"Liam aku ... Aku belum pernah merasakan ini sebelumnya. Aku ... Aku ingin ... Apapun itu lakukan, Liam," pinta Elena dengan suara parau karena gairahnya.
Alih-alih menjawab, Liam malah menurunkan tangannya dari puncak bukit Elena ke bagian pribadinya yang sudah mulai terasa basah. Leguhan kenikmatan Elena semakin terdengar keras saat jemari Liam bermain-main di sana. Memutar dan menggoda hingga Elena merasakan sesuatu akan keluar dari bagian inti tubuhnya itu,
"Kamu sudah siap sepertinya. Aku akan menyatukan tubuh kita, mulai saat ini kamu adalah milikku sepenuhnya, dan hanya akan menjadi milikku!" tegas Liam sebelum mensejajarkan dirinya dengan Elena saat akan memulai aksinya.
Elena dapat merasakan bagian pribadi Liam yang seolah menjadi lebih keras lagi dari sebelumnya, yang mulai berada di depan pintu masuk gua kenikmatannya, lalu benda itu sedikit lebih sedikit mulai menghujam masuk.
“Arrgghh! Sakit!” teriak Elena saat dengan tidak sabar Liam mulai memasukinya.
Dengan kedua tangan yang menyanggah dirinya, Liam menatap wanita itu lekat-lekat, “Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu belum tersentuh?” tanyanya dengan panik. Belum pernah sebelumnya Liam bercinta dengan wanita yang masih suci, ia selalu menjauhi wanita-wanita itu, ia hanya bercinta dengan wanita yang telah berpengalaman.
Kedua mata Elena yang berkaca-kaca menatap lirih Liam, air matanya mengalir keluar, saat ia merintih, “Sakit … Tolong jauhkan apapun itu, Liam …”
“Kamu mau aku menghentikannya?” tanya Liam lagi meski di dalam hatinya ia berdoa semoga Elena menjawab tidak. Gairahnya tidak dapat terbendung lagi, ia butuh pelepasan sekarang juga.
Elena terus beringsut ingin menjauhkan dirinya dari Liam, "Liam, please ... "
Ia terus meminta pengertian Liam. Pria itu mendesah berat seolah tengah menahan kesakitan yang sama dengan yang sedang Elena rasakan.
"Rasa sakit ini akan segera menghilang, Wifey. Kamu hanya harus menahannya sebentar saja, setelah itu rasanya akan jauh lebih baik dan kamu akan ... "
Elena memejamkan matanya saat rasa nyeri di bagian intimnya masih terus bertahan,
"Aku akan apa?" tanyanya nyaris berupa bisikan.
"Menikmatinya. Aku bisa menjanjikan satu hal padamu, setelah rasa nyerinya hilang, kamu hanya akan merasakan gelombang demi gelombang kenikmatan yang akan membawamu ke puncak surga dunia," jawab Liam, suaranya makin terdengar berat.
Dengan lembut, jemari Liam menghapus air mata Elena, lalu ke bibirnya, salah satu bagian paling menarik dari wanita itu, "My Wifey ... Aku selalu memegang teguh janjiku. Percayalah, kamu tidak akan menyesal kalau memilih percaya padaku," bujuknya.
Perlahan Elena memberanikan diri membuka matanya yang langsung bertatapan dengan mata Liam. Pria itu terlihat sama menderitanya dengannya, meski dalam hal yang berbeda.
"Nyerinya ... Sudah mulai berkurang," aku Elena. Lagipula, mau ia menghindar seperti apapun, pada akhirnya Liam akan tetap meminta haknya sebagai seorang suami.
Selain itu, Elena tidak tega melihat Liam harus menahan dirinya hanya karena rasa tidak nyaman yang sedang Elena rasakan. Dan terlebih lagi, entah obat apa yang Liam berikan padanya tadi, sepertinya sudah mulai bereaksi. Karena tiba-tiba saja Elena memiliki keinginan yang kuat untuk menyentuh dan mendapatkan sentuhan dari pria itu.
