“Apa yang harus aku lakukan? Jika dia menciumku jelas aku tidak akan menolaknya, tapi jika dia …. “
Bening masih berdiri di posisinya, dia kaget saat Glass membuka pintu kamar mandi dan menyembulkan kepala, rambutnya yang basah membuat pemuda itu terlihat semakin keren. Bening lagi-lagi hanya bisa menahan napas, gadis itu terbeku menatap sang suami yang tersenyum kepadanya.“Aku lupa handuk,” ucap Glass. “Maaf! tapi apa bisa kamu mengambilkan handuk untukku!” Bening menganggukkan kepala, dia buru-buru menuju ruang ganti dan mengambilkan apa yang suaminya minta. “Nah! Ini.” Bening memberikan handuk itu tanpa menatap Glass.Seolah tahu bahwa sang istri sedang malu, Glass malah dengan sengaja mencekal pergelangan tangan Bening, gadis itu menoleh dengan mata membeliak lebar karena merasakan sentuhan sang suami.&n
“Rindu? Siapa Rindu?” “Dia … “ Bening memilih bangkit dari duduknya untuk membuka pintu kamar, dia melihat seorang gadis membawa bungkusan sedang berhadap-hadapan dengan mertuanya di ruang tamu. Gadis yang diyakininya bernama Rindu itu menatapnya kaget karena keluar dari dalam kamar Glass, disusul oleh pemuda itu. “Hai … Mas Nanda,” sapa Rindu ke Glass kemudian mengalihkan pandangan matanya ke Bening. Gadis itu bahkan menyisir penampilan Bening dari ujung rambut sampai ujung kaki. “Aku mau ngembaliin bukunya Mas,” imbuh gadis itu sambil menyerahkan buku di tangannya. “Ini buat Bu Fitria.” Rindu memberikan sebuah kantong kresek yang kemungkinan berisi makanan. Fitria pun mengucapkan terima kasih, wanita itu dan putranya sama-sama menawari Rindu untuk duduk, tapi gadis itu terlihat sungkan dan menolak. “Tidak apa-apa, ini Bening. Pacarny
“Dia suamiku, kakek mau apa?” Farhan melirik dua pengawalnya yang terus menunduk hingga membuat gerakan dengan mata untuk meminta mereka pergi. Dua orang itu mengangguk dan langsung keluar menutup pintu, keduanya tidak bisa menahan Bening karena gadis itu mengancam akan membuat mereka dipecat jika sampai berani menghalangi. “Be!” panggil Glass. Ia takut Bening berselisih paham dengan Farhan. “Bukankah kakek sudah bilang, kamu tidak boleh menikah dengan pria sembarangan. Bahkan Cucu pertama keluarga Prawira saja kakek tidak menyukainya,” ucap Farhan. Pria itu berbicara sesuka hati tanpa memerdulikan perasaan Glass yang mungkin saja dibuatnya terluka. “Lalu menurut kakek aku harus menikahi siapa? pangeran? Siapa pria yang kakek pikir pantas untukku?” tanya Bening dengan wajah yang terlihat sangat marah. “Aku tidak akan menuruti kakek karena kakek juga tidak jauh lebih baik dari orang yang kakek
Siang itu, Bening menatap Roy yang datang menemuinya. Meski sebenarnya dia kaget mendapati kakak Glass itu berani menemuinya di kantor, tapi Bening juga tidak bisa menolak karena masih mengutamakan kesopanan, dia sadar Roy adalah kakak iparnya. Namun, Bening yang merasa sudah memberi uang untuk biaya pernikahan pria itu menjadi bingung, dia mencoba menerka apa tujuan Roy ingin bertemu. “Sampai kapan kamu akan merahasiakan pernikahanmu dan Glass?” Bening terkejut karena Roy berbicara tak formal padanya, tapi dia berpikiran positif mungkin karena saat ini Roy menganggapnya ipar bukan atasan. “Sampai waktu yang aku sendiri tidak tahu,” jawab Bening santai, meski bersikap wajar dia terus saja membaca wajah Roy. Menurutnya gelagat kakak suaminya ini sangat aneh. “Kenapa? apa ada masalah?” tanyanya kemudian. “Ya, ada sedikit masalah. Orang-orang mulai curiga dan bertanya padaku tentang pernik
