Dengan sedikit malas Henry menjawab pertanyaan istrinya, "Ibumu.” Henry tersenyum masam lalu mencibir ke arah ponsel itu, “pasti dia ingin membicarakan pernikahanmu dengan si tua Albert itu.”
Dengan enggan, Henry mengambil ponsel tersebut lalu mengulurkannya pada Lily. Melihat wajah masam suaminya, Lily memberi senyum tipis lalu bertanya, "Apa kau ingin aku mengaktifkan pengeras suara?" tanya Lily.
Henry mengangkat bahu tetapi kemudian mengangguk. Lily mengangguk, menarik napas dalam lalu mengangkat telepon ibunya sembari mengaktifkan tombol pengeras suara.
"Lily, di mana kau sekarang? Bagaimana kondisimu? Pasti kau pura-pura sakit, kan? Biar kutebak, kau berada di dalam Flat kumuhmu itu, kan?" tanya Catherine segera sesaat setelah Lily mengangkat telepon.
"Ibu, aku sekarang sedang berada di rumah sakit. Lagipula, untuk apa ibu meneleponku?" tanya Lily.
"Apa katamu?? Aku ini ibumu, memangnya, apa ada aturan yang tak membolehkan seorang ibu menelepon putri mereka?" tanya Catherine terdengar kesal.
Lily tersenyum masam mendengar ocehan sang ibu. Selalu seperti itu. Setiap kali dia berbicara dengan Catherine, mereka selalu bertengkar.
"Baiklah, baiklah, aku menarik kalimatku barusan. Jadi, apa ada hal penting yang ingin ibu katakan?" tanya Lily dengan suara yang lebih melunak.
"Sebentar, tadi kau bilang kau ada di rumah sakit? Apa itu benar?" tanya Catherine setelah teringat jawaban Lily beberapa waktu sebelumnya.
“Untuk apa aku berbohong, Bu?”
Catherine mencibir sinis, “Biar kutebak, Henry menempatkanmu ke ruangan kelas paling rendah? Kau pasti mendapatkan pelayanan terburuk, andai Albert yang membawamu ke rumah sakit, oh, kau pasti akan mendaoat layanan terbaik!” oceh Catherine, seperti biasanya.
"Ibu salah, saat ini aku sedang berada di kamar VIP. Aku bisa membuktikannya jika ibu tak percaya!"
Catherine mendengus, "Omong kosong! Apakah kamu pikir aku bisa percaya bahkan setelah kau membuktikan sesuatu? Ha ha, selama suamimu adalah Henry James, tak akan ada yang bisa kupercaya dari ucapanmu."
Lily mendesah kesal. "Apakah ibu menelepon hanya untuk menghina suamiku?"
"Tentu saja tidak, aku ingin memberitahumu sesuatu yang lebih penting... Begini, ayahmu dan aku sedang menyiapkan surat perceraianmu dengan Henry James. Asal kau tahu saja, Albert baru saja memberikan mobil mewah yang sangat mahal untukmu. Dia juga mengirimkan berlian untuk ibu. Kami sudah membuat keputusan, dan kau harus patuh pada perintah kami. Kau akan menikahi Albert!"
Emosi Lily segera mencapai puncaknya, ia tak kuasa untuk menahan diri, pada akhirnya, ia bergumam lantang. "Tidak akan! Apakah ibu pikir ibu bisa menjualku pada pria tua itu? Meski aku adalah anakmu, aku sudah cukup dewasa untuk melaporkan tindakan tidak menyenangkan seperti ini kepada pihak yang berwenang! Ayah dan ibu hanya ingin menukarku dengan uang! Oh, pria itu bahkan sudah punya dua istri!"
Catherine tak mau kalah, ia pun mengoceh lagi dengan menggebu-gebu.
