Di sebuah restorant western, pertemuan besar terjadi antara keluarga Adam dan juga Michael beserta istrinya.
“Demi kelancaran bisnis, apa tidak sebaiknya kita melakukan pendekatan secara kekeluargaan? Menjodohkan Andres dengan Sarah mungkin.” Angeline mencetuskan ide. Matanya mengerling penuh arti ke Michael dan istrinya Anggy.
“Kenapa Mama bicara seperti itu?” Jacob menyikut pelan pinggang istrinya sambil berbisik pelan. Tatapannya tidak enak hati dengan Tuan besar pemilik Hartanto Internasional itu.
“Memangnya ada yang salah, Pa? aku kan hanya menyampaikan ide. Lagian, sudah sering lho perusahaan kita bekerja sama dengan perusahaan Tuan Michael. Kebetulan masing-masing dari kita punya anak yang masih single. Kenapa tidak kita jodohkan saja?” Angeline berkata tanpa rasa sungkan. Jacob yang dibuat cemas. Takut kalau Michael murka dan membatalkan semua kerja sama bisnis. Bisa rugi besar perusahaan Adam Persada miliknya.
Michael dan Anggy saling berpandangan. Keduanya cukup terkejut dengan lontaran kalimat dari istri koleganya itu. Terkesan tidak tahu diri. Namun, pride konglomerat. Attitude mereka jelas lebih baik.
“Ide yang bagus, Nyonya Angeline. Apalagi, di usia Sarah sekarang. Sudah seharusnya dia menikah. Andres sepertinya kandidat menantu idaman. Pekerja keras dan mampu membawahi perusahaan besar.”“Tuh kan, Pa. Tuan Michael saja setuju dengan perjodohan ini.” Angeline berkata kegirangan. Kedua tangannya menumpu di atas paha suaminya. Nyaris berlonjak saking senangnya. Jacob memegang jidatnya sambil menggeleng pelan. Malu dengan sikap norak Angeline.
Sementara, Anggy melotot. Tampak tidak setuju, tapi Michael memberikan isyarat dengan mengedipkan mata. Seolah ingin berkata semuanya sudah dalam kendali.
“Kita sebentar lagi besanan, Jeng.” Angeline beralih ke Anggy. Istri dari Michael itu tampak membuang muka. Memutar mata jengah. Mulutnya sedikit mencibir.
“Tapi, seperti yang kalian tahu. Sarah masih dalam pencarian.” Michael menyela.
Angeline langsung menoleh ke Michael,”Saya yakin sebentar lagi Sarah akan ditemukan, Tuan. Apa perlu kami akan menyuruh orang untuk mencari Sarah.”
“Tidak perlu, Nyonya. Saya sudah mempercayakannya kepada gangster besar kota ini. Meski belum ada perkembangan sampai sekarang.”
“It’s okay, Tuan. Bukankah semakin banyak yang mencari. Peluang untuk ditemukan jauh lebih besar?” Angeline menyakinkan.
“Terserah, Nyonya saja. Apapun itu, saya sangat mengapreasiasi niat baik, Nyonya. Syukur-syukur kalau Sarah bisa ditemukan.”
“Pasti bisa, Tuan. Saya sudah tidak sabar melihat anak kita menikah, eh maksudnya melihat Sarah kembali ke kekeluarga Hartanto.” Angeline antusias. Michael tersenyum tipis.
Acara makan malam selesai. Mereka pun berpisah di lobby lounge. Keluarga Adam pulang terlebih dahulu. Tinggal Michael dan Anggy.
“Dasar kampungan!” Anggy merutuk. Sudah menahan diri sejak di meja makan tadi.
“Bukannya teman arisan Mama juga?” Michael berseloroh.
“Iya, tapi mama enggak suka dengan sikapnya Pa. Sok asik sama Mama. Mentang-mentang suaminya lebih miskin.”
Michael tergelak mendengar celotehan istrinya. Adam Persada, salah satu group terbesar di negeri ini dibilang miskin? Anggy memang suka berlebihan angkuhnya.
“Papa kok ketawa sih?”
“Enggak. Lucu saja liat Mama marah-marah gini.”
“Aku serius Pa. Lagian, kenapa sih Papa mau-maunya menyetujui ide perjodohan itu.”
“Pancingan saja Ma.”
“Maksud Papa?”
