Share

Perhatian Altair

“Aquila, kau ingin makan sesuatu?” tanya Altair setelah sampai di apartemen mereka.

“Aku ingin langsung istirahat saja kak.” jawab Aquila lemah. Ia masih merasa pusing, badanpun masih terasa berat. Altair hanya mengangguk, ia memapah Aquila ke kamarnya. Terlihat sekali raut lelah di wajah gadis itu. Altair menidurkan Aquila pelan, menyelimutinya sampai sebatas dada, tidak lupa mengelus surainya lembut.

“Tidurlah!” ucap Altair sembari mengusap-usap kuping Aquila pelan. Matanya menatap Aquila lekat. Gadis itu menuruti perkataan pria di sampingnya, ia mencoba memejamkan mata. Aquila yang begitu merasa nyaman akan perlakuan Altair langsung terbawa ke alam mimpi. Ia tidak pernah diperlakukan selembut ini oleh orang lain. Yakin Aquila telah tertidur Altair keluar menuju balkon lalu meraih handphonenya untuk menghubungi seseorang.

“Halo Tsuyu, bisakah kau ke apartemenku sekarang? Temanku sakit.” Pinta Altair kepada temannya yang seorang dokter.

“Baik, aku tunggu.” Lanjutnya setelah mendapat jawaban dari seberang sana. Altair duduk di kursi yang terdapat di balkon, melirik meja ada sebungkus rokok yang belum jadi ia nikmati dulu. Mengeluarkan sebatang lalu membakarnya, ia hisap benda yang mengandung zat adiktif itu, menghembuskannya pelan.

“What’s wrong with me huh.” Altair berujar lirih pada dirinya sendiri. Sudah lama dia tidak merasakan debaran halus karena seseorang dan kini debaran halus itu selalu datang setiap kali ia menatap wajah Aquila. Tapi ia tak berani menyimpulkan perasaannya saat ini. Ini salah pikirnya. Sebelumnya dia meminta gadis itu untuk menunggu hingga ia yakin akan perasaanya sendiri, tetapi bukankah ini juga kejam untuk Aquila jika ternyata Aquila ada perasaan untuknya.

“Bodoh sekali, tentu saja Aquila menganggapku kakak.” ucap Altair pada dirinya sendiri.

Suara bel pintu membuyarkan lamunan Altair, segera ia matikan rokoknya yang memang tinggal sedikit dan bergegas membukakan pintu.

“Altair oppa, apa kabar? Siapa yang sakit?” tanya wanita bernama Tsuyu begitu pintu dibuka. Wanita keturunan Jepang-Korea itu adalah teman Altair di sekolah menengah atas yang kini berprofesi sebagai dokter. Otak jeniusnya menghantarkan dia meraih mimpinya di usia yang terbilang masih muda.

“Sahabatku, dia demam dan tadi siang sempat pingsan.” jelas Altair. Ia mempersilahkan Tsuyu masuk, lalu menghantarnya ke kamar Aquila. Mengetuknya pelan, saat Altair membuka pintunya ternyata Aquila sudah bangun, gadis itu bersandar pada ujung sofa, pandangannya kosong menerawang jauh entah kemana.

“Aquila.. ini Tsuyu teman lamaku, dia seorang dokter dan dia yang akan memeriksamu.” ucap Altair lembut, mencoba mengambil atensi Aquila dari lamunannya. Dengan cepat Aquila menoleh ke arah sumber suara.

“Dan Tsuyu, kenalkan ini Aquila.” Lanjut Altair.

Aquila dan Tsuyu saling membungkukkan badan sebagai tanda salam, setelahnya Tsuyu mulai memeriksa Aquila sedangkan Altair memutuskan pergi ke dapur untuk membuatkan minum untuk teman lamanya itu.

.

Selang tak berapa lama Tsuyu menghampiri Altair yang tengah duduk sendirian di dapur, “bagaimana keadaannya?” tanya Altair begitu melihat Tsuyu.

“Dia kelelahan dan dehidrasi, sebaiknya kau harus membuatnya istirahat!” jawab wanita itu.

“I will!”  Altair berucap mantap.

“Aku juga sudah menyiapkan vitamin untuknya, sudah aku letakkan di meja nakas, kau harus memantau Aquila agar meminumnya dan aku akan resepkan obatnya.” Altair menganggukkan kepala tanda mengerti.

