Share

Bab 7 Pernyataan Cinta

“Aku mau bawa ke rumah sakit juga pakai uangnya Satrio. Bukan pakai uang Mas Ragil yang selalu pelit sama keluarganya sendiri. Sampai Mawar mungkin mengalami stunting.” Balasku tidak mau kalah.

“Pakai uang orang lain kok bangga. Lagian kamu sendiri yang gagal merawat Mawar. Jangan menyalahkan Ragil terus.” Raut wajah Ibu mertua sudah berubah menjadi marah.

“Jelas aku menyalahkan Mas Ragil. Buat makan empat sehat lima sempurna saja Mawar tidak bisa. Karena apa, karena semua uang Mas Ragil di berikan pada orang tuanya.”

“Aku ini Ibunya Ragil. Selamanya Ragil wajib menafkahiku dan Bapaknya. Sedangkan kamu itu hanya orang lain yang kebetulan menjadi istrinya. Mentang-mentang sudah di bantu sama adik kamu, jadi berani melawan sekarang.”

Rasanya sangat sakit mendengar balasan Ibu mertua. Namun, aku tetap berusaha tetap tegar. Tidak akan aku biarkan Ibu mertua merasa menang karena melihatku menangis lagi.

“Lalu, kenapa Ibu mengijinkan Mas Ragil menikah denganku? Seharusnya sejak awal Ibu dan Bapak tidak merestui pernikahan kami. Kekep saja Mas Ragil sama Ibu terus.”

“Aku juga menyesal karena sudah mengijinkan Ragil menikah dengan kamu. Bukannya menurut perkataan suami dan Ibu mertua, malah membantah terus.” Ibu mertua melirik Satrio dengan sinis.

Aku yakin ia ingin sekali menyalahkan Satio, tapi mengingat cerita Mas Ragil padanya Ibu hanya bisa marah padaku. Untunglah Satrio bisa menahan emosinya. Karena aku tidak ingin Satrio ikut campur terlalu dalam dengan masalahku.

“Kalau sudah berhubungan dengan anak, pasti aku akan melawan. Mas Ragil saja baru memenuhi hakku dan Mawar setelah di sentil sama Satrio.”

Skakmat. Ibu mertua hanya bisa mendengus kesal lalu duduk di kursi. Ia sudah meraih piring lalu mengisinya dengan nasi. Aku segera menyingkirkan lauk di atas meja.

“Kenapa lauknya di ambil? Jangan pelit sama mertua sendiri.”

“Aku nggak pelit Bu. Tapi, semua ini makanan yang di beli sama Satrio. Jadi, Ibu harus ijin sama adikku dulu. Aku dan Satrio ini kan orang lain untuk kalian. Kami tidak berhak menikmati banyak uang dari Mas Ragil. Berarti Ibu dan Mas Ragil juga tidak berhak menikmati barang atau makanan yang di beli dengan menggunakan uang Satrio.”

Ibu mertua berdiri dengan cepat hingga kursi yang di dudukinya jatuh. “Dasar menantu durhaka. Baik. Kalau begitu gunakan uangmu sendiri untuk biaya hidup kamu dan Mawar. Jangan minta uang pada anakku lagi.”

“Tidak bisa begitu Bu Jumi.” Satrio akhirnya angkat bicara.

“Jika sampai anak Ibu melakukan hal itu pada kakak dan keponakanku, maka akan aku pastikan aib Mas Ragil yang meminjam uang padaku, tapi belum di kembalikan akan menyebar di sekolah tempatnya mengajar. Tidak hanya di sekolah, bahkan di kota ini. Bila perlu satu Indonesia akan tahu.”

“Kamu tidak punya buktinya Yo. Jangan mengancam.”  Gigi Ibu mertua sudah bergelumutuk karena menahan amarahnya yang sangat besar padaku dan Satrio.

“Aku punya bukti. Karena saat meminjamkan uang pada Mas Ragil ada hitam di atas putih. Bahkan sampai di sahkan oleh notaris. Mau aku tunjukkan filenya Bude?”

“Tidak perlu. Percuma bicara pada kalian.”

Ibu mertua melangkah pergi dari dapur yang merangkap sebagai ruang makan ini. Aku menghela nafas lega.

“Mbak Bunga harus terus bersikap berani seperti tadi. Jangan takut di cap sebagai istri dan menantu durhaka. Kumpulkan semua bukti kesalahan Mas Ragil padamu dan Mawar. Juga bukti perselingkuhan Mas Ragil dengan Arum. Saat Mbak Bunga sudah siap, pergilah ke rumah Ibu tanpa membawa apapun barang di rumah ini.”

Aku menganggukan kepala paham. “Kamu tenang saja Yo. Mulai sekarang tidak akan aku biarkan mereka melihat air mataku lagi.”

“Bagus. Kamu harus tumbuh menjadi wanita kuat. Demi dirimu sendiri dan Mawar.”