"Gadis bodoh! Selama dia bisa memberimu kehidupan yang layak, menjadi istri ketiga bukanlah masalah besar! Apa artinya menjadi istri satu-satunya, tapi hidup dalam kemiskinan? Lily, aku tahu bahwa selama ini kau bertahan dari perhiasanmu yang kau jual satu per satu, mari kita lihat setelah semua perhiasanmu habis, kau akan takluk pada Albert Brown!" serunya.
"Aku tidak akan pernah bercerai dari Henry! Hanya Henry yang bisa membuatku bahagia!"
"Bagaimana bisa? Dia tidak punya uang dan pengangguran, kebahagiaan macam apa yang kau cari?!"
Mendengar suaminya dituding sebagai pengangguran, Lily segera teringat satu hal.
"Sadarkah ibu bahwa ibu yang sudah bermain curang dan membuat suamiku gagal diterima di mana-mana?! Andai ibu tak melakukan tindakan kotor itu, aku yakin Henry sudah pasti mendapatkan posisi yang bagus di perusahaan, dia bahkan jauh lebih cerdas dari teman-teman kuliahku dulu!" sergah Lily dengan tegas.
"Hei… Apa kau ingin menjadi anak yang durhaka?" Catherine yang mendengar putrinya mengoceh dengan berapi-api, tampak mulai kesal dan geram.
Perempuan itu meremas kepalan tangannya dengan erat. Dia tak menyukai jawaban yang diberikan oleh Lily. Satu hal yang sangat Catherine inginkan adalah, Lily bersedia menceraikan Henry James dan menerima pinangan Albert Brown.
"Aku tidak peduli dengan apa yang Ibu katakan. Aku tidak merasa seperti anak yang durhaka, karena selama ini aku selalu menghormati dan menghargai Ibu sebagai orangtua. Namun, kalian sebagai orangtua tidak pernah menghormati pilihanku. Jangan harap aku akan menandatangani surat perceraian itu!"
"Lily, Kau tidak punya pilihan karena Albert juga sudah menyiapkan pesta pernikahanmu!"
Di tempat duduknya, Henry mengambil napas dalam-dalam menahan emosi yang hampir meledak. Bagaimana bisa ada seorang ibu yang bersikeras menikahkan putrinya yang bahkan masih terikat pernikahan dengan pria lain.
Andai Catherine tahu jika kekayaan Henry jauh mengungguli Albert Brown, mungkin perempuan itu akan menempelkan keningnya ke lantai demi meminta Henry untuk tetap berada di sisi putrinya!
“Lily? Kau mendengarku?! Ingat, kami sudah mempersiapkan pernikahanmu dengan Albert Brown!”
“Berikan teleponnya padaku,” pinta Henry dengan suara pelan. Lily mengangguk dan mengulurkan ponselnya kepada sang suami. Begitu Henry menerima ponsel istrinya, ia segera menyapa sang ibu mertua.“Ibu, aku dan Lily tidak akan pernah bercerai. Jika ibu menginginkan harta Albert Brown, bercerailah dari ayah lalu menikah dengan Albert.”Catherine mengerucutkan bibirnya. "Menantu kurang ajar kau ini! Kau benar-benar…”“Karena aku memiliki mertua yang kurang ajar, wajar jika sikapku seperti ini,” sergah Henry memotong ocehan Catherine. Tentu saja, Catherine menjadi semakin menggila diperlakukan demikian oleh memantunya yang dia anggap tak berguna."Sial! Ingat, aku bersumpah aku akan membuatmu bercerai dari Lily dalam waktu dekat!" tantang Catherine sebagai ungkapan kekesalannya terhadap sang menantu. “Kau tahu sifatku bukan? Ha ha, jika memang Lily tak mau menandatangani surat gugatan perceraian, oh, aku bisa melakukannya dengan caraku sendiri!”Sebelum Henry merespon, sambungan telepon d
