"Apa jaminannya dia tidak akan berkhianat dariku?" tuntut Caka.
Rencana Cody menawarkan adiknya ini adalah rencana dadakan. Sebelumnya ia tak berfikir sampai ke sana, tapi karena Caka sepertinya sama sekali tak tertarik membantunya ia terpaksa mencari cara lain dan hanya ini yang bisa ia temukan dalam waktu singkat.Lagipula ia juga tidak akan rugi, ia akan menjadi kakak ipar dari tuan muda terkaya di negeri ini. Statusnya akan seketika meningkat.Caka menatap Cody dengan selidik, ia bisa menebak apa yang ada di dalam otak pria di depannya."Kau tahu, Jenderal. Apa yang dikatakann Arthur benar, aku bisa mendapatkan seribu wanita cantik dengan mudah. Tak peduli dia hanya menginginkan hartaku, atau hanya kekuasaan. Tapi Arthur tidak akan membiarkan hal itu terjadi!"Cody tampak berfikir kembali, Caka yakin pria itu dengan mencari taktik lain."Saya mengerti, Tuan Caka. Tapi saya bisa menjamin, adik saya ... adalah seseorang yang penurut. Dia ... tidak akan berani macam-macam di belakang Anda!" janjinya."Apa jaminanmu?"Cody menelan ludah. "Jika dia berkhianat, saya tidak akan menganggapnya adik lagi. Jadi terserah apa yang ingin Anda lakukan untuk menghukumnya!"Caka menggerutu. "Itu tidak memusakanku, Cody. Kenapa hanya dia yang harus menanggung akibatnya? Bukankah kau yang menawarkannya padaku? Jadi kau ... harus ikut bertanggung jawab!"Cody mulai tampak khawatir."Begini Jenderal Cody, jika sampai adik Anda berkhianat. Maka seluruh aset keluarga Morwyn akan menjadi milik keluarga Madaharsa, itu adalah harga yang pantas untuk sebuah pengkhianatan!" jelas Arthur yang mendapatkan lirikan setuju dari Caka.Kedua bola mata Cody melebar, seluruh aset keluarga Morwyn? Artinya ia juga tetap akan bangkrut kan?Tapi selama adiknya itu tak berbuat macam-macam itu tidak akan pernah terjadi. Dan ia yakin sang adik tidak akan pernah berani berbuat macam-macam."Baiklah, Tuan Caka. Saya setuju!" jawabnya mencoba meyakinkan diri sendiri. Karena jelas ada keraguan di sana."Besok, datanglah untuk menandatangani surat kontrak. Dan jangan lupa ... bawa calon istriku serta!" perintah Caka."Besok? Tapi Tuan Caka ... itu terlalu mendadak untuk adik saya!""Itu bukan urusanku."Cody tak memiliki pilihan lain. "Baik, saya akan bawa adik saya besok."Caka tersenyum getir, menghancurkan bedebah seperti Cody Morwyn memang tak perlu buru-buru. Jika ia melakukannya sekarang, mungkin ia akan kehilangan kesempatan untuk bisa mendapatkan kembali cincin merah saga.Ia harus bersabar.Sepeninggal Cody, Caka sedikit mengeluh. "Ini sama sekali bukan gayaku, Arthur. Memanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuanku!"Arthur menghela nafas, "Terkadang ... kita perlu sedikit melakukan trik dan keluar dari zona nyaman, Tuan Muda!"Saat hendak makan malam keluarga, Caka menyampaikan niatnya untuk menikah besok di ruang keluarga kepada Vivian yang sedang membaca majalah. Hal itu membuat Vivian sangat terkejut.“Apa?! Kau akan menikah. Dengan siapa?” tanya Vivian membelalakkan mata.“Violetta dan Serkhan juga sudah menikah. Lalu kenapa Bibi terkejut begitu mendengar aku akan menikah?” protesnya dengan nada polos.“Caka, bagaimana ya Bibi mau memberitahumu. Kau itu duduk di kursi roda, jika ada wanita yang ingin menikahimu itu pasti karena dia mengincar hartamu saja!”“Siapa yang ingin menikah, kau Caka?” tanya Serkhan yang baru saja turun dari tangga bersama Lea.“Apa yang dikatakan Ibu itu benar, Caka. Tidak ada wanita yang mau menikahimu kecuali dia itu hanya ingin menikmati kekayaanmu saja!” imbuh Lea dengan nada merendahkan.