“Who is she?” Tsuyu menyesap teh yang Altair berikan padanya.

“Dia teman Arata yang kebetulan tinggal di sini.” jawab Altair ragu yang hanya ditanggapi Tsuyu dengan ‘oh’ ria. Tsuyu tahu betul tatapan yang Altair berikan pada gadis itu bukanlah tatapan seorang teman.

“Oppa.. dia sudah kembali ke Korea minggu lalu.” ucap Tsuyu serius.

“Itu sudah tidak ada hubungannya denganku.” Altair berujar santai, ia menyesap kopinya.

“Dia ingin kembali padamu!”

“Setelah semua yang dia lakukan?” Suara rendah Altair mengintimidasi wanita di depannya.

“I’m so sorry!” jawab Tsuyu pada akhirnya.

No need, bukan salahmu.”

“Baiklah sepertinya aku harus kembali ke rumah sakit sekarang, ini resep untuk Aquila, kau bisa membelinya di apotek” Tsuyu menyerahkan resep pada Altair.

“Thanks, i will treat you later!” Altair tersenyum ramah.

Anytime, jika Aquila belum membaik setelah meminum obat yang aku resepkan segera bawa dia ke rumah sakit, okey?” Altair menganggukkan kepala tanda mengerti.

“Biar aku antar, aku juga harus membeli ini!” Altair berucap sambil menunjukkan kertas resep yang tadi Tsuyu berikan padanya, wanita itu tersenyum.

Baru saja mereka akan membuka pintu, pintu itu sudah terbuka dari luar, “sayang, aku pulang!” seru seseorang dari arah luar.

“Naoki?” gumamTsuyu. Wanita itu kaget melihat Naoki yang datang. Mereka bertatapan untuk beberapa saat.

“Berhentilah memanggilku sayang!” Altair menjentik dahi Naoki keras, ia dan Tsuyu tertawa melihat respon lucu yang Naoki berikan. Pria itu memegangi dahinya seakan kesakitan, “masuklah, aku mau keluar sebentar.” ucap Altair pada Naoki.

“Tidak, aku harus pulang. Ini file yang harus kau tanda tangani, tadi aku sudah menyelesaikan semuanya dengan Ryota.” Naoki menyerahkan beberapa map yang berisi file-file hasil meeting mereka tadi sore.

“Thanks a lot!” Altair menerima map itu, ia benar-benar bersyukur karena mempunyai sahabat seperti Naoki dan Ryota. Ia hanya meminta mereka untuk menghantarkan pekerjaan yang belum sempat ia kerjakan tadi tapi mereka sudah menyelesaikan bagiannya.

“Oh iya.. seingatku apartemenmu searah dengan rumah sakit tempat Tsuyu bekerja, bisakah kau menghantarkannya? Aku takut meninggalkan Aquila sendirian.” Tsuyu dan Naoki menatap Altair penuh tanya.

“Apa?” Altair berucap santai, “sekali lagi terima kasih, sayang!” Altair mencubit pipi Naoki lalu melemparkan senyum menyebalkan. Altair masuk kembali ke apartemennya setelah sebelumnya menutup pintu dan meninggalkan Naoki dan Tsuyu di luar.

“Dasar anak itu.” Naoki menggaruk lehernya yang tidak gatal, ia salah tingkah ditinggalkan berdua dengan Tsuyu. Tsuyu tersenyum lembut melihat tingkah Naoki, “ayo biar aku antar ke rumah sakit.” Naoki menawarkan diri.

“Terima kasih, kalau begitu ayo.” jawab Tsuyu ramah.

Altair yang sebenarnya masih berdiri di balik pintu keluar setelah yakin Naoki dan Tsuyu sudah meninggalkan apartemennya. Altair melakukan itu bukan tanpa alasan, ia tahu sejak dulu Naoki menyukai Tsuyu tetapi Naoki tidak berani mengambil langkah untuk mendekati wanita itu sampai akhirnya Tsuyu menjalin hubungan dengan orang lain. Sekarang setelah Altair tahuTsuyu sudah putus dengan kekasihnya mencoba mendekatkan sahabatnya dengan wanita anggun itu karena sampai sekarang pun ia yakin Naoki masih menyukai Tsuyu.