Mengikuti nalurinya, Elena kembali melingkarkan lengannya di punggung Liam, lalu turun hingga mencapai dua bongkahan bokong Liam untuk mengusapnya dengan lembut, "Lakukan, aku ... Sudah siap," lirihnya setelah mengumpulkan seluruh keberaniannya.
"Ya Tuhan, terima kasih, Wifey ... Terima kasih!" ucap Liam sebelum mengabsen wajah Elena dengan ciumannya sambil mulai menggerakkan pinggulnya dengan sangat hati-hati.
Namun anehnya bukan rasa nyeri lagi yang Elena rasakan, tapi seluruh tubuhnya yang berdesir dengan kenikmatan. Dan ya, Liam tidak berbohong akan hal itu, karena kini Elena sudah mulai menikmati permainan mereka.
Berbeda jauh dengan Elena. Liam seolah tahu persis di mana ia harus mencium, melumat dan menggigit pelan bagian tertentu dari tubuh Elena dengan giginya, juga cara terbaiknya dalam menyentuh dengan tegas, lalu lembut, dan kembali tegas lagi secara bergantian. Semuanya yang Liam lakukan itu selalu berhasil mengirimkan gelombang kenikmatan untuk Elena. Kenikmatan yang menyakitkan namun layaknya candu, Elena ingin selalu mendapatkan yang lebih dan lebih lagi.
Hingga akhirnya tubuh mereka sama-sama bergetar saat mencapai pelepasan mereka yang sangat menakjubkan. Tidak hanya untuk Elena tapi juga Liam, belum pernah sebelumnya ia terpuaskan seperti ini, oleh seorang wanita yang terbilang masih sangat lugu pula.
Saat Liam berbaring dengan napas yang masih terdengar memburu di sebelahnya, Elena masih merasakan tubuhnya yang melemah. Tidak ada kata-kata atau ungkapan yang dapat menggambarkan apa yang baru saja terjadi padanya. Kenikmatan yang baru pertama kali ia rasakan di sepanjang hidupnya.
"Apa kamu menyukainya?" tanya Liam, suaranya kembali terdengar normal, tidak seberat sebelumnya. Napas pria itu pun mulai teratur, sama halnya dengan napas Elena sendiri.
"Tadi itu ... Luar biasa," jawab Elena.
Liam berbaring miring untuk memberikan tatapan penuh pada Elena, "Aku juga merasakannya."
"Jadi ... Ini juga yang pertama untukmu?"
"Tidak, bukan. Maksudku ... Tidak pernah aku merasa sangat terpuaskan seperti malam ini. Mungkin itu karena aku melakukannya dengan istriku sendiri."
'Dan betapa beruntungnya aku karena mendapatkan wanita yang masih suci sebagai istriku. Entah kebaikan apa yang pernah aku lakukan di kehidupanku yang sebelumnya?' lanjut Liam dalam hatinya.
Pagi harinya, meski cuaca sedang gerimis ringan, Elena mengabaikan rintik air hujan dengan terus berjalan menyusuri bibir pantai, yang masih berada di private villa milik Liam, suaminya. Meski demikian, alih-alih menikmati pemandangan indah di pagi hari itu, Elena malah terus melamun dengan kedua tangannya memeluk dirinya sendiri, seolah hal kecil itu dapat mengusir hembusan angin pantai agar menjauh darinya.Bahkan ia mengabaikan juga rasa nyeri dan tidak nyaman di bagian pribadinya tiap kali ia bergerak. Karena ia tidak bisa tetap berada di tempat tidur, atau Liam akan kembali bercinta lagi dengannya saat pria itu membuka matanya. Jadi, saat Liam masih terlelap, Elena segera turun dari tempat tidur mereka dan berada di bibir pantai ini, dengan pemandangan sunrise yang begitu memanjakan matanya.Dan yang lebih membuatnya harus segera meninggalkan Liam adalah hasratnya sendiri. Hasrat yang begitu kuat untuk segera memeluk pria itu, dan memintanya memuaskannya lagi dan lagi, hingga Ele