“Tipe penjilat seperti Angeline pasti akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Dia akan mencari Sarah sampai ketemu karena keinginan untuk menjodohkan anaknya. Padahal, Mama tahu sendiri kan kalau tujuan ditemukannya Sarah adalah untuk dibunuh?”
“Supaya semua kekayaannya jatuh ke kita kan, Pa?”
“Iya, Tapi, sebelum itu, kita bisa memanfaatkan perjodohan itu untuk mengintervensi perusahan mereka. Menguasainya perlahan. Sekali dayung, dua, tiga pulau terlampaui.”
“Ih, Papa cerdas. Mama suka.” Anggy bergelayut manja di lengan suaminya. Wanita itu tidak jadi marah setelah dijelaskan ide licik itu.
“Permisi Tuan, Nyonya.”
Perhatian mereka tertuju kepada seorang pria bertubuh gempal berotot dengan jambang tipis menggoda. Anggy terkesima melihatnya.
“Kamu bodyguard dari gangster Black Cobra?” Michael langsung mengenalinya dengan stelan pakaian yang dikenakannya.
“Benar Tuan. Perkenalkan nama saya Morgan.” Morgan menundukkan kepala sopan.
Michael menepuk-nepuk pundak besar Morgan. Pandangannya meneliti postur tubuh Morgan yang keras. Sekeras anggota angkatan militer. Wajahnya juga sangar. Membuat siapapun segan berurusan dengannya.
“Sepertinya dia cocok menjaga Mama,” ucap Michael tanpa menyadari kalau istrinya terkesima.
“Ma?” Michael menoleh.
“Iya, Pa. Mama terserah papa saja.” Anggy mengalihkan pandangannya. Menghindari tatapan dalam Bodyguard baru itu yang menghanyutkan.
Michael menggeleng pelan. Kembali memandang Morgan.
“Kamu saya tugaskan untuk mengawal kemanapun istri saya pergi. Kamu tahu sendiri kan kalau musuh saya banyak. Saya tidak ingin istri saya kenapa-napa.”
“Percayakan semuanya sama saya Tuan. Saya akan melakukan yang terbaik untuk Tuan dan istri Tuan.” Morgan melirik nakal Anggy. Entah kenapa, wanita itu merasa risih sekaligus adrenalinnya terpacu.
“Bagus, kalau begitu ikut saya ke Mansion. Saya sudah siapkan tempat tinggal untukmu. Saya mau kamu berjaga dua puluh empat jam untuk istri saya.” Michael memberikan perintah pertama.
Morgan mengangguk. Mengikuti tuan barunya sampai ke Mansion. Langkah awal di mana dia akan menjalankan rencananya untuk merampok kekayaan Hartanto Internasional. Maka dengan begitu, perushaan Jacob, papanya tidak ada apa-apanya.
Morgan mengikuti langkah seorang pelayan menuju kamarnya. Malam itu, dia diperkenankan untuk istirahat dulu sebelum bekerja besok.
Namun, Morgan tidak lekas istirahat. Dalam kondisi telanjang dada, dia duduk di area belakang mansion. tepat menghadap kolam renang. Menghabiskan beberapa batang rokok.
Kepulan asapnya mengingatkan tentang Anton Merpaung. Pemimpin Black Dragon yang divonis hukuman mati karena melakukan penyelundupan narkoba. Detik-detik menjelang kematiannya, dia sempat akrab dengan Morgan. Kebetulan mereka satu Marga.
“Sepertinya kamu cocok menggantikan saya. Black Dragon membutuhkan pemimpin yang tangguh. Berani menggugat siapapun tanpa pandang bulu. Dan yang terpenting, kamu adalah orang yang bisa dipercaya."
Morgan menghisap rokoknya. Asap mengepul dari hidung dan mulutnya. Semenjak Anton diekskusi, Morgan resmi meneruskan tahta kepemimpinan itu. Dari penjara, dia bisa mengatur pergerakan Gangster Kobra Hitam. Menjadikannya gangster besar yang paling disegani. Meski sampai detik ini, dia tidak tahu alasan pasti kenapa dia yang dipilih Anton, bukan bawahannya.
Tiba-tiba, dia dikejutkan dengan sosok wanita yang sedang berlari-lari dari samping mansion menuju kolam renang. Wanita setengah baya yang cantik dengan bentuk tubuh aduhai. Terlihat jelas dari baju tidurnya yang transparan. Morgan sampai mengangga sampai melotot dibuatnya.