Glass berlari keluar gedung setelah kuliahnya sore itu selesai, dia kaget saat membuka pesan di ponselnya karena Bening berkata sudah berada di dekat parkiran. Dengan membawa sebuah helm, Bening nampak duduk di pembatas parkiran yang berbentuk seperti teras sambil mengayunkan kaki. Glass yang berlari terengah-engah pun berhenti. Dari jarak lebih dari dua puluh meter dia melihat Bening sedang memeluk helm dan mendongak. Guguran kelopak bunga tabebuya di dekat tempat Bening duduk membuat gadis itu terlihat semakin cantik, terlebih Bening tertawa seperti anak kecil mencoba menangkap kelopak bunga yang berjatuhan di dekatnya. Glass membetulkan letak tas di pundaknya dan berjalan mendekat. Bibirnya tersenyum bahagia. Ya, dia jatuh cinta. Hatinya sudah diisi oleh sosok Bening yang kini menoleh dan melambaikan tangan kepadanya. Seperti melupakan tentang gosip yang menimpanya, Glass mendekati Bening. Pemuda
Glass tak menjawab, hingga Bening mengulangi pertanyaannya. Gadis itu baru sadar saat melihat sorot mata Glass lalu merasa tidak baik menanyakan ini di hadapan orang banyak. Bening pun menoleh ke teman-temannya, dia menggertak sebelum menggandeng tangan Glass pergi dari sana.“Kalau sampai ini tersebar di antara teman-teman yang lain, aku pastikan kalian akan mendapat pelajaran dariku," ancam Bening.Sepanjang perjalanan pulang, Bening hanya diam. Ia jelas kesal, sampai tak mau berbicara sepatah kata pun ke suaminya. Gadis itu bahkan langsung masuk ke kamar sesampainya di penthouse.Glass hanya bisa memandangi sang istri yang keluar dari kamar ganti, masuk kamar mandi lalu duduk di depan meja rias untuk menghapus riasan. Pemuda itu memilih untuk melapas jasnya dan berganti dengan kaos oblong yang nyaman.Menatap punggung Bening yang sibuk mengusapkan kapas ke wajah. Glass bingung ha
“Mustahil, mana mungkin ibu pernah ke Italia,” jawab Glass. “Gelang ini hadiah dari orang baik, iya ‘kan Bu?” tanya Glass dengan senyuman lebar ke Fitria.Agar sang menantu tidak menanyakan asal muasal gelang itu lagi, Fitria pun asal mengiyakan ucapan sang putra. “Iya, dan sekarang ibu berikan ke kalian, simpan untuk anak kalian kalau sudah lahir nanti.”Kini Bening yang merasa tak enak hati, setiap kali kata anak atau bayi disinggung dirinya pasti akan merasa bersalah dan takut, alasannya sudah jelas. Ia tidak hamil bahkan Glass sama sekali tidak pernah menyentuhnya.“Kalian menginap di sini ‘kan?” tanya Fitria setelahnya.“Tidak Bu, Bening tidak bisa tidur kepanasan,” jawab Glass. Namun, sepertinya kali ini dia salah. Bening menatapnya dengan kening yang terlipat.“Siapa
Bening gemetaran, jika bisa dia ingin kabur saja melompat dari dalam mobil. Malam itu Glass tiba-tiba mengajaknya pergi ke sebuah rumah sakit untuk memeriksakan kandungan. Tak hanya terkejut dengan ajakan suaminya itu, Bening juga kaget karena Glass sudah bisa mengendarai mobil.“Kapan kamu belajar?” tanya Bening mencoba untuk menyembunyikan rasa takut yang mendera.Glass hanya tersenyum, bahkan melepaskan satu tangan untuk mengusap rambut sang istri. “Aku ikut kursus mengemudi, aku membayarnya dengan uang hasil menjadi driver ojek online, mana mungkin aku terus-terusan membiarkan wanitaku menyetir, bagaimana nanti saat kamu mau melahirkan?”“Kan ada taksi,” jawab Bening masih dengan pikiran kacau, dia bingung mencari alasan untuk mencegah Glass membawanya menemui dokter kandungan.“Apa aku melompat saja dari dalam mobil, tapi ba
“Apa? apa kamu bilang Be?”“Glass, maaf! tapi selama ini aku hanya memanfaatkanmu, aku sengaja melakukan ini untuk menghindari perjodohan yang dilakukan oleh orangtuaku dan orangtua Rain, karena Rain mencintai Embun dan Embun mencintainya, ada satu hal di masa lalu di antara kami, aku melakukan itu untuk menebus kesalahanku.”Bening mengulum bibir, ia hapus air mata setelah menarik napas dalam-dalam, ditatapnya Glass dengan penuh ketegaran, Bening berani menerima apa pun konsekuensi yang akan dia dapat, meski hatinya sedikit takut. Ia takut kehilangan pemuda di hadapannya ini.“Kenapa? kenapa Be?”Glass memang sudah mulai curiga kalau Bening tidak lah sedang hamil, kecurigaannya pun semakin menjadi-jadi. Meski tidak berpengalaman tapi sekarang semua informasi bisa didapat dengan mudah di internet, usia kandungan, perubahan bentuk tubuh Bening semua di