SBY 05
Mobil HRV putih itu melaju di jalan raya Kota Jakarta, setelah sebelumnya berada di Bekasi. Tubuh yang letih dan perut sudah terisi penuh membuat Erie mengantuk. Dia berusaha menahan agar mata tidak memejam, tetapi akhirnya tidak kuat dan menutup jua.Harry yang melihat perempuan itu menyandar ke pintu, menarik tangan Erie dan menggenggamnya erat. Sudut bibirnya terangkat membingkai senyuman karena merasa senang bisa melakukan hal itu, yang hanya bisa dilaksanakan saat Erie tertidur dan tidak sanggup menolak ataupun menghindar.Pria berhidung bangir itu mengarahkan kendaraan menuju apartemennya yang berada di kawasan Pancoran, sebab dia ingin membicarakan hal penting dengan Erie di tempat yang privasinya terjaga. Harry tahu bila nantinya Erie akan mengomelinya, tetapi Harry bertekad untuk mengungkapkan hal yang sudah lama ditutupinya rapat-rapat.Langit senja telah menggelap saat kendaraan roda empat itu berhenti di tempat parkir gedung bertingkat. Harry menyentuh bahu Erie dan mengguncangnya pelan selama beberapa kali hingga mata perempuan itu terbuka."Ayo, kita turun," ajak Harry sambil merapikan rambut Erie yang berantakan.Perempuan itu memindai sekitar, kemudian bertanya, "Kita di mana ini?""Di tempat parkir apartemenku.""Kok ke sini?""Aku mau mandi dulu, setelah itu baru nganterin kamu pulang.""Nggak mandi di rumahku aja?""Kamu kan tau kalau aku nggak bisa nyetor di tempat asing kecuali terpaksa banget."Erie tertegun sejenak, kemudian mengangguk membenarkan perkataan Harry. Erie baru mengingat keunikan pria tersebut yang sering menjadi bahan ledekan ketiga sahabatnya sekaligus Erie dan Dwita.Harry melepaskan sabuk pengaman dan turun. Membuka pintu bagian tengah untuk menyambar tas travel hitam kecil milik Erie, sebelum kemudian menutup kedua pintu secara bergantian. Harry memutari kendaraan dan membantu menutupkan pintu bagian penumpang, sebelum mengunci mobil dan menggamit lengan kiri Erie serta mengajak perempuan itu menuju lobi utama tower A tempat di mana unitnya berada.Harry membalas sapaan petugas keamanan dan petugas lobi yang tengah berjaga dengan ramah. Sifatnya yang rendah hati membuat Harry disukai banyak karyawan di tempat tersebut. Terutama para lawan jenis yang seringkali menjadikannya topik pembicaraan hangat. Status Harry yang masih lajang membuatnya menjadi incaran banyak perempuan dari berbagai kalangan.Sesampainya di unit yang berada di lantai dua belas, Harry meraih remote untuk menyalakan mesin pendingin udara dan meletakkan remote ke tempat semula sebelum lari menuju kamar mandi serta menuntaskan panggilan alam.Erie tak bisa menahan senyuman. Kendatipun sudah sering menyaksikan tingkah Harry, tetapi tetap saja dia merasa hal itu cukup lucu. Perempuan itu membuka pintu lemari pendingin, mengambil teko besar berisi air berembun dan menutup pintu sebelum berpindah ke meja dapur mini.Erie yang sudah sering kali berkunjung ke tempat itu tidak sungkan lagi untuk berlaku sebagai pemilik rumah. Bahkan, dia sudah hafal dengan isi lemari kecil di atas meja kompor, tempat dia meletakkan berbagai kudapan dan makanan instan untuk Harry.Gedung apartemen itu berada paling dekat dengan kantor hingga sering menjadi tempat berkumpul sang pemilik dan ketiga sahabatnya, begitu pula dengan Erie. Perempuan itu juga sering menemani Harry berbelanja bulanan atau ke acara pesta para kolega.Kala Harry keluar berbelas menit kemudian, Erie tengah menyandar di sofa sambil memangku wadah makanan. Tatapan perempuan itu lurus ke televisi dan tidak melihat bila Harry tengah memandanginya dengan sendu.Harry meneruskan langkah memasuki kamar sambil mengumpat dalam hati karena nyaris saja dia akan menyambangi Erie dan membaringkan diri di pangkuan