Morgan diam mengamati sosok yang tak lain adalah Anggy. Samar-samar dia mendengar suara tangis wanita itu di pinggir kolam.Morgan bangkit dari tempatnya duduk. Menghisap sisa rokok dalam-dalam dan membuangnya. Wanita itu sama sekali tidak menyadari adanya tatapan mata buas yang menelanjangi keseksian tubuhnya.“Ngapain mama seksi nangis di situ?” Morgan bergumam. Dia mengusap bawah hidungnya. Alih-alih menghampiri Anggy. Dia justru melangkah ke dalam.Benar saja. Dia melihat Michael yang sedang berkutat di meja kerjanya. Terlalu sibuk sampai mengabaikan Anggy. Mama montok itu ternyata kurang belain, begitu gumam Morgan.Sebelum beranjak dari sana, dia mendengar Michael mengangkat telefon. Telinganya menangkap jelas percakapan Michael dengan orang asing di seberang sana.“Sekarang, di mana posisi kamu?” Michael to the point. Nada bicaranya serius.“Bagus. Lebih baik kamu di sana sampai beberapa waktu ke de
Anggy mengulurkan ponsel itu dengan hati berdebar. Morgan terlihat mengotak-atik ponselnya sebentar dan menunjukan sesuatu kepada Anggy.“Nyonya lihat sendiri kan. Ini kelakukan Tuan Michael yang sering keluar kota, tapi tidak lupa membawa wanita cantik.” Morgan menunjukan foto-foto Michael menggandeng wanita yang berbeda-beda di setiap hotel yang pernah dia kunjungi.“Ini tidak mungkin. Dari mana kamu mendapatkan semua foto ini?” sanggah Anggy.Morgan terkekeh.”Nyonya Anggy lupa, kalau Black Cobra mempunyai usaha hotel. Di mana relasinya sampai tersebar di seluruh pulau. Jadi sebenernya bukan skandal Tuan Michael saja yang kami tahu, tapi hampir semua orang penting, artis, pejabat, dan pengusaha besar lainnya. Mafia seperti kami selalu mempunyai celah untuk memeras orang.”Morgan memaparkan. Hari-hari sebelum dia menjadi bodyguard keluarga ini. Terlebih dahulu, dia meminta anak buahnya untuk memata-matai Michael. Menca
Morgan melangkah dengan santai di lantai dua. Terdengar suaranya bersiul-siul. Di depan pintu kamar Michael, dia berhenti. Melihat sosok pria sepantaran Jacob itu tampak mengenakan baju tidur dengan wajah kuyu. Agaknya, dia baru menyadari kalau istrinya tidak ada di sampingnya. “Selamat pagi, Tuan Michael.” Morgan menyapa sopan. “Ngapain kamu pagi-pagi sampai lantai dua?” “Saya sedang melihat situasi penjuru rumah saja, Tuan. Tugas saya kan memang menjaga situasi tetap aman.” Michael memicingkan mata. Melihat Morgan dari atas sampai bawah. Tak langsung percaya dengn anggota gangster ini apalagi wajahnya yang bengis, seperti perampok yang tidak segan menghabisi korbannya. Seolah bisa membaca pikiran Michael, Morgan menyeringai. Tahu bahwa Michael curiga dengan gerak-geriknya yang seperti mau merampok. Memang itu tujuan Morgan. Merampas habis semua kekayaan Hartanto internasional untuk kemudian mengintervensi perusahaan Jacob, kalau perl
Morgan masuk ke mobil setelah Anggy. Morgan tersenyum saat wanita itu memilih duduk di kursi depan dibandingkan di belakang. Bukankah biasanya majikan lebih memilih menjaga jarak dengan bawahannya? “Kok senyum-senyum? Memangnya ada yang lucu?” Masih dengan sikap judesnya walau berdua. Morgan berdecak. Apa Anggy lupa dengan rasanya semalam. “Enggak, aku kasihan saja melihat Maya yang dibentak sama Nyonya tadi.” Morgan berkata sambil menjalankan mobil. “Oh, kamu suka kalau dekat-dekat dengan wanita gatel itu?” “Memangnya kenapa? Nyonya cemburu?” Anggy bungkam. Wajahnya memerah. Surga semalam menjadikan Anggy begitu ingin memiliki Morgan. Makanya dia sangat keras membentak Maya tadi. “Karena suamiku sudah membayar mahal ke Bos kamu untuk menyewa kamu. Bersamaku sepanjang waktu.” Morgan tersenyum kecil. Wanita konglomerat ini ternyata masih bertahan akan gengsinya. Morgan tidak buru-buru memaksanya menyerah. Pelan-pelan saja. Morga