Altair berjalan pelan menuju apotek yang terletak di seberang apartemen sambil sesekali mengecek smarthphonenya, di lobi apartemen ia bertabrakan dengan seorang pria asing. Dengan segera ia meminta maaf karena lalai berjalan sambil membuka telepon.

“Sumimasendeshita!” ucapnya sembari membungkukkan badannya sembilan puluh derajat.

“Iie, nandemonai.” jawab pemuda asing itu. Pria itu memperhatikan Altair untuk beberapa saat.

“Kalau begitu saya permisi.” ucap Altair yang merasa risih karena pria itu memperhatikannya.

“Ah.. kau penghuni di sini?” tanya pria itu, membuat Altair semakin risih. Altair tidak begitu suka berinteraksi dengan orang baru kecuali untuk urusan pekerjaan.

“Iya.” jawab Altair pendek, ia ingin segera mengakhiri obrolannya.

“Aku penghuni baru apartemen ini, namaku Aki. Salam kenal!” Pria itu mengulurkan tangannya, tanpa menunggu lama Altair menerima jabatan tangan itu.

“Altair.”

“Kau tinggal di lantai berapa? Aku lantai enam.” jelas pria asing itu tanpa diminta.

“Delapan, maaf aku sedang terburu-buru!” Tanpa basa-basi Altair meninggalkan pria yang bernama Aki sebelum pria itu berhasil menjawab ucapannya.

“Hmm.. aku tidak tahu kenapa kau bisa jatuh cinta dengan pria dingin seperti dia, Aquila.” gumam Aki. Ia sadar Altair adalah orang yang dulu melihat dirinya dan Aquila berciuman.

***

“Ohayou..!” sapa Aquila pada Altair yang terlihat tengah sibuk di dapur.

“Ohayou.. Kau sudah baikan?” jawab Altair, ia menghentikan aktivitasnya untuk melihat Aquila sejenak.

“Ya, berkat obat dari kak Tsuyu dan perawatan dari perawat pribadiku.” Aquila tertawa kecil.

“I’m glad to hear that!” Aquila mendekati Altair yang terlihat tengah membuat bubur, ia sangat cekatan membuatnya.

“Kak.. siapa yang mengajarimu memasak? Masakanmu selalu enak.”

My mom, dia bilang memasak itu salah satu ketrampilan yang harus kita kuasai tak peduli kamu seorang wanita ataupun seorang pria.” jelas Altair. Ia menghidangkan semangkuk bubur hangat untuk Aquila dan semangkuk untuk dirinya.

“Ibumu pasti orang yang sangat pengertian ya.” Ada nada sedih dalam ucapannya.

“Kapan-kapan kau akan aku kenalkan dengannya dan memintanya untuk mengajarimu memasak.” Altair tahu Aquila sedikit iri mendengar dia berbicara tentang ibunya. Aquila tumbuh dengan sang nenek dan yang Altair tahu hubungan Aquila dengan ibunya tidak begitu dekat.

“Umm.. terima kasih!” ucap Aquila pelan. Mereka berdua menikmati hidangan yang sudah Altair siapkan.

“Aquila.. hari ini aku harus bekerja, kau tidak apa-apakan sendiri?” Aquila tersenyum mendengar ucapan pria yang kini duduk dihadapannya.

“Kak.. aku baik-baik saja.” ucap Aquila meyakinkan Altair, hatinya menghangat mendapat perhatian yang begitu besar dari pria itu. Altair tersenyum. Sepertinya dia terlalu mengkhawatirkan gadis manis ini.

“Ya sudah kakak siap-siap saja, aku yang akan membereskan!” Aquila menghentikan Altair yang bersiap membereskan sisa makan mereka, “jika kau yang memasak, aku yang akan membereskan sisanya jika aku yang memasak, kakak yang akan membereskan sisanya, bagaimana?” tawar Aquila.

“Baiklah, kalau begitu tolong ya.” Altair berucap ramah.

Setelah Altair menyelesaikan sarapannya ia bergegas bersiap untuk bekerja. Baru saja dia akan memasuki kamar mandi, smartphonenya berbunyi.

“Ya, ada apa Ryota?”

“Altair.. cepat datang ke kantor!” seru Ryota dengan nada serius dari seberang sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status