Share

Bab 20

Author: Miss Secret
last update Last Updated: 2024-10-04 21:54:28

Alan kembali menghubungi Kanaya, tapi ponsel itu masih saja tidak aktif.

"Astaga, apa yang sebenarnya dilakukan anak itu?"

Tak kehilangan akal, Alan pun mencari tahu posisi mobi Kanaya melalui GPS yang dia taruh di mobil tersebut.

"Astaga, kenapa mobilnya berhenti di sana? Lagi apa dia di tempat seperti itu?" pekik Alan panik, ketika menyadari jika mobil Kanaya tengah berhenti di sebuah tempat yang dikenal cukup berbahaya. Tempat itu, tak hanya sepi, tapi juga banyak preman.

Alan sebenarnya memang sengaja memasang GPS di mobil milik Kanaya. Entah mengapa, sejak Kanaya pulang, dia sering kali merasa cemas jika Kanaya pergi ke luar.

Alan hanya ingin memantau pergaulan putrinya, dan si saat seperti ini, tampaknya hal tersebut sangat bermanfaat.

Melihat Kanaya yang sekarang begitu cantik, sering kali, Alan takut, sesuatu hal yang buruk terjadi pada Kanaya. Apalagi, di tengah pergaulan remaja di masa seperti sekarang, Alan hanya ingin kehidupan Kanaya terkontrol.

Setelah memastikan di man
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 21

    Kanaya terdiam mendengar perkataan Alan. Kata sayang yang terucap dari bibir Alan terdengar begitu menggetarkan hatinya . Meskipun, dia pun tahu jika yang dimaksud dengan sayang itu, rasa sayang orang tua pada anaknya, tidak lebih. "Kanaya, kamu nggak apa-apa, 'kan?" "Kenapa malah Papa yang tanya kaya gitu sama Kanaya? Bukankah Papa yang saat ini terluka? Tuh lihat, bibir Papa aja berdarah," jawab Kanaya saat melihat tetesan darah yang keluar dari sudut bibir Alan. Sebenarnya kemampuan bela Alan cukup bagus, dan membuat ketiga preman itu kewalahan. Namun, jumlah yang tak seimbang, tentunya membuat ada beberapa bagian tubuh Alan yang terluka. "Papa nggak apa-apa, ini udah biasa. Kamu udah telpon Om Brata, 'kan? Biar mobil kamu diurus sama Om Brata, dan anak buah Papa." "Iya, sekarang kita pulang ya. Atau, Papa mau Kanaya antar ke rumah sakit?" Alan menggelengkan kepala. "Ini luka kecil Kanaya. Kamu nggak usah lebay kaya gini." "Ya udah nanti Naya obati aja ya. Sekarang, ki

    Last Updated : 2024-10-05
  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 22

    Kini giliran Kanaya yang memejamkan mata, tak tahu harus berbuat apa. Jangan ditanya tentang perasaannya. Yang jelas, campur aduk, hingga rasanya hampir kehilangan kewarasan.Berciuman dengan laki-laki yang dicintai, memang terdengar normal. Namun, beda ceritanya jika lelaki itu adalah ayah angkatnya.Di mata Kanaya, Alan adalah sosok laki-laki yang sangat mencintai istrinya. Namun, entah mengapa di saat seperti ini, dia justru mau menciumnya. Kanaya benar-benar tak tahu jawabannya. Otaknya kini sudah terlalu riuh. Begitu pula dengan perasaannya.Sementara itu, apa yang dirasakan Alan pun tak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan Kanaya. Kejadian itu, rasanya begitu cepat.Alan yang sedari tadi sudah tergoda dengan Kanaya, kian didukung oleh keadaan yang membelenggu pada situasi yang membuat dirinya, tak bisa berkutik pada pesona Kanaya.Setelah mati-matian, Alan menampik, dan mencoba menghindar darinya. Kini, pertahanan itu luruh. Pertahanan itu luluh lantak seketika, dan sekarang y

    Last Updated : 2024-10-05
  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 23