“Bukankah wanita menjadi istri memang untuk menikmati kekayaan suami, apakah kau tidak seperti itu, Lea?” jawab Caka menatapnya.Senyum di wajah Lea menghilang. “Mobil mewah yang kau kendarai ke mana-mana dibeli dari uang Serkhan, bukan?”Lea menggerutu. “Memang tanggung jawab Serkhan untuk membahagiakan aku!”“Kalau begitu sama, itu juga tanggung jawabku untuk membahagiakan istriku.”Mereka semua bungkam.“Bagaimana kalau ... Bibi saja yang mencarikanmu istri, Bibi akan mencari wanita yang penurut dan mudah diatur tapi yang jelas yang bisa mengurusmu. Jadi dia tidak akan macam-macam!” usul Vivian penuh harap.Jika ia yang mencarikan istri untuk Caka, ia bisa menyuruh wanita itu untuk meracuni Caka perlahan-lahan sampai keponakannya itu mati sekali lagi. Dan semua kekuasaan Mahesvara akan jatuh ke tangan Serkhan sebagai pewaris laki-laki utama.Selama tujuh tahun, sudah banyak cara yang ia lakukan akan tetapi selalu gagal. Anehnya racun yang selalu ia berikan pada makanan Caka sama sekali tak menunjukan reaksi apa pun.Padahal kata temannya, kurang dari setahun kondisi keponakannya itu seharusnya semakin menurun hingga hanya bisa berbaring dan mati perlahan-lahan.Tapi kenyataannya, Caka kian segar dan tampak sehat?“Terima kasih, Bi. Aku sudah punya calon sendiri!” tolak Caka dengan tegas.“Ouh, kau sudah bertemu dengannya?”Caka tidak menjawab.Akhirnya mereka pun pergi ke meja makan. Di mana di sana sudah ada Erdian dan Melina. Juga Regan, suami Vivian.Meski sekarang Caka yang menjadi kepala keluarga, tapi ia tetap membiarkan Erdian yang berlaku sebagai lelaki tertua di rumah.“Erdian, apa keponakan kita sudah memberitahumu jika dia akan menikah besok?” tanya Vivian begitu mendudukan diri.Mereka semua menurunkan sendok yang hendak disuapkan. Sementara Caka tampak tenang dengan Arthur yang melayani makanannya.Semua mata kini tertuju pada Caka.“Apakah itu benar, Caka?” tanya Erdian.“Iya, Paman. Aku akan menikah, apakah itu aneh?”“Tidak, tapi apakah kau sudah mengenal wanitanya? Maksud Paman ... Paman tak pernah melihatmu bersama wanita mana pun kecuali sekretaris kantor!”Caka hanya menghela nafas dalam, mulai menyantap makan malamnya.“Kalian tak perlu khawatir, istriku tidak akan mengganggu kalian. Dia akan khusus mengurusku saja!” ujarnya dengan tenang.Ia memang ingin menikahi wanita itu untuk menjadi pengurusnya, pelayannya. Tidak lebih. Hatinya hanya untuk satu wanita, sang istri tercinta yang telah tewas dibantai dengan keji oleh pasukan Cody.Mengingat hal itu ia menggenggam sendok dengan kuat hingga sendok itu patah.Suara patahan sendok membuat semua orang kembali menatapnya. Mereka menelan ludah melihat benda di tangan Caka. Sejak kapan pemuda itu memiliki kekuatan seperti itu?“Tuan Muda, Anda baik-baik saja?” tanya Arthur membuyarkan angannya."Tuan Muda, Anda baik-baik saja?" tanya Arthur yang melihat gelagat tak biasa dari tuannya. Caka segera tersadar oleh suara Arthur, ia mengedarkan pandangan ke sekua orah yang saat ini menatapnya dengan rasa takut. Kemudian ia pun mengarahkan pandangan ke tangan yang berisi sendok yang sudah menjadi dua itu. Ia segera tersadar, harusnya bisa menahan emosi. Mereka tak boleh tahu jika ia sekuat itu. Ia pun meletakkan patahan sendok ke meja. "Arthur, aku sudah kenyang!""Tapi Anda belum makan, Tuan Muda.""Antarkan saja susu hangat dengan madu ke kamar!" perintahnya. "Baik, Tuan!" Arthur menoleh salah satu pelayan dan memberi isyarat agar menyiapkan apa yang tuan muda mereka minta sebelum membantu mendorong Caka menuju lift. Di dalam kamar, Arthur segera bertanya. "Ada apa, Tuan Muda?""Tidak ada apa-apa, hanya saja ... aku masih marah pada diriku sendiri. Aku tidak becus menjaga istri dan anak-anakku!" ada embun yang mengintip di ujung matanya. Seandainya ia tahu hari itu ... kel