Catherine dan Jacob melongo mendengar janji sesumbar dari Henry. Jika dipikir-pikir, janji tersebut sangatlah menguntungkan pihak Catherine dan Jacob.“Kau sadar dengan apa yang kau ucapkan? Apa kau yakin akan menceraikan putriku?” tanya Catherine memastikan.“Tentu saja! Tetapi itu hanya terjadi jika aku gagal membawa kemenangan untuk Lily,” tutur Henry dengan yakin.Catherine dan Jacob pun saling berpandangan dengan senyum seringai terpampang jelas di wajah mereka. Mereka cukup senang karena pada akhirnya Henry sendiri yang bersedia menceraikan Lily.Mereka sangat yakin jika Henry tidak akan mampu membantu Lily memenangkan proyek Emerald Group. Di mata Catherine dan Jacob, Henry terlihat seperti menantu depresi yang baru saja membuat keputusan bodoh. Tetapi, itu membuat mereka merasa gembira tak terkira.Akhirnya, impian mereka memiliki menantu kaya seperti Albert Brown akan segera tercapai. Tak masalah jika putri mereka harus menderita hidup bersama lelaki tua, yang penting mereka
Kedatangan Henry di ruang CEO Emerald Group disambut segera oleh Jinny Baker. Jinny merupakan CEO perempuan pertama di Emerald Group dan sekaligus menyandang predikat CEO termuda sepanjang sejarah Emerald Group berdiri. Di usianya yang baru menginjak 32 tahun, Jinny Baker telah berhasil membawa Emerald Group menjadi salah satu perusahaan paling berpengaruh di seluruh kota Eastland.Katika prestasi-prestasinya telah begitu banyak, hari itu Jinny Baker dikejutkan oleh kejadian pengusiran pemegang saham terbesar di Emerald Group oleh karyawannya sendiri. Dengan kepiawaiannya menyembunyikan kegelisahan dan kekhawatiran besar, Jinny menyambut kedatangan Henry dengan cukup hangat dan professional.“Silakan duduk, Tuan Henry. Maafkan atas kelancangan security kami. Mereka belum tahu siapa Anda,” tutur Jinny Baker dengan ekspresi ramah namun tetap menampilkan kesan menyesal yang tak dibuat-buat. Dari dalam lubuk hatinya, Jinny memang menyesalkan insiden tersebut. Andai sebelumnya Jinny tahu j
Emerald Group baru saja mengumumkan jika mereka sedang membuka pengajuan proposal kerja sama beberapa minggu lalu. Biasanya, mereka akan menunggu setidaknya tiga bulan penuh sebelum melanjutkan ke tahap selanjutnya karena ingin menerima pengajuan proposal sebanyak-banyaknya dari para calon pelamar.Namun, ada perbedaan mencolok pada sesi pengajuan proposal kali ini. Emerald Group telah menutup pengajuan proposal kerja sama lebih awal dari waktu yang ditentukan karena sudah menemukan kandidat terbaik yang akan mereka ajak bekerja sama.Emerald Group juga mengatakan bahwa mereka akan mengumumkan hasil tersebut dua hari mendatang yang juga akan disiarkan secara langsung melalui beberapa channel di media televisi. Sebagai perusahaan ternama di Kota Eastland, Emerald Group memang kerap menjadi perhatian publik dan setiap aktivitas yang mereka lakukan selalu diliput oleh media.Mendengar kabar akan segera diumumkannya kandidat yang dipilih Emerald Group, banyak pihak seperti pengusaha ataup
‘Sebentar lagi kalian akan menelan pahitnya kenyataan!’ Henry membatin sesaat setelah pembawa acara mengundang perwakilan dari Emerald Group dalam siaran langsung.Detik demi detik berlalu, setiap kata-kata yang keluar dari mulut pembawa acara dan perwakilan Emerald Group itu membuat jantung semua orang berdetak kencang. Apalagi setelah pembawa acara membacakan satu persatu nama kandidat yang masuk ke dalam sepuluh besar.Kandidat pertama diisi oleh nama Albert Brown, lengkap dengan biodata juga proposalnya, membuat pria itu memasang senyuman lebar dan membusungkan dadanya dengan sombong.Kandidat kedua, ketiga dan seterusnya juga tidak kalah hebat, mereka merupakan pengusaha atau orang-orang terpandang di Kota Eastland yang memiliki prestasi dan juga kekayaan berlimpah. Selain itu, pengalaman juga karir mereka di bidangnya sudah mencapai puluhan tahun sehingga kinerja dan kapasitasnya tidak perlu diragukan lagi.Kini tersisa satu kandidat yang belum dibacakan, namun nama Lily Wilson