"Apa kamu senang sekarang El karena telah menghancurkan pernikahan yang telah Henry impikan selama ini? Juga kesempatan besar untukmu menikahi Victorino?" tanya Lord Foxmoore, daddynya."Ya, aku senang, Dad. Aku justru akan merasa bersalah jika membiarkan begitu saja Henry menikah dengan wanita yang sama sekali tidak mencintainya!" jawab Elena dengan penuh keyakinan, untuk memancing kemarahan daddynya, Elena kembali menambahkan, "Dan mengenai Rino, kami hanya berpura-pura menjalin hubungan demi bisa mencari kesempatan untuk membongkar semua kejahatanmu, Dad. Aku hanya tidak menyangka kalau aku ternyata anak harammu dengan selingkuhanmu!"Sontak saja hal itu membuat amarah Lord Foxmoore semakin naik, diluar dugaan pria itu melayangkan tamparan kerasnya ke pipi Elena,"Dad!""Honey!" pekik Henry dan Lady Foxmoore secara bersamaan.Dengan raut wajah yang terluka, sambil memegang pipinya yang memerah, Elena setengah berlari meninggalkan mereka. Ia telah lelah dengan semuanya, dengan kelu
Entah kenapa ia merasa nyaman berada di dalam pelukan Liam, rasanya seolah ia telah berada di tangan yang tepat. Ucapan Liam selanjutnya semakin membuat Elena mempercayakan hidupnya pada suaminya itu,"Mulai sekarang kamu tidak perlu bersedih lagi, Wifey. Karena sekarang kamu telah memiliki aku, dan aku akan selalu melindungimu sebagai seorang suami sekaligus seorang ayah untukmu," bisik Liam. Meski terdengar pelan, namun jelas terdengar ketegasan di dalam suaranya.Hati Elena terasa teduh dan terharu saat mendengarnya, tiap patah kata yang LIam ucapkan barusan seperti siraman air di hatinya yang terasa gersang, dan ia akan mengingat betul janji pertama yang Liam ucapkan untuknya itu, "Terima kasih ... " ucap Elena lirih. Ia menahan dirinya untuk tidak mengalirkan airmatanya lagi."Itu sudah menjadi kewajibanku sebagai suamimu, My Wifey. Dan karena kita sama-sama telah sepakat untuk terus melanjutkan pernikahan dadakan kita, maka kamu pun akan memiliki keluarga lagi, Mommy, Daddy dan
Malam harinya, Liam kembali mengajak Elena ke Kafe tempat mereka bertemu. Namun kali ini mereka tidak datang sendiri, tapi datang bersama sebagai pasangan pengantin baru. Dan tanpa Elena sangka, ternyata Liam membuat pesta kecil di Kafe itu, untuk merayakan pernikahan kilatnya dengan Elena, sekaligus memproklamirkan kepada penduduk lokal juga pelayan Kafe kalau saat ini ia tidak lagi single."Astaga, ini tidak perlu, Liam," desah Elena. Ia merasa malu karena malam itu telah menjadi pusat perhatian pengunjung lainnya.Apalagi dengan tatapan menyelidik Fynn yang terus terarah padanya, pria itu pasti menunggu penjelasan darinya, namun dengan adanya Liam, mereka tidak dapat berbincang lama tanpa membongkar identitas Elena pada pria itu.Ya, mereka sedang duduk di bar, tepat di depan Finn yang sesekali sibuk meracik minuman pengunjung lainnya."Perlu. Mereka harus mengetahui istri dari pemilik Kafe ini," kekeh Liam."Jadi, Kafe ini milik kamu?""Ya, sekarang kamu pun secara resmi menjadi p
“Aku tidak sedang cemburu, Wifey. Aku hanya tidak ingin siapapun menyentuh apa yang sudah menjadi milikku. Sekarang jawab pertanyaanku, apa hubunganmu dengan Fynn? Ada hubungan apa di antara kalian?”"Dan itu sebutannya apa yang lebih tepat kalau bukan cemburu?"Apa Liam akan mengelak lagi? Atau itu hanyalah khayalan Elena saja? Liam cemburu padanya? Suatu hal yang paling mustahil terjadi."Mengamankan apa yang sudah menjadi milikku."See? Ternyata memang Elena saja yang terlalu banyak menduga-duga. Lagipula dengan wajah dan tubuh seindah itu, mana mungkin Liam tertarik padanya, di saat pastinya banyak wanita yang bersaing memperebutkan perhatiannya."Oh ya ya ... Mengelaklah sesukamu, Liam. Lagipula tadi aku hanya becanda saja, bagaimana pria sepertimu yang aku yakin sekali tidak akan pernah kekurangan wanita cantik bisa cemburu padaku yang tak terlihat ini."Gerakan dansa Liam terhenti dan Elena nyaris tersandung kaki pria itu,"Kamu bukan hantu, Wifey.""Yang bilang aku hantu siapa
