Share

Cerita Orang

“Oh, jadi itu awal mulanya. Ah, itukan cuma suara saja, Kak. Bisa jadi, itu beneran tikus seperti kata om Farhan. Iya kan, Om?” tanya Gina pada ayahku.

Ayah hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Gina sambil meminum secangkir kopi.

“Ih, itukan baru permulaan, Gin! Masih ada cerita selanjutnya yang lebih aneh. Lagi pula, mana ada suara tikus berlari dengan suara sekeras itu. Aku bahkan ingat sekali sampai sekarang jelasnya suara itu,” jelasku pada Gina.

“Terus, kelanjutannya bagaimana?”

“Lebih baik, makan baksonya dulu Neng Gina, Neng Dara …. Keburu dingin, nanti kan bisa lanjut cerita lagi,” ucap mas Bejo memotong pembicaraan kami.

“Benar juga kata Mas Bejo. Eh, tapi penasaran deh. Kita sambil cerita-cerita aja, ya. Waktu Mas sering berjualan keliling komplek, pas lewat rumah kakek pernah mengalami sesuatu atau kejadian aneh nggak?” tanyaku penasaran.

“Yaa …. Kalau dulu sih pernah, terutama pasca almarhum Pak Sutrisno sudah ndak adaada dan neng Dara sudah ndak tinggal di sana, setiap kali lewat situ sering terdengar lagu-lagu sunda. Suaranya kecil tapi jelas terdengar kalau sumbernya dari dalam rumah,” cerita mas Bejo dengan logat Jawa nya yang khas.

“Wah, serius Mas?!” tanya Gina kaget.

“Iya, dan itu sudah menjadi rahasia umum. Kalau tetangga-tetangga area situ sih, sudah pada tau, Neng.”

Ucapan mas Bejo mungkin benar adanya. Karena, aku sempat mendengar cerita dari beberapa tetangga, kalau mereka juga sering mendengar alunan lagu Sunda dari dalam rumah kakek.

Bagaimana dengan pak Darman? Saat itu, rumahnya masih dalam tahap pembangunan. Namun, ada hal yang cukup mengherankan yaitu, rumahnya tak kunjung rampung dan memakan waktu yang sangat lama untuk di bangun. Entah apa yang salah, tapi beberapa orang beranggapan kalau posisi rumah tusuk satelah yang memberi aura negatif dan menghambat pembangunan rumah pak Darman.

“Saat itu Mamang ingat sekali. Sepulang kuliah, Mamang berjalan kaki dari gerbang komplek menuju rumah. Karena tampak depan rumah sudah bisa terlihat dari ujung jalan, dari kejauhan Mamang melihat seseorang sedang berdiri dari dalam rumah di depan jendela dengan tangan kanannya yang diletakkan di kaca, entah siapa tidak tau orangnya. Yang terlihat jelas hanyalah, ia seorang perempuan. Rambutnya menjuntai sepinggang, pandangan dan postur tubuhnya lurus seperti sedang menunggu Mamang pulang ke rumah,” sela mang Danu ikut bercerita.

Kami semua terdiam. Aku cukup merinding mendengar hal itu karena ini pertama kalinya mendengar mang Danu bercerita tentang pengalamanya. Kami memang jarang bertemu di hari-hari biasa karena sekarang ia sudah bekerja di luar kota.

“Jadi, itu alasan Mamang tidak pernah pulang?”

“Iya, itu alasannya. Sebenarnya, Mamang tidak tega pada kamu Dara, Tasya dan juga Robi. Namun, jujur saja saat itu Mamang takut juga. Karena tau kalau perempuan itu bukanlah salah satu dari kalian. Ah, pokoknya mah, ngeri kalau diingat-ingat.”

“Hiiii, seram juga, ya. Tapi aku penasaran deh siapa wanita itu,” tutur Gina.

“Lalu, setelah Mang Danu memutuskan untuk tidak pulang, kemana Mamang pergi?” tanyaku lagi.

“Ke rumah teman di blok bawah, itu si Fajar. Mamang sering menginap di sana kalau lagi malas pulang ke rumah.”

“Oh, iya-iya, aku ingat. Om Fajar pernah telpon ke rumah dan menanyakan mengenai kabar kami. Dia bilang kalau ada apa-apa, segera meminta pertolongan pada tetangga. Kedengarannya ia cukup khawatir saat itu, karena seperti biasa aku hanya bertiga dengan Tasya dan Robi. Ayah dan Ibu belum pulang. Lalu dengan santainya Mamang menginap di rumah om Fajar??”

