Begini readers... Author kok jadi oleng sama Mas Sultan ya, Emang yang matang itu menawan dan menggoda sekali ya, hehehe. Semoga malam ini bisa upload lagi. Tapi kalau ngga bisa ditunggu besok yaa, Jangan lupa untuk tinggalin komentar, review dan vote bintang lima yaah. Biar makin menyala ini cerita Dipta dan Ela. Happy reading all.
Dipta menerima keputusan bosnya dengan lapang dada. Jika boleh dibilang, dia begitu berterima kasih karena hukuman yang didapatkan tidak seberat yang dia duga. Skorsing dua bulan. Dipta bisa hidup dengan keputusan tersebut. “Thanks, Mas. Gue menerima keputusan lo dengan baik. Besok gue ke kantor untuk mengembalikan device dan tools kerjaan,” ujar Dipta disela tarikan rokoknya yang terakhir. Dia mematikan sisanya dan menenggak air mineral dingin yang tersaji di small bar ruang khusus ini. Sebenarnya banyak minuman berarkohol yang berjejer rapi di kabinet kaca belakang bar ini, namun Dipta sudah kapok minum minuman lain yang bukan air putih. Terakhir dia mencecap fresh orange juice, efeknya adalah afrodisiak–and it cost his career and reputation. Not to mention–now he is responsible for Elaina’s life as well. “Lo sama Ela gimana setelahnya? Gimana terus kelanjutan pertunangan Ela dan… siapa tunangannya? Anaknya Rahmat Trihadi, ‘kan?” “Ya batal. Dhanu dengan brengseknya membuang tun
ELA Ela menatap koper besar Rimowa miliknya yang terbuka lebar. Setengah space telah terisi dengan baju-bajunya yang masih terkait dengan hanger. Matanya mengerjap lambat. Ada yang mengganjal dalam hatinya selepas dia berdebat dengan papa tadi di ruang kerjanya. Mungkin hatinya pun tertinggal di ruang kerja papa. Semua terasa berbeda saat dia melangkah masuk kembali ke kamarnya. Semua terasa asing di matanya. Ruangan besar, lebar, wangi, elegan dan mewah beserta isinya yang begitu wah. Tak ada yang bisa menggugah perasaannya sekarang. Terasa hampa dan kosong.
Kakak perempuannya itu tertawa histeris, seakan ucapannya barusan merupakan hal terlucu yang pernah kakaknya dengar. Deshinta is the epitome of a mean girl. Bahkan tawanya saja seperti seorang antagonis di dalam film-film. “Aku punya tabungan,” tepis Ela dengan tenang. Dia mencoba mendorong tubuh kakaknya agar menjauhi pintu, tapi kakaknya tetap bergeming. Alih-alih gesturnya berubah menjadi berkacak pinggang dan menatap Ela sambil tersenyum mengejek. “From your paltry salary? Hah, bisa apa gaji sepuluh juta sebulan untuk gaya hidup lo? Dan bahkan gue dengar lo udah resign dari tempat kerja lo, bukan?” ujar kakaknya sambil tertawa kecil. “I mean your DNA Salmon treatment cost you a month's salary! You’re a joke!” Ela menghembuskan napasnya dengan berat. Dia meyakinkan dirinya jika dia bisa hidup tanpa kemewahan yang diterima sejak kecil. Wajahnya sudah cantik, she doesn’t need to splurge more to make it better. “I will manage, Mbak. Nggak usah ikut campur dengan masalah
Bisa-bisa dia tertahan lama jika satpamnya keras kepala seperti ini.“Terima kasih, Pak. Tapi beneran kok. Ini cuma mau drop ke rumah teman saja. Dekat kok. Nggak perlu khawatir.”Mungkin karena mendengar jika Ela hanya pergi ke rumah temannya, akhirnya sang satpam mengendurkan kewaspadaannya dan sedikit lebih rileks.Pak Iqbal kembali terdistraksi ketika ada jawaban kalau sudah ada taksi yang melaju ke rumahnya setelah dipesan dari depan gerbang kompleks perumahan elit mereka. Tak lama, salah satu satpam datang tergopoh ke dalam pos menemui Pak Iqbal dan mengutarakan satu hal yang cukup menarik perhatian Ela.“Mas Iqbal, ini ada Mas Dipta di g