    Alan yang mendengar ungkapan suka dari Kanaya pun terkekeh. "Kamu suka sama laki-laki berumur kaya Papa?" sahut Alan. Lalu, dijawab anggukkan kepala malu-malu kucing oleh Kanaya.Alan pun kembali terkekeh. Dia kemudian membelai wajah putih Kanaya yang malam ini terlihat begitu cantik."Pa, kita pulang sekarang. Mama pasti udah nunggu." Alan menganggukkan kepalanya, lalu mengendarai mobilnya kembali.Sepanjang perjalanan, keduanya terdiam. Dalam benak Alan, dan Kanaya, mereka terlalu sibuk memikirkan apa yang terjadi.Semua terasa mengalir begitu saja. Kanaya tentunya masih tak menyangka semua ini akan terjadi. Dicium oleh oleh laki-laki yang dia cintai, sungguh membuat dirinya melayang. Meskipun, lelaki tersebut adalah ayah angkatnya.Kanaya pikir, memiliki hubungan lebih dengan Alan adalah sesuatu hal yang mustahil. Kanaya juga berpikir, jika Alan sangatlah mencintai Arumi, dan tidak pernah tertarik pada wanita lain. Namun, nyatanya tidak.Melihat Kanaya yang terdiam. Perlahan, Alan

    Last Updated : 2024-10-06
  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 24

    Arumi mengetuk kamar Kanaya, tapi tak ada sahutan. Beberapa detik kemudian, pintu kamar itu pun terbuka. Namun, bukan Kanaya yang keluar, tapi seorang pembantu rumah tangga yang kemungkinan baru saja membersihkan kamar tersebut."Bi Asih, Kanaya mana?""Non Kanaya di bawah, lagi masak sarapan. Kata Non Kanaya dia saja yang masak sarapan, terus bibi suruh bersihin kamar."Arumi pun menganggukkan kepala mendengar penuturan Bi Asih. "Sepertinya, Kanaya memang bisa diandalkan," gumamnya lirih, disertai sebuah ide yang tiba-tiba terlintas dalam benaknya. Arumi kemudian bergegas kembali ke kamarnya, lalu mendekat pada Alan yang saat ini masih meringkuk di atas ranjang."Mas ...!"Alan tak menyahut, tentunya dia masih kesal dengan sikap semena-mena Arumi. "Mas, kamu beneran hari ini jadi ke Bandung?"Alan masih tak menyahut, dan hanya memunggungi istrinya, karena pertanyaan tersebut tak perlu dijawab. Seharusnya Arumi sudah paham bagaimana sifatnya.Alan tak pernah menunda pekerjaan karena

    Last Updated : 2024-10-06
  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 25

    "Lu ngaco ya? Otak lu sebenarnya waras nggak sih, Arumi?" seru Boby di dalam mobil, ketika dia sedang mengendarai mobil Arumi menuju ke lokasi untuk live.Arumi yang saat itu sedang mengoleskan lipstik seketika menoleh pada Boby. "Lu pikir, gue gila, Bob?""Ih dasar, otak lu emang kadang rada-rada ya!""Bob, gue nggak ngerti. Sebenarnya lu lagi ngomongin apaan sih?" "Arumi, lu udah lupa sama cerita lu barusan? Dasar amnesia!""Cerita gue tentang apa? Kanaya sama Mas Alan?" sahut Arumi dengan begitu polos, masih tak mengerti dengan perkataan Boby. "Ya iyalah, emang lu lagi ngomongin siapa tadi?" balas Boby ketus, saat Arumi tak juga mengerti maksudnya."Emang mereka kenapa, Bob? Perasaan gue tadi cuma bilang kalo Kanaya gue suruh temenin Mas Alan ke Bandung. Memangnya ada yang salah?""Nah itu maksud gue, Arumi. Lu udah ambil keputusan yang salah."Arumi pun menoleh kesal pada Boby, tak terima jika lelaki gemulai itu menyalahkan dirinya."Salah bagian mananya sih? Bukannya Mas Alan l

    Last Updated : 2024-10-06
  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 26

    "Chyntia, ayo cepat masuk. Kita harus kejar waktu biar nggak kena macet!" perintah Alan, sembari memberi kode agar wanita itu masuk ke dalam mobilnya.Chyntia pun mengangguk, lalu melangkah masuk dalam mobil dengan kesal."Tante Chyntia kenapa mukanya jadi lesu gitu? Bukannya tadi ceria banget ya?" ledek Kanaya disertai tatapan penuh cemooh."Lesu gimana, Non Kanaya? Aku masih ceria, kok."Chyntia menoleh, sambil menyunggingkan senyum. Namun, senyuman tersebut tampak sekali begitu dipaksakan."Bagus deh, itu artinya Tante Chyntia seneng bisa ikut ke Bandung. Tante Chyntia emang loyal sama kerjaan.""Tentu saja. Saya sangat mencintai pekerjaan saya," sahut Chyntia, seolah sedang mencari muka pada Alan. Namun, jawaban tersebut diabaikan oleh Alan, dan juga Kanaya, yang saat ini justru terlihat sedang asyik sendiri.Alan menempelkan kedua telapak tangannya di pipi Kanaya. Sedangkan Kanaya, tampak mengerucutkan bibir, setelah itu, keduanya tertawa terbahak-bahak.Interaksi mereka terlihat