perempuan itu, hal yang sudah sejak lama ingin dilakukannya.Setelah mengenakan pakaian, Harry keluar dan mendudukkan diri di samping kanan Erie yang seketika menoleh. Harry menyambar toples dan langsung mengeluh ketika melihat isinya hanya tersisa sedikit."Kamu lapar atau doyan?" tanya Harry sembari memindahkan benda plastik keras itu ke pangkuannya."Dua-duanya," jawab Erie sambil mengulurkan tangan ke dalam toples yang segera ditepis Harry. "Apaan sih, Mas? Jangan pelit-pelit sama aku!" desisnya."Kamu udah makan banyak, sekarang giliranku.""Kikir!"Harry terkekeh, kemudian mengambil satu keripik kentang berbumbu itu dan menyuapkannya ke mulut Erie yang spontan membuka. Pria itu mengulangi gerakan beberapa kali sebelum menghentikannya dan memandangi perempuan tersebut seraya tersenyum."Sekarang, kamu yang nyuapin aku," pinta Harry."Manja," keluh Erie, tetapi dia tetap mengerjakannya sambil mengulum senyum.Acara suap-suapan itu berlangsung hingga keripik habis. Harry berdiri dan jalan menuju dapur kecilnya. Membuka lemari dan mengambil dua bungkus keripik sejenis dan kembali ke sofa."Mau ke mana?" tanya Harry ketika melihat Erie berdiri dan menggapai tas travel hitam kecil yang diletakkannya di atas kursi tunggal."Mandi, Mas," jawab Erie. "Kenapa?" tanyanya sambil menoleh."Aku mandiin, ya."Erie membeliakkan mata dan melempari Harry dengan kotak tisu, kemudian mengayunkan tungkai menuju kamarku mandi sambil bersungut-sungut pelan. Harry tertawa kecil mendengar omelan perempuan tersebut. Entah kenapa, sifat usilnya akan langsung muncul ke permukaan bila hanya berdua dengan Erie.Saat Erie keluar beberapa menit berselang, Harry tak sanggup menahan decak kagumnya. Gaun panjang biru tua dengan potongan sederhana itu tampak sangat pas di tubuh Erie yang memiliki tinggi dan berat badan proporsional. Warna gelap gaun itu kontras dengan kulit kuning langsat Erie yang bersih. Rambutnya yang masih lembab dibiarkan tergerai dan menciptakan titik-titik air di sekitar pundak yang makin mempertegas kesan seksinya.Erie jalan mendekat dan baru saja merunduk untuk meletakkan tas travel hitamnya ke lantai, ketika Harry sudah berdiri di hadapan dan kini merangkul pinggangnya sambil memandangi dengan sorot mata menggelap.Erie menelan ludah. Dia seolah-olah terhipnotis pandangan pria itu dan tidak bisa mengalihkan tatapan. Napas Erie tercekat kala Harry memajukan wajah dan mendaratkan kecupan di dahinya. Berdiam diri di tempat itu selama beberapa saat, sebelum menggeser bibir hingga menyentuh kedua kelopak mata Erie yang spontan menutup."Aku sangat menyayangimu, Erie," bisik Harry, tepat di depan hidung perempuan tersebut. "Kumohon, lupakan dia, dan ... menikah denganku," sambungnya sembari mengusap pipi Erie dengan tangan kanan. Sementara tangan kiri menarik tubuh perempuan itu hingga menempel ke dadanya."Mas, aku nggak bisa," sahut Erie sambil menggeleng pelan."Kenapa?""Dia ... sudah mendapatkan diriku seutuhnya. Aku sudah ternoda, Mas. Sama sekali nggak pantas buatmu yang nyaris sempurna." Erie meneteskan air mata. Membiarkan Harry menarik kepalanya hingga menyandar ke dada bidang pria itu dan menumpahkan tangisan."Aku sudah tahu tentang itu, Rie. Dan ... bagiku nggak masalah." Harry mengatur napas untuk menahan emosi yang mencuat. Pengakuan Erie menegaskan apa yang pernah dilontarkan Nick, dulu.Erie menarik diri, membuka mata dan memandangi pria itu dengan sorot mata penuh tanya. "Mas tahu dari mana?" tanyanya."Nick nggak sengaja ngomong gitu waktu dia mabuk dulu. Udah lama banget, Ri, sebelum kita makin dekat dan membuatku ... jatuh cinta.""Jatuh cinta?""Iya, aku sudah mencintaimu. Sejak lama."SBY 06Keheningan yang tercipta membuat Erie larut dalam rasa nyaman