"Cepat tanda tangani berkas itu, Henry. Apakah kau ingin melanggar janjimu. Jangan jadi pecundang yang tidak bertanggung jawab!" Jacob membentak Henry dengan keras karena merasa Henry sedang mempermainkan taruhan yang telah mereka sepakati."Tidak, aku tak akan menandatangani surat itu. Aku yakin pembawa acara itu sudah melakukan kesalahan." Henry bersikeras dengan pendiriannya. Ia masih belum mengakui kekalahannya karena ia memang yakin jika ada yang tak beres dengan pengumuman yang dilakukan oleh Emerald Group.“Hei, kesalahan apa yang kau maksud?” tanya Jacob menyelidik."Itulah yang hendak aku selidiki. Aku ingin ayah dan ibu memberiku waktu selama satu hari ke depan untuk menyelesaikan perkara ini. Aku yakin pasti ada kesalahpahaman yang telah terjadi."Henry meminta perpanjangan waktu dan berjanji jika kali ini ia tidak dapat membuktikan ucapannya, maka Henry akan benar-benar merelakan Lily menjadi milik orang lain.Catherine menjadi murka begitu mendengar janji-janji Henry yang
Dengan langkah berat, Henry meninggalkan rumah sang mertua. Wajahnya dipenuhi penyesalan dan amarah, terutama saat teringat pada Lily yang telah bersujud di kaki Albert Brown hanya demi melindungi harga dirinya sebagai sang suami.Saat itu, Henry merasa seperti pria yang telah gagal dalam tugasnya untuk melindungi martabat istrinya. Setiap kata tajam dan tatapan merendahkan yang dia terima dari keluarga mertuanya kini saling tumpang tindih memenuhi isi kepalanya.Keputusan Lily yang berani untuk mengorbankan dirinya sendiri demi menyelamatkan harga diri Henry terasa seperti cambukan bagi Henry James.Segera, Henry mengeluarkan ponsel dari saku celananya untuk menghubungi Oliver Wood. Ia tak sabar untuk menanyakan apa yang sebenarnya telah terjadi. Seharusnya saat ini Henry sedang menertawakan kekalahan Albert atas kemenangan Lily, namun yang terjadi justru sebaliknya, Henry dan Lily harus menanggung malu dan hinaan.“Seratus panggilan tak terjawab?!” Henry terperanjat kaget saat membu
Henry terpaku diam, sejenak ia teringat kembali istrinya yang telah bersujud di kaki Albert. Henry menggenggam tangannya dengan erat, hatinya kembali dipenuhi kemarahan."Jika terjadi pengancaman seperti itu, bukankah lebih baik kau melapor pada atasanmu?" Henry memaki-maki Tommy. Ia meluapkan segala emosi yang telah dipendamnya selama ini. “Di mana otakmu, heh?”Tommy terdiam, ia terus memohon maaf sembari menjelaskan bahwa semua keputusan yang ia ambil adalah tindakan impulsive yang didasari oleh kekhawatiran yang berlebihan."Nona Baker,” Henry mengalihkan pandangannya kepada Jinny Baker lalu bergumam dengan nada dingin. “Aku bisa memaafkan kesalahannya, namun kau harus memberinya hukuman. Tidak perlu memecatnya, karena ia adalah tulang punggung dari keluarganya."Meski merasa kesal, namun Henry tak ingin dikuasai oleh amarahnya. Henry tetap memikirkan kehidupan Tommy dan keluarganya, karena ia juga pernah dalam kondisi hidup seperti itu. Hidup dalam kemiskinan adalah seperti tingg