    Last Updated : 2024-10-07
  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 27

    "Chyntia, ayo cepat masuk. Kita harus kejar waktu biar nggak kena macet!" perintah Alan, sembari memberi kode agar wanita itu masuk ke dalam mobilnya. Chyntia pun mengangguk, lalu melangkah masuk dalam mobil dengan kesal. "Tante Chyntia kenapa mukanya jadi lesu gitu? Bukannya tadi ceria banget ya?" ledek Kanaya disertai tatapan penuh cemooh. "Lesu gimana, Non Kanaya? Aku masih ceria, kok." Chyntia menoleh, sambil menyunggingkan senyum. Namun, senyuman tersebut tampak sekali begitu dipaksakan. "Bagus deh, itu artinya Tante Chyntia seneng bisa ikut ke Bandung. Tante Chyntia emang loyal sama kerjaan." "Tentu saja. Saya sangat mencintai pekerjaan saya," sahut Chyntia, seolah sedang mencari muka pada Alan. Namun, jawaban tersebut diabaikan oleh Alan, dan juga Kanaya, yang saat ini justru terlihat sedang asyik sendiri. Alan menempelkan kedua telapak tangannya di pipi Kanaya. Sedangkan Kanaya, tampak mengerucutkan bibir, setelah itu, keduanya tertawa terbahak-bahak. Interaksi

    Last Updated : 2024-10-07
  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 28

    "Ih Boby, apaan sih udah dibilangin juga! Nggak mungkin lah, Mas Alan kepincut sama Kanaya!" sahut Arumi kesal, sembari memelototkan mata. Padahal, baru beberapa saat yang lalu, dia memarahi Boby, tapi laki-laki gemulai itu, sudah mengatakan hal itu lagi. "Ya nggak harus Kanaya juga keleus, tapi bisa aja cewek lain. Sekretarisnya mungkin.""Ck, buat apa aku suruh Kanaya ikut coba? Ya buat mata-matain mereka, lah!" Boby tak menyahut, hanya mendengkus lirih. Di saat itulah, ponsel Arumi berbunyi, menandakan sebuah pesan masuk dari Alan.Mas Alan :[Maaf aku, lagi rapat, Arumi. Jangan telepon dulu.]Membaca pesan tersebut, seutas senyuman pun tersungging di bibir Arumi. Dia kemudian memperlihatkan pesan dari Alan pada Boby."Nih baca sendiri, Mas Alan lagi rapat jadi dia nggak bisa angkat telepon aku."Boby mengangguk, sembari memainkan ekspresi muka, seolah sedang meledek pada Arumi."Iya ... iya, Tuan Putri.""Udah ah, gue mau beresin penampilan dulu. Habis ini, mereka jadi dateng, '

    Last Updated : 2024-10-08

Latest chapter

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 219

    Di dalam ruang tengah, Rain menatap layar ponselnya dengan tangan gemetar. Cahaya dari layar memantul di matanya yang penuh amarah dan kekecewaan. Napasnya memburu, dadanya naik turun seiring gelombang emosi yang meluap di dalam dirinya. Beberapa saat yang lalu, dia menyadap ponsel milik Stela, dan menemukan sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan.Bukti, percakapan, rencana. Semua tertulis jelas. Stela adalah dalang di balik kecelakaan Arumi.Rain mengeratkan genggamannya pada ponselnya sendiri, seakan benda itu bisa membantunya mengendalikan amarah yang hampir meledak. Pikirannya berputar, mengulang-ulang momen saat dia melihat bagaimana mobil tersebut terbakar, bagaimana hancurnya dia saat mengira jika Arumi telah meninggal, dan ternyata semua itu palsu. Semua itu adalah konspirasi semata yang sangat menyakiti hatinya. Rain pikir itu kecelakaan biasa. Takdir buruk yang menimpa tanpa peringatan. Namun, tidak. Itu ulah Stela. Orang yang selama ini ada di dekatnya.Rahangnya mengera

