Share

Kisah Si Awal

Pada suatu masa, ketika para penyihir masih bebas berkeliaran dan mencoba sihirnya. Ketika istana Mahrazh baru saja di bangun, dan taman-taman masih dipenuhi bunga kristal salju. Ketika itu hiduplah seorang gadis yang cantik. Bermata gelap yang bersinar redup. Rambutnya hitam gelap bagai langit malam. Yang paling mempesona adalah suaranya. Kadang-kadang mendayu-dayu, kadang-kadang semanis madu. Nyanyiannya menghiasi mimpi-mimpi para pemuda, tak terkecuali kedua pangeran. Si Sulung dan Si Bungsu. Si sulung selalu dengan terang-terangan mendekati sang gadis. Si Bungsu hanya bisa memandang dari kejauhan. Menjaga supaya sang gadis tetap aman.

Si gadis bukan tak tahu jika kedua pangeran itu tertarik padanya. Ia hanya tak ingin kedua pangeran bertengkar memperebutkan dirinya yang orang biasa. Dihati, sebenarnya sang gadis telah memutuskan, telah memilih pemuda. Yang menurutnya terbaik dan yang paling baik.

Pada suatu pesta yang diadakan oleh kastel untuk memperingati kelahiran putra kembar, Sang Gadis bertemu dengan pujaan hatinya, yakni Sang Sulung. Tidak butuh lama untuk keduanya kemudian memutuskan untuk melaksanakan acara pernikahan.  Keluarga Sang Gadis dan Sang Sulung berjumpa. Tanggal pernikahan telah dibuat dan semua orang bergembira. Terkecuali sang Bungsu, ia sama seperti saudaranya juga menyukai Sang Gadis.

Kemarahan menguasainya, kenapa bukan dirinya yang dipilih oleh Sang Gadis. Padahal mungkin ia yang lebih dulu menemukan Sang Gadis. Perasaan cemburu dan sakit hati membangkitkan kekuatan jahat dari Sang Bungsu. Sisa sihir perlindungan itu memuat materi jahat yang menyerang Sang Gadis. Kekuatan itu menarik kebahagian dari sekitar Sang Gadis hingga kemudian sakit dan meninggal dengan tidak Bahagia.  Sang Sulung berduka. Seluruh kerajaan berduka. Tetapi ketika mereka tahu penyebar kutukan itu adalah Sang Bungsu. Ia diasingkan ke tempat yang jauh, dengan kutukan yang mengiringinya.

***

Kyra menutup buku tipis itu. Memperhatikan gambar di sampul buku. Tiga wajah, dua pemuda dan satu gadis. Salah seorang pemuda berwajah garang dan pemuda yang lainnya lembut dan menawan. Wajah gadis sendiri tersenyum, menatap pada pemuda berwajah lembut. Tiba-tiba saja kata-kata gadis yang ia temui di pemakaman tergiang kembali di telinga. Yang diketahui semua orang bukanlah kebenaran. Pertanyaan lain muncul di otak Kyra, jadi apakah yang menjadi kebenaran.

Pertanyaan itu terus berputar dalam otak Kyra tanpa bisa dihentikan. Membuat kepalanya berdenyut hebat dalam waktu lama. Orang-orang yang berbicara padanya hanya berupa degungan tak jelas. Ia ingin mengetahui lebih, lebih banyak.

“Kamu menjadi amat pendiam, ada apa?” Alden bertanya.

Kyra kini berada di tempat biasa di mana Alden menemuinya. Sebuah petak tanah kecil yang entah bagaimana selalu bersih. Duduk di antara akar pohon oak yang menonjol keluar dari tanah. “Jangan ganggu aku.” Kyra mentap lurus ke depan. Di dalam kepalanya berputar pertanyaan kemarin, kemarinnya lagi. Terus menerus.

“Setiap hari aku merasa kamu memang aneh.” Alden berjalan mendekati Kyra yang tengah duduk.

“Karena kamu memang tidak menggenalku.” Kyra beringsut sedikit dan bersandar pada batang. “Kumohon hari ini saja jangan mengangguku.”

Alden tertawa. “Siapa yang menganggu, aku sedang menikmati waktu.”

Kyra berteriak di dalam kepalanya sendiri, jika ia tak bisa menikmati waktu. Setiap hari ketakutannya semakin bertambah saja, takut jika tidak bisa pulang. Tidak bisa kembali bertemu dengan mama, Tania, dan orang-orang yang belum tentu ingat padanya.

Alden tersenyum. Sehelai daun jatuh tepat di dahi Kyra, dengan cepat ia menghalaunya. Kulitnya sedikit menyentuh kulit Kyra. Panas. “Kamu demam?” Gadis itu tak bergeming dan kekhawatiran menyergap Alden segera.

Dengan cepat ia berdiri dan membawa Kyra serta. Tidak boleh terjadi sesuatu pada gadis ini. Gejala yang sedang dialami Kyra mengkhawatirkannya. Ia pernah melihatnya disuatu waktu di kastel menyerang salah seorang pelayan yang bertugas mengurus pakaian ayahnya.

Baru beberapa langkah Alden membawa Kyra, gadis itu membuka mata. Mengeliat tak senang dengan tindakan Alden yang mengendong tanpa ijin.

