Share

Dukungan Mertua

Part 2 (Dukungan Mertua)

Buru-buru aku menutup pintu rumah, tidak lupa menguncinya. Kemudian berjalan cepat menuju mobilku. Saat hendak membuka pintu mobil. Aku dikejutkan dengan suara orang yang memanggil namaku. Refleks, aku pun menoleh. 

"Nana ..." Kudapati mertuaku berdiri di depan gerbang. Wanita paruh baya itu segera berjalan menghampiriku. 

"Mama."

"Kamu mau ke mana?" tanya Mama selidik.

"Aku ada urusan Ma, ini penting banget."

"Yah, padahal hari ini Mama mau ngajak kamu belanja. Mama kesepian. Tapi ngomong-ngomong urusan apa, Na?" tanya Mama lagi. 

"Penting banget ini Ma, nanti ya kita bicara lagi. Aku buru-buru banget." Aku mendudukkan pantatku di jok kemudi. Tampak Mama Mas Reza masih berusaha menahanku. 

"Kamu kenapa sih, Na? Kok kayaknya kesal banget. Gak suka ya Mama datang ke sini."

"Bukan begitu Ma. Ini aku mau ke rumah Salma. Udah ya, keburu Salma gak ada di rumah."

Mama mendengkus. "Salma sahabatmu itu?"

"Iya Ma."

"Memangnya kamu mau ngapain ke sana?"

"Ceritanya panjang. Aku gak bisa ceritain sekarang."

"Kalau begitu Mama ikut." Mulutku sedikit terbuka. Belum sempat aku membalas ucapan Mama. Mertuaku itu lebih dulu masuk mobil.

"Ayo Na."

"Iya ya, Ma." Aku menganggukkan kepala, lalu menyalakan mesin mobil. 

Tak banyak yang bisa perbuat selain membiarkan Mama ikut. Tak ingin membuang waktu, lekas aku membawa kendaraan roda empat ini meninggalkan halaman rumahku. 

****

Selama perjalanan menuju rumah Salma, aku memberanikan diri menceritakan masalahku pada Mama. Tentang kecurigaanku pada putranya, dan kebohongan yang anaknya ciptakan. 

Berbagai pikiran buruk pun turut mengisi benak ini. Mertuaku itu tampak sekali syok mendengar curhatan memilukan menantunya.

"Menurut Mama aku harus bagaimana? Aku gak ngada-ngada cerita, itu bukti bisa Mama lihat." Aku berujar setelah memberikan ponsel Mas Reza pada Mama. Menyuruh Mama sendiri membaca deretan pesan yang Salma kirim.  

"Mama bilang apa, Salma itu bukan teman yang baik! Ini mereka jelas ada main di belakangmu."

Deg! Serasa jantung ini seperti di tikam. Badai tengah menghantam rumah tanggaku. Mas Reza yang selama ini selalu romantis padaku ternyata pandai mengukir luka. Aku telah ditipu oleh tampang polos suamiku.

"Jadi benar dugaanku, mereka ada main, Ma!" Sekilas aku melirik Mama, kemudian fokus menyetir. Mertuaku itu membungkam mulutnya sambil menggelengkan kepala. Pelupuk matanya berembun. 

"Ya Tuhan Nana, Mama kok jadi gemas sendiri sama kamu. Suamimu itu selingkuh sama Salma, sahabatmu itu. Dan mereka sekarang lagi pergi bulan madu. Itu yang Mama tangkap dari pesan ini." Aku terhenyak, kedua netra ini membulat sempurna. Kucoba mengelak, tapi kenyataannya ini lah yang terjadi. 

"Keterlaluan mereka Ma, aku tidak terima! Beraninya Mas Reza mengkhianatiku! Beraninya mereka bermain api dibelakangku!" Mataku memanas. Emosi yang sempat surut kini meletup-letup. Salma, aku mengenalnya sejak kami duduk di bangku sekolah menengah atas. Tidak menyangka ia menusukku dari belakang. Pantas sudah beberapa kali Salma menanyakan hal apa saja yang suamiku sukai. Dan, bodohnya aku tidak menaruh curiga padanya. 