dipeluk oleh Harry. Aroma parfum pria itu yang tidak berubah sejak dulu terhidu indra penciuman Erie yang masih memejamkan mata. Perempuan berambut sebahu itu sebetulnya sudah tahu dengan perasaan sayang Harry padanya, karena pria itu pernah keceplosan menyebut itu beberapa waktu lalu, tetapi ungkapan cinta sejak lama pria tersebut yang baru saja diutarakan membuat Erie gamang. Bayangan wajah Nick melintas dan membuat Erie sadar. Perempuan itu menolak tubuh dan berusaha untuk melepaskan diri, tetapi rengkuhan Harry yang erat membuatnya kalah dan pasrah saat pria itu kembali merapatkan tubuh. "Mas, lepasin," lirih Erie. "Biarkan aku memelukmu lebih lama, Rie. Agar bayangannya bisa hilang dari benakmu," jawab Harry yang membuat Erie spontan menengadah. "Kamu pasti lagi mikirin dia, kan?" tanyanya yang dibalas anggukan oleh perempuan tersebut. "Itu yang ingin aku hilang
SBY 07Desahan yang lolos dari bibir Erie membuat Harry makin semangat. Akan tetapi, alarm otaknya memperingatkan untuk menjauh dan tidak melanjutkan aktivitas. Harry memutus keintiman dan mengusap sudut bibir Erie dengan ujung jari. Mengulaskan senyuman tipis untuk menenangkan perempuan itu yang kini tengah mengerjap-ngerjapkan mata. "Ini baru permulaan, Rie. Masih banyak cara yang akan kulakukan untuk membuatmu jatuh cinta padaku," ucap Harry, kemudian dia menolak tubuh dan menarik tangan Erie agar bisa sama-sama duduk. "Dengar, aku tidak akan memperlakukanmu seperti halnya dia melakukan hal-hal di luar batas pacaran. Karena aku mencintaimu dan ingin menjadikanmu ratuku, bukan sebagai alat pemuas nafsu," sambungnya yang membuat Erie tertegun. Sesaat suasana hening, kemudian Harry berdiri dan mengulurkan tangan yang dipandangi Erie sejenak, sebelum perempuan itu menyambutnya dan berpegangan untuk berdiri. Harry mengajak Erie jalan menuju pintu
SBY 08Mentari pagi menyapa insan yang tengah berada di luar rumah dengan kehangatan yang menyentuh hati. Embusan lembut angin membelai kulit yang terbuka dan menciptakan kesejukan udara yang menyegarkan. Tiga orang anak muda tengah jalan berdampingan di jalan raya utama komplek yang lebar. Alfian jalan di sisi paling kanan sambil merangkul pundak Erie yang berada di tengah. Sementara Lisa yang berada di sisi kiri, menggamit lengan sang kakak sambil memperhatikan sekeliling.Pada kedua sisi jalan itu berderet lapak-lapak pedagang yang menyediakan berbagai makanan untuk makan pagi. Banyak kendaraan roda dua dan empat terparkir di sekitar tempat parkir yang berada di kawasan tersebut."Pada mau makan apa nih?" tanya Erie sembari celingukan."Aku mau kupat sayur," jawab Lisa sambil menunjuk ke lapak di seberang jalan. "Aku pengen nasi uduk," timpal Alfian. "Ya udah, yang di situ aja. Gerobaknyq deketan." Erie m
SBY 09Erie tengah menyisir rambut ketika mendengar suara mobil berhenti di depan rumah. Perempuan itu berdiri dan jalan mendekati jendela, mengintip dan seketika mempercepat gerakan berias. Tak berselang lama Erie sudah lari menuruni tangga. Menyambar sepatu pantofel hitam kesukaan dari rak sepatu yang berada di bawah tangga. Kemudian dia menghampiri sang ibu dan mencium punggung tangan perempuan paruh baya itu sebelum mengambil cangkir dari atas meja dan meneguk tehnya sampai habis. "Kamu itu, ya, pamali minum sambil berdiri!" sungut Wiryani. Dia pusing melihat kelakuan sang putri sulung yang tidak berubah seiring kedewasaan. "Buru-buru, Bu. Mas Harry udah di depan," jawab Erie sembari mengambil dua roti isi dan membungkusnya dengan tisu besar, sebelum memasukkannya ke tas bahu hitam kesukaan. "Oh, ya, Bu. Aku pulang agak malam. Mau kontrol ke dokter dulu," ujarnya sambil mengenakan sepatu. "Kontrol apa?" "Kaki, agak