"Ah!" raung Zava ketika sikunya harus beradu dengan lantai secara keras. Ia hanya berniat membantun suaminya, tapi kenapa pria itu kasar?Caka menatap sang istri yang masih di lantai, sedang menahan rasa sakit di sikunya yang mungkin terluka. Ia sebenarnya tak tega. Lagipula itu juga refleks, ia terkejut karena wanita itu menyentuhnya. Tapi jika ia bersikap lembut, wanita itu bisa besar kepala.Caka pun melanjutkan memindahkan diri ke ranjang. "Jika aku tak mengijinkan, jangan menyentuhku!" ucapnya tegas menatap gadis itu yang sedang bangkit berdiri sembari memegangi sikunya. "Obati lukamu, kotak obat ada di kamar mandi!""B-baik, Tuan!" jawabnya sedikit gugup lalu melangkah ke kamar mandi. Mata Caka tak melepaskan wanita itu yang berjalan ke kamar mandi, bahkan krtika wanita itu sudah tak tampak dari pandangannya, ia masih menatap pintu kamar mandi yang terbuka. Caka meraih handphone untuk mengecek laporan yang ia minta dari Serina. Ia hana melirik saat sang istri keluar dari ka
"Anda sudah siap, Tuan Muda?" tanya Arthur di depan lobi sekretariat negara. Caka menatap pintu lobi itu, di dalam sana ia akan kembali bertemu dengan beberapa orang yang dikenalnya. Sayangnya orang-orang itu tak akan mengenali siapa ia sesungguhnya. "Tentu saja, Arthur. Aku sudah lama menanti hari ini!"Arthur pun mendorong Kurdi roda yang Caka duduki menembus pintu lobi. Mac juga setia mendampingi. "Selamat pagi Tuan Madaharsa, selamat pagi Tuan Reaves!" sapa security dengan sopan. Arthur pun mengangguk padanya sejenak, dua wanita resepsionis juga menyapa mereka. Saat Caka dan Arthur menunggu lift, terdengar suara setengah berbisik. "Tuan Muda Cakaran tampan ya, sayang dia cacat!" bisik salah satu wanita yang berada di balik meja resepsionis."Kudengar katanya dia baru saja menikah. Siapa wanita bodoh yang mau menikahinya?" balas temannya. "Pasti wanita itu hanya mau hartanya saja, wanita normal mana mau menikahi pria cacat karena cinta. Apalagi di jaman sekarang ini!" "Tuan
"Insiden di kota Danfell 7 tahun yang lalu?" desis Douglas. "Maaf, Tuan Cakara. Mengapa Anda tanyakan hal itu?" tanya Ersano. "Hanya ingin bertanya saja, itu adalah sebuah insiden besar! Tapi menurutku ... atas dasar apa Jenderal Raymond Harrits melakukan pengkhianatan?" Mata semua orang melebar mendengar penuturannya. "Apa maksud Anda?" tanya Pak Presiden. Caka menoleh, membalas tatapan Reaghan. "Apakah menurut Anda ... dia seseorang yang ambisius? Sehingga hanya dengan sedikit iming-iming bisa dengan mudah melakukan sebuah pengkhianatan?"Reaghan terdiam, ia seolah tengah berfikir. "Sebenarnya apa yang ingin Anda utarakan, Tuan Cakara?" tanya Geino penuh arti. Caka menoleh padanya. "Apakah kata-kataku tadi kurang jelas? Aku ragu ... jika Jenderal Raymond benar melakukan pengkhianatan!""Keraguan Anda ini, atas dasar apa? Apakah Anda pernah bertemu dengan Jenderal Raymond?""Jujur ... belum. Tapi aku mempelajari jejak hidupnya!"Jawaban Caka membuat ruangan itu riuh dengan taw