Sosok itu membalikan badan. Berjalan dengan sangat cepat. Seandainya, Morgan berada di lantai dasar, pasti sosok itu berhasil dikejar. Namun sayang, dia hanya bisa memantau dari atas.Morgan tidak kehilangan akal. Langsung menelfon anak buahnya. Memintanya untuk bergerak di daerah Thamrin. Mencari sosok misterius itu. Dia menduga sosok itu sedang merencanakan sesuatu. Yang pasti sangat membahayakan bagi Anggy. Well, selama rencananya belum berhasil, dia harus memastikan keselamatan Anggy. Jam makan siang, Anggy kembali masuk ke ruangannya. Mendapati Morgan tertidur dengan posisi menyandarkan diri di sofa. Samar-samar terdengar suara dengkuran halus.Anggy mengulum bibir. Melihat posisi kedua paha besar Morgan yang terbuka.Ingin sekali dia menaikinya. Menempelkan susu besarnya ke bongkahan dada bidang Morgan. Menggesek sesuatu yang menjulang dengan perkasanya. Menyatukan kuluman panas bibir tebal Morgan yang berbau rokok. Memikirkannya membuat dara
Morgan membalikan badan. Di hadapannya, ada Liana. Wanita bertubuh pendek dengan body yang cukup sekal. Sangat mantap digendong dari depan. Saling berhadapan.Liana terperangah. Tas yang dibawanya sampai jatuh. Isinya berserakan di luar.Morgan memicingkan mata. Dia merapikan celananya ala kadarnya untuk berjalan mengambil isi dari dompet itu. Liana justru berdebar-debar. Menganggap Morgan akan melakukan itu di toilet ini.“M-morgan,” Liana mendesis sambil mencegah Morgan untuk jongkok. Tapi, dengan kasar Morgan menepis tangan Liana dan mengambil dompet yang menjadi perhatiannya itu.Morgan memegang dompet itu. Melihat foto yang terpampang jelas di sana. Itu foto Gilang sahabat yang mengkhianatinya dulu.“Itu Gilang anakku, kamu kenal dengan dia?”Morgan menoleh cepat. Pantas saja, dia agak familiar dengan wajah Liana yang mirip dengan seseorang. Iya, memang mirip sekali denga
Anggy meminta untuk di antarkan ke butik, karena ada beberapa pejabat penting yang datang melakukan fitting baju pengantin. Kehadirannya di sana akan sangat lama, Morgan memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi ke Markas.“Tuan, saya sudah mendapatkan informasi mengenai sosok asing yang Tuan maksud. Dia tinggal tidak jauh dari daerah Thamrin.” Hadyan melapor saat Morgan duduk di singgasananya. Dia tampak melepas beberapa kancing bajunya karena merasa kegerahan padahal ruangan full Ac.“Kira-kira siapa orang itu? Dan apa motifnya mengintai butik milik Anggy?”“Saya kurang tahu, Tuan. Mungkin saja dia adalah musuh Michael yang berniat mencelakai Anggy.”Morgan tercenung. Mungkin itulah alasan kenapa Michael menyewa bodyguard untuk melindungi Anggy sepanjang waktu.“Apa perlu saya suruh anggota kita untuk menculiknya?”“Tidak perlu. Cukup berikan alamatnya kepada saya. Biar saya yang ak
Morgan tersenyum. Suka sekali dengan kinerja anggota gangsternya. Bergerak tanpa diperintah terlebih dahulu.Morgan mematikan ponselnya. Dengan tidak enak hati berpamitan dengan Anto.“Pak, saya izin pergi duu ya.”“Lho, memangnya mau kemana lagi. Bang?”“Saudara saya yang di condet masuk rumah sakit, Pak. Saya mau menjenguknya.” Morgan beralibi.Anto diam sejenak, “Tuan Michael pasti marah kalau Bang Morgan pergi.”“Habis bagaimana lagi, Pak. Lagian saya enggak masalah kalau seandainya dipecat. Karena saudara saya memang benar-benar kritis di rumah sakit.”“Ya udah Bang Morgan pergi saja. Biar nanti saya yang bicara dengan Tuan Michael.”“Makasih Pak.”*Morgan melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Sudah tidak sabar ingin melihat siapa orang yang membakar butik itu. Orang yang mungkin mempunyai dendam yang begitu besar k