"Kita akan bercinta di sana, karena aku sudah tidak dapat menahannya lagi.""Astaga Liam, bagaimana kalau ada yang melihat?""Sebaiknya kamu lihat ke sekelilingmu, apa yang sedang mereka lakukan?"Dan Elena pun terdiam. Karena beberapa pasangan lainnya tengah memadu kasih di tempat yang mereka rasa cukup aman. Yang pastinya akan menjadi sebuah skandal yang sangat memalukan jika Elena yang melakukannya."Tidak, aku tidak mau di sini! Lebih baik kita kembali ke Villa saja," pintanya dengan panik."Tidak akan ada yang mengganggu kita, Wifey." bujuk Liam yang tidak paham sama sekali apa yang sedang menjadi dilema untuk Elena.Elena menghentak kasar tangannya hingga terlepas dari genggaman tangan Liam, bersamaan dengan langkah kakinya yang terhenti, "Aku tidak mau! Melakukan hubungan itu di tempat umum seperti ini, di mana siapapun dapat melihat kita? Aku tidak dapat melakukannya, Liam!"Bahkan saat tengah luar biasa marah atas ide gila Liam itu, suara Elena masih terdengar sangat lembut
Sebenarnya ia tidak sedang mengelak, karena malam itu ia memang sedikit mabuk, dan setengah akal sehatnya sudah pasti akan terlelap, dan setengahnya lagi tidak bekerja dengan baik.Ya, pasti karena itu."Kalau tahu akan seperti ini, seharusnya aku membiarkan kamu setengah mabuk sebelum kita melakukan perjalanan panjang ini.""Jadi, kita non stop ke Miami?""Kenapa pertanyaanmu itu terdengar seperti sebuah keluhan? Kamu tidak kuat melalui perjalanan panjang selama delapan jam?" tanya Liam."Sejujurnya ya. Umm, bisakah kita berhenti di suatu tempat, aku butuh merenggangkan kakiku agar tidak bengkak," pinta Elena."Sudah pasti kita akan berhenti nantinya, Wifey. Kita akan bermalam di salah satu hotel nanti."Saat itu Elena pun bernapas dengan lega. Ia selalu merasa tidak nyaman jika hanya berdiam di satu tempat saja dalam waktu yang lama."Syukurlah. Tapi kenapa harus bermalam? Istirahat satu atau dua jam saja sudah cukup kok untukku.""Aku ingin kita sampai di rumahku tepat sebelum maka
Miami, salah satu kota yang menawarkan penduduknya limpahan sinar matahari. Kota yang kaya akan budaya, bisnis yang berkembang pesat, makanan kelas dunia, dan lebih banyak lagi pesona yang kota ini tawarkan, termasuk juga pantai indahnya, serta kehidupan malamnya yang semarak.Rumah keluarga Liam sendiri terletak di barat daya downtown Miami, Coral Gobles. Salah satu kota tertua di South Florida. Rumah yang terlihat begitu mewah dan Artsy. Jelas sekali Arsitek dan Interior Decorator rumah itu begitu menguasai arsitektur yang berseni tinggi. Rumah dengan desain Mid-Century Modern itu menggunakan material beton, kayu eboni, dan kaca di hampir di seluruh bagian rumah. Sehingga terkesan modern, maskulin dan sophisticated.“Sudah siap bertemu dengan keluargaku?” tanya Liam sebelum menggandeng lengan Elena yang tengah mengagumi rumah mewahnya itu.Elena membetulkan letak kacamatanya sebelum mendesah pelan dan menjawab, “Siap tidak siap, aku harus siap.”Liam pun tergelak,. “Astaga, aku sep