DIPTAMereka tiba di kompleks perumahan Dipta yang pada malam hari ini sudah hening dan tenang. Dalam kompleks small gated community perumahannya ini. Kecil namun penuh privasi. Jika di total, mungkin hanya ada sekitar 50 hunian di kompleks perumahannya yang lengkap dengan mushola, jogging track, pusat kebugaran, kolam renang komunal dan juga taman di dalam kompleks. Dipta mati-matian membeli rumah ini dengan cara kredit sejak sepuluh tahun lalu, bahkan ketika komplek perumahan ini belum terbangun sempurna dan masih dalam tahap peletakan batu pertama. Tapi sepertinya itu merupakan hal terbaik yang Dipta lakukan pada masa itu karena kini nilai investasi properti rumahnya sudah mencapai puluhan kali dari harga saat pertama kali Dipta membelinya. Dipta dengan telaten membawa koper besar milik Ela dan menyampirkan tas gym di bahunya serta menunggu Ela yang berjalan di belakangnya untuk bisa berdiri bersisian di sampingnya. “Rumahnya nggak sebesar rumahmu, memang. Tapi saya yakin cukup
“Iya, kamu orangnya tertutup dan irit bicara,” ujar Ela menanggapi. Ela yang kini berada di hadapannya sambil memegang cangkir teh yang hangat terlihat sedikit lebih rileks dibandingkan ketika Dipta menemuinya tadi di halaman depan rumahnya saat gadis itu berniat kabur dari rumahnya. Ah, benar juga. Rasanya Dipta harus berbincang mengenai rencana Ela ke depannya. Apalagi kini Dipta perlu terlibat secara penuh karena baik langsung maupun tak langsung, kini kehidupannya akan terus bersinggungan dan terus berjalan beriringan dengan hidup Ela. Tapi tunggu dulu, sampai mana pembicaraan mereka tadi? Rasanya Dipta mudah sekali terdistraksi oleh hal-hal yang berkaitan dengan Ela akhir-akhir ini. Fokusnya jadi mudah terbagi. Ah, ya! Tentang dirinya yang irit bicara. “Kalau bekerja ya memang harus fokus, makanya nggak perlu banyak bicara,” ucap Dipta. Jawabannya sedikit lebih lambat dari yang seharusnya. “Tapi ternyata kalau bicara berdua begini, malah kelihatan lebih cerewet,” kikik
Malam ini dilalui Dipta dan Ela dengan sedikit kikuk selepas gadis itu curhat dan menangis di dalam pelukannya. Suasana melankolis pun mereda semakin malam, karena pada akhirnya Ela berhasil mengendalikan diri dengan baik dan sikapnya kembali tenang.Tapi ada yang berbeda dari gadis itu, karena kini senyumnya terlihat lebih ringan dan bias sedih di matanya menghilang sedikit demi sedikit.Seperti yang Dipta yakini, waktu pasti akan membantu menyembuhkan luka yang dirasakan Ela.“Ah, sebenarnya saya juga mau bicara satu hal sebelum kita tidur,” ujar Dipta tiba-tiba.Mereka berdua kini melanjutkan minum teh di ruang keluarga dengan berita bisnis malam hari yang disiarkan di televisi sebagai latar suara yang melingkupi mereka saat ini.&nb
ELAEla bangun dalam keadaan disorientasi. Ketika membuka matanya, dia menatap langit-langit asing dan juga bantal dan ranjang yang rasanya berbeda dengan yang biasa dia pakai di rumah. Anehnya, Ela bisa mendengar suara derung motor dan mobil di luar secara samar-samar. Berbeda 180 derajat dengan kamarnya yang di-setting kedap suara demi kenyamanan maksimal saat Ela terlelap. Koper,cangkir teh, diskusi mendalam, Tangis dalam pelukan,Kepingan ingatan kembali menyeruak seiring peningkatan kesadarannya setelah dia bangun. Ela paham di mana dia sekarang. Dia berada di rumah Dipta, eks pengawal pribadinya. Dia duduk dan bersandar sejenak sembari stretching di pagi ini. Menikmati pagi yang lambat dengan menyusun rencana yang akan dilakukan pagi ini. Yang pertama, mencari tempat tinggal yang proper. Sepertinya apartemen adalah satu pilihan masuk akal saat ini. Yang kedua, membuka kembali portal linkedin-nya dan mulai aktif mencari lowongan pekerjaan agar dia bisa kembali bekerja.