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 218

    Atmosfer ruang tamu itu terasa panas meskipun AC yang menyala, menunjukkan suhu rendah. Lampu terang yang menyinari membuat bayangan wajah mereka terlihat lebih tegang.Alan duduk di sofa dengan tubuh sedikit condong ke depan, kedua tangannya saling menggenggam erat. Kanaya berdiri di dekat jendela, menggigit bibir bawahnya, sembari mendengar penjelasan Rain di ujung sambungan telepon.Sementara Pak Rama, duduk di kursi berhadapan dengan Alan. Wajahnya kusut, matanya merah dan penuh kecemasan.Di atas meja, secangkir kopi yang disajikan sejak tadi sudah dingin, tak ada yang sempat menyentuhnya. Udara di ruangan itu seperti membeku setelah Alan menyampaikan kabar yang baru saja ia dapatkan.Setelah Kanaya menutup sambungan telepon tersebut, gadis itu tampak menghela napas berat."Aku baru saja mendapat kabar dari Rain. Dia bilang, tadi saat menunggu ibunya yang masuk rumah sakit, Rain melihat seseorang yang mirip Arumi di sebuah rumah sakit tersenyum. Namun, saat Rain mendekat, wanita

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 217

    Di ruang makan yang luas dan elegan, sebuah meja panjang berhiaskan lilin serta peralatan makan berlapis perak tersusun rapi. Lampu kristal menggantung di langit-langit, memancarkan cahaya keemasan yang hangat. Aroma hidangan menguar, memenuhi ruangan dengan keharuman menggoda.Pak Rama meletakkan garpunya dengan tenang, lalu menatap putrinya dengan penuh perhatian."Udah sampe sejauh mana persiapan pernikahan kamu sama Alan?"Kanaya tersenyum malu-malu, meletakkan sendoknya, lalu menatap ayahnya dengan sorot mata berbinar."Hampir 75 persen, Pa. Besok kita mau fitting baju pengantin. Kita nggak undang banyak tamu, karena lebih ke acara private party."Pak Rama mengangguk pelan, ekspresinya tenang, tapi penuh makna. Dia menyandarkan tubuhnya ke kursi, lalu menghela napas pendek sebelum berbicara."Pernikahan itu bukan sekedar tentang cinta, Kanaya. Tapi juga tentang kesiapan, tanggung jawab, dan kesabaran. Kamu harus ingat itu, dan jangan pernah melakukan kesalahan seperti yang perna

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 216

    "Aku ingin bertemu dengannya. Bisakah Anda membantuku?" sambung Celine kembali, disertai sorot mata penuh pengharapan.Perawat tersebut merasa iba melihatnya. Apalagi, sejak masuk ke rumah sakit tersebut, tak ada sanak saudara yang mengunjungi Celine. Hanya Stela, itu pun hanya sebatas kunjungan singkat."Saya bisa mencoba menghubunginya. Tapi tadi nggak saya sempat melihat Nona Stela sedang berada di ruang gawat darurat.""Ruang gawat darurat? Kenapa? Apa yang terjadi padanya?" sahut Celine, sembari mengernyitkan kening."Bukan dia yang dalam keadaan darurat. Sepertinya dia sedang mengunjungi seseorang di sana."Celine menunduk, menggenggam selimut, sembari bergumam lirih. "Oh ....""Bagaimana, apa Anda jadi ingin bertemu dengan Nona Stela?" sambung perawat tersebut kembali, saat melihat raut wajah Celine yang kian sendu.Celine pun mengangguk. "Iya, aku ingin ketemu sama Stela. Aku merasa … aneh. Aku nggak ingat banyak hal, tapi aku merasa aku harus bertemu dengannya sekarang juga u

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 215

    Suara langkah kaki Stela terdengar tergesa-gesa di lorong. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran saat dia mencari sosok Rain. Dia menyusuri kursi-kursi tunggu, melihat ke dalam ruangan, hingga akhirnya menemukan Rain duduk sendirian di sudut ruangan sembari menempelkan ponsel di telinganya. Entah menghubungi siapa, Stela pun tak tahu. Matanya kosong, tatapannya lurus ke arah depan, seolah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Stela kemudian mendekat dengan hati-hati."Rain ...!"Ketika Stela sudah kian dekat, Rain menutup sambungan telepon tersebut. Lalu, Stela duduk di sampingnya."Rain … dari tadi aku cari kamu."Rain mengangkat wajah perlahan, suaranya lirih dan lelah. "Aku sedang butuh waktu buat sendiri, Stela …"Stela tersenyum tipis, menggenggam tangan Rain dengan hangat, yang Stela tahu, Rain terlihat sedih seperti ini, karena melihat kondisi ibunya. Namun, di balik itu, ada hal lain menyita perasaan, dan pikiran Rain."Aku tahu kamu cemas, tapi aku punya kabar baik."Rain menatap Ste