"Lancang sekali kau menahanku di sini, Mac?" seru Geino yang saat ini berdiri di samping mobilnya. Dua pengawalnya tak sadarkan diri di lantai. Sementara Mac berdiri menjulang di hadapannya. "Tuanku ingin berbicara dengan Anda, Pak Perdana Menteri. Saya hanya menjalankan perintah!" Suara langkah yang mendekat membuat Geino menoleh ke sana. Tampak Arthur mendorong Cakara mendekati mereka. Arthur menghentikan langkah beberapa meter dari tempat Geino berdiri. Mac lekas berpindah ke sisi Caka. "Tuan Cakara, apa maksudmu menahanku di sini? Bukankah kita sudah cukup berbincang di ruang pertemuan?" tanya Geino yang sebenarnya sedikit gugup. Caka menatapnya tajam, dulu mereka pernah bertemu beberapa kali. Geino termasuk orang yang licik! "Aku hanya ingin menanyakan kembali tentang satu hal!" jawab Caka dengan dingin. "Pertanyaan macam apa? Sehingga kauh harus menghalangi jalanku?""Raymond tak pernah menerima transfer uang dari Cherchstorn, bagaimana mungkin bisa ada bukti transfer it
Caka menoleh ke tubuh Geino yang sudah terbujur kaku dengan darah yang menggenang di sekitar kepalanya. "Bereskan dan jangan tinggalkan jejak!" perintah Caka."Tidak ada yang boleh tahu jika Geino Alberthus sudah mati!" imbuh Arthur.Mac menyuruh dua anak buahnya untuk membereskan jasad Geino dan membersihkan jejaknya. Setelah itu mereka langsung ke Mainwell Group."Arthur, apakah kita bisa mencari rekaman cctv semua sudut kantor 7 tahun yang lalu?" tanya Caka."Khususnya pantry, Tuan Muda. Saya yakin ada salah satu OB yang terlibat. Karena hanya OB yang memiliki keleluasaan untuk menaruh sesuatu ke dalam minuman Tuan Besar!"'Kau benar, Arthur. Apakah ada OB yang mengundurkan diri 7 tahun terakhir ini?""Saya akan mengeceknya di bagian HRD!" ujar Arthur mulai melangkah meninggalkan ruangan Caka."Ersano ... akan tiba waktunya untukmu menerima karma. Nikmati saat hari-hari terakhirmu!" senyum iblis tercetak di wajah Caka.Satu persatu mereka akan menerima balasannya. Tapi Caka merasa
"Dia pasti sudah berada di luar kota, kecuali ... jika sudah menyesali perbuatannya dan hanya tinggal menunggu!" ucap Caka membuat Arthur menolehnya heran. Jika pria itu menyesal harusnya menyerahkan diri ke pihak berwajib!"Tuan Muda, dia tidak mungkin menyesal. Nyatanya masih berkeliaran di luar sana!" tukas Arthur dengan nada amarah. "Tidak ada yang melindunginya, jika dia menyerahkan diri ke kepolisian. Lalu siapa yang akan ia seret? Mereka ... yang berkuasa di atas kursi pemerintahan tidak akan mungkin mau mengaku!"Arthur tercenung. "Pria itu hanya akan menjadi tersangka utama, bahkan jika dalang di balik semua itu juga menguasai kepolisian. Pria itu akan dituduh melakukan pembunuhan karena dendam atau sejenisnya. Sementara dia memiliki keluarga!""Tidak ada yang akan menanggung keluarganya!" sahut Arthur yang mulai mengerti. "Tuan, Anda sangat berpikiran terbuka.""Aku berasal dari orang kecil, Arthur. Aku sudah puas menikmati pahitnya kehidupan, bahkan Caka ... mungkin sejak
Caka kembali ke mobil berjalan kaki, karena kursi rodanya rusak. Ia harus membeli yang baru, tapi untung saja Arthur sudah menyiapkan itulah. Di rumah ada kursi roda lain.Semua anak buahnya yang tewas diurus dengan sangat baik. Sedang para musuh, mereka memang harus membersihkan area itu. Tapi sulit menutupi jika terjadi pertempuran karena banyaknya jejak penembakan. Ketika mendengar mobil sang suami datang, Zava pun tergopoh menyambut di teras depan. Ia menoleh salah satu pengawal yang sudah menunggu dengan kursi roda."Bukankah Tuan membawa kursi roda?" "Terjadi insiden di jalan, Nyonya. Kursi roda Tian rusak."Wanita itu sangat terkejut, ketika pintu mobil terbuka ia hendak berlari ke arah suami untuk membantu. Namun ia ingat pria itu tak ingin dirinya menyentuhnya. Jadi ia pun mengurungkan niatnya. Ia akan membantu mendorong kursi rodanya saja nanti. Mac yang membantu Caka berpindah ke kursi roda, setelah Caka duduk dengan benar, baru Zava mendekat. "Tuan, biar saya saja yan