"Na, jangan ngebut-ngebut."

"Aku kesal Ma, aku tidak menyangka mereka mengkhianatiku seperti ini. Rasanya sakit, Ma. Salma sudah aku anggap seperti saudaraku sendiri," tuturku.

"Mama ngerti, tapi sekarang kita lagi ada di jalan!"

Aku tidak menjawab penuturan Mama. Melainkan menurunkan kecepatan. Ingatanku tertuju pada obrolanku dengan Mas Reza tadi pagi. Ia mengatakan akan pergi keluar kota selama tiga hari. Brengsek, ternyata itu hanya kedok semata. Padahal dia sedang merencanakan pergi berbulan madu sekarang. Parahnya ia selingkuh dengan sahabatku sendiri. Ya Tuhan, sakit sampai terasa ketulangnya ini. 

"Mama ada di samping kamu, meski Reza anak Mama. Mama akan dukung kamu," sambung Mama. 

"Makasih ya Ma."

"Sama-sama sayang, tenangkan dirimu. Kita hadapi masalah ini dengan kepala dingin. Lagi pula Mama tidak Sudi memiliki menantu seperti Salma! Mama tidak suka, dia arogan dan sombong!"

Membuang napas kasar, aku memaksa tersenyum. Tampak Mama memasukan kembali ponsel Mas Reza ke dalam tasku.  

"Kamu harus kuat, jangan lemah. Mama screenshot chatnya sebagai bukti, dan Mama kirim ke W* Mama."

"Iya Ma, apa pun yang kulakukan nanti. Kuharap Mama tidak membenciku."

"Jadi ponselmu tertukar dengan ponsel Reza?"

"Iya, Ma. Tadi Pagi Mas Reza berangkat ke kantor tergesa-gesa," jelasku. Mama tersenyum, yang kutahu itu senyuman luka. 

Setelahnya tidak ada lagi percakapan. Mama menatap dari balik jendela. Sedangkan aku sibuk dengan pikiranku yang berantakan. 

****

Tiga puluh menit berlalu. Aku dan Mama tiba di rumah Salma. Kami keluar dari mobil, berjalan cepat menuju rumah Salma. 

"Salma keluar kamu, kembalikan anakku! Dasar murahan! Suami sahabat sendiri kamu embat!" Mama mengendor pintu rumah Salma. Aku mengedarkan pandangan. Sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam rumah ini. Tapi mobil Mas Reza ada di sini. 

"Sepertinya Salma tidak ada di rumah, Ma! Apa mungkin mereka sudah berangkat ke bandara."

"Awas saja nanti, kalau Mama ketemu sama Reza. Mama habisi itu anak! Sekalian sama jalangnya!" kesal Mama. 

Aku mengusap wajah kasar, sialan, aku kehilangan jejak. Kira-kira Mas Reza dan Salma pergi bulan madu ke mana?

"Mereka pergi ke mana ya, Na?" celetuk Mama.

"Aku tidak tahu Ma, di ponsel Mas Reza tidak ada percakapan mereka  akan pergi ke mana," jelasku. 

Dengan susah payah aku menelan ludah. Lalu menatap Mama.

Sebelas alis Mama terangkat, ia mengangkat wajahnya. 

"Ayo Mama ikut aku,"

"Mau kemana?"

"Kita ke kantor Mas Reza, Ma. Siapa tahu sekretaris Mas Reza itu tau keberadaan dia sekarang."

"Iya kamu benar, kita kuliti itu sekretarisnya. Bagaimanapun caranya kita labrak Reza!"

Aku dan Mama berjalan memasuki mobil, lalu melajukan mobilku menuju jalan raya. 

Aku tidak akan menyerah, aku akan berusaha menemukan keberadaan kalian!

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lela Redmi
keren mertua kompak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status