“AKU MASIH BISA BERJALAN!”

Kyra terbatuk-batuk setelah berteriak, tenggorokannya sakit.

Alden menatap Kyra. Gadis itu masih saja tetap keras kepala seperti biasa, walau belakangan ini hadir dengan sisi manis yang kentara, hingga ia merasa dibutuhkan. Sebentar lagi, Alden yakin jika Kyra akan menangis. Ia tak paham dengan permasalahan yang sedang dihadapi gadis itu.

Napas Kyra pendek-pendek. Kepalanya berdenyut hebat. Wajahnya terasa panas. “Seandainya ada buku yang membisa memberitahuku lebih banyak. Seandainya bukan hanya dongeng Si Awal saja yang menjadi patokan.” Kyra terduduk dan mulai menangis.

“Kamu masih saja memikirkan tentang dongeng itu?” Alden tak percaya dengan alasan yang menyebabkan Kyra menjadi seperti ini. Ia mendesah pelan. “Ada sebuah buku di perpustakaan istana. Itu bukan dongeng tetapi catatan, semua asli, mungkin bisa menemukan sesuatu di sana.”

Kyra mendongak, menatap dagu Alden yang runcing. “Bisakah kamu membawaku ke sana?”

Lama pemuda itu terdiam. Ia tak bisa membawa Kyra terang-terangan, akan menjadi rumit jika tiba-tiba muncul dengan seorang gadis. “Kita bisa masuk, kamu bisa memanjat?

Banyak hal yang tidak bisa dilakukan Kyra, salah satunya adalah memanjat. Ia menatap horror pohon setinggi tiga meter dengan salah satu dahan memasuki pagar dinding kastel. Susah payah Kyra menelan ludah.

Percobaan pertama bahkan tak sampai satu meter dari tanah, gadis itu terjatuh. Namun, ia tak menyerah. Dengan rasa sakit di kepala yang sudah berkurang, Kyra mencoba berkali-kali hingga kulit pada bagian lengannya memerah dan perih, dan percobaannya tak kunjung berhasil juga.

Karena itulah, tanpa persetujuan, Alden mengendongnya langsung di belakang dan dalam percobaan pertama berhasil membawa Kyra ke dahan tujuan. “Anak perempuan memang tidak ditakdirkan untuk hal-hal seperti ini.” Alden dengan hati-hati membiarkan Kyra menjejakkan kaki di dahan. Sebuah cubitan membuat pemuda itu meringis.

“Kami hanya punya banyak pekerjaan lain selain melakukan hal seperti ini.” Bibir Kyra mengerucut dan pipinya mengembung.  

Entah karena ekspresi itu atau karena hal lainnya, Kyra terlihat lebih sehat dari beberapa jam tadi. Alden membelai puncak kepala Kyra dengan sayang. Gadisnya telah kembali seperti semula, dengan ekspresi manis seperti sebelumnya. “Kamu tahu, rasa aneh yang mampir dalam hatiku selalu patah oleh ekspresimu ini.”

Kyra menepis tangan Alden. Mengalihkan perhatiannya dari debar jantung tak karuan yang sering singah belakangan. “Pikirkan cara turun.” Ia memegang erat-erat ujung baju Alden. Menyipitkan mata supaya jarak antara tanah dan dirinya menyempit.

“Melompat.” Satu kata Alden yang mampu membuat Kyra menggigil ketakutan.

Mata Kyra melotot penuh kengerian. Ia menggeleng dengan cepat dan wajahnya secara ajaib lebih pucat dari langit kelabu di atas mereka.

Alden nyaris saja mencium gadis di depannya. Jika tidak ingat Kyra mungkin saja akan memilih melompat lebih dulu dan celaka. “Pejamkan matamu.”

Bahkan tanpa disuruh Kyra melakukannya. Lututnya lebih lembek dari adonan kue yang dibuat tadi pagi. Dirasakan tangan Alden kembali meraih Kyra. Menarik gadis itu untuk kembali berada di punggung. Dengan cepat ia tidak merasakan dahan pohon tempat pijakan tadi. Didetik berikutnya, tanah menyambut kaki Kyra dengan riang. “Aku tidak mau melakukan hal ini lagi.” Ia menyampaikan komentar setelah lega.

“Mungkin besok kamu bisa masuk dari pintu depan dengan kepala terangkat tinggi.” Alden membalas perkataan Kyra.

“Maksudmu?” Kyra tak paham dengan yang dikatakan Alden.

“Lewat sini.” Alden telah berada di pintu lorong sebelah timur.

Ingatan Kyra tiba-tiba kembali di saat pertemuan pertama dengan Alden, pada masanya. Pemuda pucat yang mengatakan jika amat merindukan Kyra. Apa yang sudah terjadi pada pemuda itu, hingga hanya matanya yang tetap hidup setelah ratusan tahun.

“Aku menunggumu!”

Kyra terkesiap dengan kata-kata Alden barusan. Ia menelengkan kepala, memandang pemuda yang ada di ambang jalan masuk ke lorong yang redup. Apakah itu yang dilakukan Alden, menunggu. Tapi, bukankah ia tak bertemu lagi dengan gadis yang ditunggu, apa arti dari penantian Alden.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status