***

Seperti yang di katakan Satrio tadi siang, jumlah follower akun Tik Tikku semakin meningkat. Malam harinya sebelum tidur aku memeriksa jumlah follower, like dan kometar. Banyak para wanita yang curhat mengalami nasib yang sama sepertiku.

Sekarang aku sudah punya lima ratus follower hanya dalam waktu satu hari saja. Jika aku rutin memposting video baru setiap hari atau bahkan setiap minggu, bisa di pastikan aku akan mendapat gaji pertama. Aku juga berencana mempromosikan warung Ibu agar lebih banyak pelanggan yang membeli.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Aku menatap Mawar yang sudah tidur sejak tadi. Hp aku letakan di antara bantalku dan bantal Mas Ragil. Alisku terangkat naik saat menyadari jika Mas Ragil sedang menatap ke arah hpku.

“Apa yang kamu lihat mas?” Mas Ragil segera menggelengkan kepalanya.

“Bukan apa-apa. Lebih baik kamu tidur. Agar besok tidak kesiangan untuk menyiapksan sarapan.” Aku tidak menjawab karena memilih untuk memejamkan mata.

Rasanya baru sebentar aku bisa terlelap tidur. Suara tangisan Mawar sudah membangunkanku. Aku segera duduk lalu membawa tubuh ringan Mawar dalam gendongan.

“Kenapa sayang? Kamu mimpi buruk?” Mawar menggelengkan kepalanya.

“Aku haus Bu. Aku mau minum susu.”

Dengan posisi yang masih menggendong Mawar, aku turun dari tempat tidur. Ternyata Mas Ragil sedang tidak ada di sisi kiri tempat tidur. Tanpa mempedulikan dimana keberadaannya, aku segera membawa Mawar menuju dapur.

Segera aku ambil susu sapi segar yang di bawakan Ragil dari dalam kulkas. Tangis Mawar berhenti saat aku mendudukannya dengan memegang segelas susu. Perhatianku teralih saat melihat pintu belakang dapur yang terbuka.

Dengan langkah pelan, aku berjalan mengendap-endap menuju teras belakang. Rupanya ada Mas Ragil yang tengah duduk dengan memegang hp. Tunggu dulu. Hp yang di pegang Mas Ragil adalah hpku. Karena merek dan casing hp kami memang berbeda. Jadi, aku bisa langsung dapat mengenalinya. Sedangkan hpnya sendiri di tempelkan di telinga karena sedang menelpon.

“Kalau Bunga bisa dapat slot iklan, pasti penghasilannya akan cukup banyak. Bagaimana caranya aku dapat meminta uang Bunga jika dia sudah gajian?” Sepertinya Mas Ragil hanya bergumam seorang diri.

“Bersikap baik padanya?” Mungkin dia sedang menelpon Arum.

“Aku tidak bisa melakukannya secara instan. Bunga bisa curiga nanti. Hal pertama yang harus aku lakukan adalah membayar hutang Satrio. Lalu, setelah itu aku bisa memberi sedikit demi sedikit perhatian padanya dan Mawar. Dengan begitu Bunga akan luruh dan mau memberikan uangnya padaku.”

Aku mendengus pelan. Enak saja dia bicara. Uang yang aku hasilkan tidak akan pernah jatuh ke tangan Mas Ragil.

“Ibu bilang besok Bunga akan membawa Mawar ke rumah sakit di kota. Karena itulah aku akan ijin kerja untuk mengantarkan Bunga dan Mawar.” Mas Ragil terdiam sebentar. Aku tidak bisa mendengar suara orang yang melponnya dan bagaimana ekspresi wajahnya.

“Oke. Kalau kamu nggak setuju. Kemana besok kita akan pergi?” Cepat sekali perkataannya berubah.

“Toh kita juga tidak akan pernah bisa bersama Rum. Kita hanya bisa terus menjalani hubungan seperti ini. Aku tidak bisa melawan Bapak dan Ibu. Kakung dan Uti bagimu. Kamu tahu sendirikan?”

Ternyata dugaanku benar. Orang yang tengah menelpon Mas Ragil adalah Arum. Hatiku kembali teriris mendengar secara langsung interaksi Mas Ragil dan Arum.

“Sejak dulu sampai sekarang, aku mencari pasangan hanya untuk tameng. Sekaligus memberikan cucu untuk Ibu. Sayangnya Bunga tidak bisa memberikan cucu laki-laki. Jadi, biarkan saja dia tetap berada di sampingku. Agar hubungan kita tidak di ketahui.”

Aku segera membekap mulut agar tidak mengeluarkan suara. Tubuhku gemetar menahan amarah.

“Wanita yang selalu aku cintai itu cuma kamu, Rum.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sanyok Vincensia
benci aq kalo br 6 episode dh hrs byr
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status