“Iya, hahahahha. Dia khawatir pisan mikirin kalian, Mamang juga sih, hanya saja Mamang yakin kalian bisa survive! Haha.”

“Wah gila sih, jahat banget loh Mang Danu. Kasian tau Kak Dara ih! Parahh!” gerutu Gina ikut kesal.

Ternyata, hal itulah yang menyebabkan mang Danu jarang pulang. Walaupun memang setiap hari aku selalu menantinya dan berharap menjaga kami di rumah, namun kalau mengalami hal seseram itu, aku pun akan berpikir dua kali untuk pulang ke rumah.

“Jadi …. Kira-kira siapakah wanita itu??!” celetuk mas Bejo.

“Hanya Tuhan yang tau, Mas. Hahaha .…” jawab mang Danu.

Siapa wanita itu? Apa yang ia lakukan di rumah itu saat aku dan keluargaku berada di dalamnya? Begitu pula dengan lagu-lagu sunda tadi. Memang, semasa hidup setiap pagi Kakek selalu memutarkan lagu khas sunda dan itu menjadi rutinitas setiap pagi. Tapi kan, Kakek sudah nggak ada? Lalu siapa yang memutarkan lagu-lagu itu?

“Sudah, jangan cerita hantu-hantu terus. Anak muda jaman sekarang sukanya horor melulu,” ucap om Agung meledek kami.

Walaupun takut, aku sangat tertarik sekali mendengar cerita lainnya yang dialami oleh mang Danu. Masih banyak hal yang belum aku ceritakan karena aku masih ragu, apakah itu memang berhubungan dengan hal mistis atau hanya sugesti saja.

“Ih! Om Agung diam deh, yang tua sama yang tua saja, kita yang muda lagi asik cerita-cerita, nih! Lanjut dong Kak Dara, seru nih,” hardik Gina.

“Lalu, apakah Ayah dan Ibu tidak pernah melihat sosok itu selama kalian tinggal di sana?” tanyaku.

“Kalau kami, jelas banyak sekali pengalaman misterius dan aneh juga. Tapi, kami tidak bisa cerita banyak saat itu karena kalau kami takut, kalian pun anak-anak pasti akan takut juga.”

“Iya, benar apa kata Ibu. Kami tidak punya pilihan, karena kita tinggal dirumah itu ya… kita harus menguatkan diri atas apa pun yang terjadi,” jawab Ayah bantu menjelaskan.

“Memang sih, Om juga pernah mendengar sesuatu di sana, terutama di area paviliun yang tepat bersebelahan dengan sumur di ujung rumah. Inget teu, Dara?” tanya om Agung padaku.

“Inget banget! Itu salah satu area yang sangat aku takuti. Karena, walaupun sumur itu ditutup dengan papan kayu, namun dinding ruanganya terdapat ukiran berbentuk harimau berwarna kuning. Aku ingat sekali dan tak mau sekali pun masuk ke dalam ruangan itu,” jawabku seraya menggelengkan kepala.

“Emangna, ngadenge sora naon, Gung?” tanya Ayahku ikut penasaran.

“Tak lain dan tak bukan, suara geraman. Siga kieu: Hmmmm, jelas pisan di telinga. Yakin eta mah nggak salah dengar. Mungkin, ada siluman maung di situ. Hahaha, hereuy ketang. Jangan terlalu serius atuh!”

“Hah?? Siluman? Yang benar saja, Om! Jangan bercanda, dong.” Ucap Gina protes dengan kerutan didahinya.

“Eh tapi, kalau suara geraman itu benar. Nah, kalau soal siluman, ngga tau tah. Cuma asal denger aja.”

Kami terdiam dan saling menatap satu sama lain. Tiba-tiba suasana di warung bakso mas Bejo menjadi hening seketika. Akhirnya, kami memutuskan untuk pulang dan berencana menginap di rumah tante Eva karena masih dalam suasana liburan bersama keluarga, cerita pun akan kulanjutkan pada Gina sesampainya disana. Namun, ada yang masih mengganjal dalam hatiku,

‘Mungkinkah benar-benar ada siluman di rumah itu?’

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status