SBY 10Sepanjang hari itu Harry sering melamun. Hatinya bimbang antara hendak memenuhi permintaan Salman yang sudah dianggapnya sebagai Ayah angkat, atau tetap bertahan di Jakarta. Dia sebetulnya ingin berangkat, tetapi setelah bisa menikahi Erie karena Harry juga ingin membawa Erie ikut dengannya agar perempuan itu bisa melupakan sosok Nick. Hingga sore tiba, akhirnya Harry memutuskan untuk bertindak nekat. Dia akan melakukan berbagai cara agar Erie menyetujui lamarannya, meskipun nanti dia harus menghadapi permusuhan dengan Nick, bahkan mungkin dengan Malvin. Sementara Sam, Harry cukup optimis akan mendapatkan dukungan dari pria gondrong itu, karena sejak dulu dirinya lebih dekat dengan Sam daripada Malvin dan Nick. Harry juga merasa yakin akan mendapatkan dukungan dari kedua orang tuanya dan keluarga Erie."Mas, kelewatan!" desis Erie saat mobil yang dikemudikan oleh Harry melewati gerbang masuk rumah sakit tempat dirinya akan
SBY 11"Sydney?" tanya Hendra dan Wiryani nyaris bersamaan. "Iya, Pak, Bu. Saya diminta bos besar buat menghandle proyek yang di sana selama satu tahun," jelas Harry. "Erie belum cerita, ya?" Dia balas bertanya. "Belum, tadi malam pulang itu langsung tidur. Disuruh mandi aja nggak dikerjain," keluh Wiryani yang membuat Harry mengulum senyum. "Nak Erie kecapean, kasihan," tukas Yunia. "Kamu harus jagain Erie benar-benar, Mas. Jangan dibecandain mulu," omelnya sambil memukul pelan paha sang putra yang duduk.di samping kirinya. "Pasti dijagain, Bu. Digodain itu karena gemes," sahut Harry seraya tersenyum lebar, lupa bila di hadapannya ada orang tua perempuan yang menjadi pujaan hati. Sosok Erie yang muncul seketika menghentikan obrolan. Perempuan yang kali ini mengenakan blus hijau lumut dan rok hitam panjang itu segera menghampiri kedua orang tua Harry dan menyalami mereka dengan takzim. Kemudian dia mendudukkan diri
SBY 12"Erie?" Suara seorang perempuan dari ujung koridor membuat Erie menengadah dan seketika mengeluh karena ternyata di tempat itu juga ada Harry dan Samudra. Ketiga orang tersebut menatap Erie yang memaksakan diri untuk melangkah maju, dan ketika Harry mengalihkan pandangan ke arah lain, hati Erie seketika mencelos. "Hai, apa kabar?" tanya perempuan berparas cantik dan sangat wangi itu sambil mendekap Erie dan mengecup kedua pipinya. "Badanmu anget. Lagi sakit?" tanyanya sambil mengurai pelukan dan memandangi Erie dengan lekat. "Kabarku seperti yang kamu lihat, Rin," jawab Erie. "Ehm, iya, kepalaku pusing dari tadi, mungkin masuk angin," sambungnya sembari memaksakan senyuman untuk menghindari kecurigaan perempuan tersebut. Sabrina, nama perempuan itu yang merupakan adiknya Samudra sekaligus putri bungsu Salman yang selama beberapa tahun terakhir menetap di Sydney untuk menuntut ilmu. Sabrina dan Erie juga berteman tetap
SBY 13Dehaman seseorang dari belakang seketika menghentikan aktivitas Harry dan Erie. Mereka serentak menoleh dan terkesiap ketika melihat sosok orang yang kini tengah memasuki ruangan dan menutup pintu. Sepasang mata beriris hitam itu mengawasi gerak-gerik pasangan yang tertangkap basah tengah berpagutan tersebut sembari melipat tangan di depan dada. Orang yang tak lain adalah Malvin itu menggeleng-geleng, kemudian menyugar rambut, ciri khasnya bila tengah gusar. "Sejak kapan kalian punya hubungan spesial?" tanya Malvin tanpa tedeng aling-aling. "Ini tidak seperti yang kamu bayangkan, Vin," jawab Harry. "Aku ... baru beberapa hari menyatakan perasaan pada Erie. Sekaligus memintanya untuk menjadi istriku," sambungnya yang membuat Malvin terperangah. "Kamu sadar dengan apa yang kamu omongin, Har? Apa kamu nggak mikirin perasaan Nick?" "Saat ini aku dalam kondisi sadar, demikian juga Erie. Aku mencintainya, tapi dia