, aku ditugaskan papa untuk ikut Bersamanya dan mama ke Bali, Dalam rangka meet and great para pengusaha terkenal se- Indonesia. Termaksut kak Bima, yang juga ikut serta dalam meet and great itu.“Kenapa, papa nggak sama mama berdua aja? Atau, papa, mama sama kak Bima?”“Nggak, Bima kan mewakili perusahan dia,”“Nela kan nggak ada undangan, Papa sama mama aja ke Bali biar bisa berduaan,” Hardik ku. “Walaupun kamu nggak dapat undangan, tapi kamu kan anak papa dan mama, wajar dong kita bawa kamu? iya nggak pa?” ujar mama.“Benar sekali istri ku! Jugaan, Papa sama mama ini, udah sering berduaan dan selalu berduaan. Dimana ada papa, disitu ada mama
Meet and great pun tiba. Acara dilakukan disalah satu hotel termewah di Bali, dan pastinya termahal. Aku, mama dan mbak Mila, sedang berdandan. Sedangkan ketiga pria kami, sudah menunggu di ruang tamu hotel. Aku menggunakan dress warna gold, mama menggunakan dress waran silver dan mbak Mila mengunakan warna dress warna putih. Setelah selesai bersiap - siap, aku, mama, dan mbak Mila, menuju ruang tamu hotel lalu berangkat. "Wah, wanita - wanita papa ini, memang cantik." Puji papa. Kami hanya tertawa. "Tapi, paling cantik istriku ini, cantik nya nggak ada dua," goda papa lagi. "Hahahaha papa ini, ada - ada saja," Setelah selesai berbincang singkat, kami pun berangkat ke tempat acara. Karena macet, jadinya memakan waktu dua puluh menit saat sampai. Hotel yang kami tepati, memang lumayan jauh dari tempat acara itu, sekitar tujuh belas menit.Sesampainya di tempat acara, kami langsung masuk ke dalam.Tampaknya sudah banyak orang."Apa kabar, pak Ferdinan prasetya?" sapa kerabat papa
Setelah kembali ke hotel, mbak Mila menghampiri kamar ku. “Mbak, belum tidur?”“Belum, belum ngantuk,”Karena tadi kami pamit pulang duluan, sekitar jam sepuluh. “Nando udah tidur mbak?“Udah, ditemani papa nya,”Jika kami bertemu seperti ini, entah itu di rumah, di rumah nya, selalu akrab dan nyambung kalau bercerita. “Mbak bosan, jadinya butuh kamu buat ngobrol. Kamu tahu sendiri kan mbak ini kalau ada teman selalu ajak ngobrol,”“Iya – iya, mbak ku yang paling cantik!"“Hahahaha, bisa aja kamu Nel, Btw mbak mau nanya sama kamu, boleh?”“Yah tentu boleh lah mbak, mbak mau nanya apa?” “Kamu kenal dekat sama Renata ya?" tanya mbak Mila. "Nggak sih mbak, cuma sebatas kenal aja sih," "Tapi tadi, mbak perhatikan kayaknya dia nggak suka deh sama kamu," "Nggak tahu juga sih mbak. Btw, mbak kenal sama Renata?" "Iya kenal, papa sama om Samsul pernah mendanai perusahan ayah waktu itu. Dan kebetulan kita itu satu circle, tapi mbak udah keluar," "Kenapa mbak?" "Karena mereka suka mem
Pov Robi. _Flas back._Hari ini, kata papa Renata dan om Samsul akan ke rumah. " Hay, Samsul apa kabar?" sapa papa. "Baik," jawab om Samsul, dengan mimik wajah yang arogan. 'Ada apa ini?' "Ayo masuk dulu," Sesudah om Samsul dan Renata masuk, tanpa banyak bicara, om Samsul langsung menyampaikan tujuan nya. "Langsung saja, tujuan saya datang kesini, ingin meminta pertanggung jawaban anak mu, Bondan. Robi," kata om Samsul sambil memandang ku. Aku terkejut. Bukan hanya aku saja, tapi juga papa dan mama. Mereka menatap ku binggung. Apa aku buat kesalahan terhadap om Samsul? tidak mungkin! "Pertanggung jawab apa Sul?" "Oh, jadi kalian belum tahu? Robi tidak bilang apapun kepada kamu, Bondan?" "Maksutnya apa om? apa kesalahan saya?" "Renata hamil! Renata hamil anak kamu!" sentak om Samsul, sambil menunjuk ke arah ku. "APA?!" tukas mama kaget. Bukan hanya mama, aku, papa dan Nanda juga kaget. "Apa? Renata hamil anak Robi?" "Iya om," "Saya kesini, minta pertanggung jawab atas ap