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 214

    Beberapa Saat Yang Lalu ....Rain menatap layar ponselnya, melihat sebuah nama yang membuat hatinya yang terluka semakin tergores.Kanaya, nama itu tentu saja tak bisa lepas dari sosok Arumi yang begitu mengakar kuat di dalam hatinya. Kanaya, sosok yang masih terhubung dengan masa lalunya, masa lalu yang telah lama pergi, tapi tak benar-benar hilang.Rain memang memutuskan untuk menghubungi Kanaya, setelah tadi malam dia memutuskan sambungan telepon dadi gadis itu saat ibunya tiba-tiba pingsan.Dengan napas tertahan, Rain menekan tombol panggilan. Satu dering, dua, tiga, dan akhirnya panggilan itu terjawab.[Halo ....]Suara di seberang terdengar lebih dewasa dari yang dia ingat, tapi masih memiliki nada yang sama. Rain menelan ludah, tiba-tiba merasa ragu. Apakah langkahnya ini sudah benar. Namun, tatkala mengingat Kanaya yang tadi malam tiba-tiba menghubunginya, Rain yakin pasti ada sesuatu hal yang penting. Mungkin, ada hubungannya dengan Arumi.[Halo, Kak Rain.]Ada jeda sunyi, s

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 213

    Di Sisi Lain ....Di sebuah ruang perawatan yang sunyi, hanya terdengar jarum jam yang berdetak, seiring cairan infus yang menetes. Lampu redup memancarkan cahaya lembut, menciptakan bayangan tipis di sepanjang dinding. Aroma antiseptik bercampur dengan kesenyapan, membungkus ruangan dalam ketenangan yang hampir menyerupai tidur itu sendiri.Seorang wanita melangkah perlahan, nyaris tanpa suara. Tumit sepatunya yang tipis hanya menyentuh lantai sekilas sebelum beringsut lagi ke depan. Napasnya teratur, tapi jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya.Dia mendekati ranjang, tempat seorang wanita terbaring dalam tidur yang tampak begitu damai. Selang infus menggantung di sampingnya.Dia berdiri di sisi tempat tidur, menatap wajah yang tertidur itu dengan ekspresi yang sulit diartikan. Jemarinya bergerak ragu, lalu perlahan-lahan menyentuh punggung tangan wanita itu—hanya sekilas, seperti ingin memastikan sesuatu. Ada keraguan yang terpendam dalam sorot matanya, seolah-olah dia ingin

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 212

    "Kamu udah telat? Telat berapa hari?" tanya Alan, dengan ekspresi yang sulit Kanaya terka."Sebenarnya baru telat dua hari sih.""Coba nanti kalau udah telat satu minggu, kamu tes. Kamu tenang aja, aku nggak akan ninggalin kamu. Sebentar lagi kita juga menikah."Kanaya mengangguk ragu, antara cemas, juga takut. Alan menarik napas dalam, kemudian menarik tubuh Kanaya ke dalam dekapannya, membiarkan kehangatan tubuh Kanaya menyatu dengan tubuhnya.Di balik jendela kamar, matahari masih bersinar terang. Sinarnya menyengat, bagaikan cinta kedua insan itu yang begitu membara.Alan bisa merasakan helaan napas Kanaya yang masih tersengal, bercampur dengan sesuatu yang lebih dalam—keraguan, mungkin juga ketakutan.“Sayang, kamu kenapa? Takut?"Kanaya tak langsung menjawab. Jemarinya yang mungil menggenggam selimut, seakan mencari pegangan dalam pikirannya sendiri. Alan mengecup puncak kepalanya, mencoba menyalurkan ketenangan.“Kalau sesuatu terjadi, dan Papa sampai tahu, aku takut, Mas."Ala

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 211

    Dengan suara tenang, tapi penuh wibawa, Alan mengangkat telepon. "Ya, ada apa?" tanyanya, matanya tetap fokus menatap ke depan.Suara anak buahnya terdengar dari seberang, melaporkan sesuatu dengan nada tergesa. Alan mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk meskipun orang di seberang tidak bisa melihatnya. Wajahnya tetap datar, hanya sesekali alisnya berkerut saat mendengar detail yang tidak dia sukai.Di atas pangkuannya Kanaya memperhatikan tanpa bersuara. Mata Kanaya menelisik ekspresi Alan, mencari tanda-tanda emosi di balik ketenangan yang selalu dia tunjukkan. Jemarinya yang ramping menggenggam cangkir teh yang mulai mendingin, tapi perhatiannya tidak lepas dari pria di depannya.Setelah beberapa saat, Alan akhirnya menghela napas, menutup telepon dengan gerakan yang nyaris tanpa suara. Dia menoleh sekilas ke arah Kanaya yang masih mengamatinya dengan tatapan penuh arti."Bagaimana? Apa sudah ada petunjuk?" tanya Kanaya, suaranya lembut, tapi mengandung rasa ingin tahu.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status