“Ingat perkataanku Six. Jangan pernah percaya pada siapapun disini, anggaplah mereka musuh!”
Kali ini, aku sedang menjelaskan beberapa peraturan dan hal hal yang harus di mengerti Six. Sebenarnya peraturan yang dibuat The Strary cukup sederhana hanya saja, peraturan kehidupanya yang sulit. Aku jadi teringat, sebelum jadwal penjualan kemarin, six sempat mendapatkan tato ditanganya untuk pertama kalinya. Dan seperti milikku, tatto ditanganya juga memiliki angka zero. Aku juga menjelaskan fungsi dari tatto tersebut kepadanya.
“Apa itu juga termasuk dirimu?”. Six memandangku.
Aku menelan ludah, benar juga perkataanya. Aku juga termasuk notabene siapapun disini.
“Itu terserah padamu, kau bisa percaya denganku atau tidak itu semua terserah padamu. Aku tak akan memaksa, tapi satu hal yang perlu kau tahu aku berusaha mempercayaimu disini” kataku.
"Hmm..." gumam Six panjang.
Perlahanku tundukkan kepalaku, bermain dengan jariku. “Kau sudah bilang akan selalu bersamaku bukan?” gumamku pelan.
Mendengar perkataanku Six tertawa pelan, “Aku hanya bercanda” ujarnya. “Kau tak perlu menjawabku seserius itu, lagipula kau satu satunya yang bisa ku ajak berbicara disini. Dan kau juga telah menolongku, tentu saja aku akan percaya padamu”
Wajahku memerah malu, bagaimana caraku tahu ia sedang bercanda? Aku hidup dengan keras selama ini. Padahal aku sudah membayangkan kemungkinan terburuk jika saja Six lebih memilih menjauhiku juga.
Aku mengangkat kepalaku, menepuk tanganku bersemangat “Baiklah hari ini, apa tugas yang diberikan padamu Six?”
“Hm..” Six menaruh telunjuknya di dahi, berusaha mengingat. “Sepertinya aku dijadwalkan memberi makan Kerberos bersama dengan Four”
Aku memincingkan mataku, “Kau yakin itu tugasmu?”
Six mengangguk binggung, “Kenapa?” katanya sambil memiringkan wajahnya bingung.
Aku terdiam sejenak, berpikir. “Biasanya anak baru tak akan diberikan tugas sesulit itu”
“Oh.. aku menggantikan Two. Tadi waktu aku melihat ke papan seperti yang kau bilang, aku menggantikan semua jadwal yang Two punya”
“Kenapa kau menggantikanya?” tanyaku.
Tiba tiba Six menaruh tanganya di bahuku, aku menatap binggung tak tahu apa yang sedang terjadi sekarang.
“Three, kau harus lebih peduli dengan sekitar”
Aku menyingkirkan tanganya dari bahuku, “Apa maksudmu? Ini dan itu tak ada hubunganya sama sekali”
Six menghela nafas panjang, “Bagaimana bisa kau tak tahu ketika temanmu sendiri baru saja terbeli kemarin?”
“Aku dipukuli kemarin, tentu saja aku tak tahu informasi apa yang terjadi di tempat jual beli kemarin” kataku cemberut.
Aku sudah menghafal jadwalku dengan baik, jadi wajar saja jika aku tak pergi ke papan pengumuman untuk melihat jadwal yang ada. Hawa keberadaan manusia lain sangat tipis, aku sampai tak menyadari sel di depanku kosong. Disini, jika ada seseorang yang terbeli maka, anak yang baru datang akan menggantikan nomer mereka. Maka dari itu tak heran, jika One baru berada disini beberapa bulan yang lalu.
“Sudahlah jangan membahas yang tak perlu, sekarang aku akan menjelaskan apa yang harus kau lakukan ketika bertugas memberi makan Kerberos. Sebelumnya, kau tahu apa itu Kerberos kan?”
Six menggeleng. Aku menepuk dahiku, pantas saja ia dengan gampangnya mengatakan tugasnya hari ini. Aku saja saat pertama kali mendapatkan tugas ini hampir pingsan di tempat.
“Baiklah aku akan menjelaskanya padamu, Kerberos adalah anjing berwarna hitam bertubuh besar dengan kepala tiga yang menjadi penjaga The Strary. Kau tak tahu seberapa besar anjing itu, ia bahkan lebih besar dari pada penjaga beast yang paling besar sekalipun.Oh ya.. Kerberos merupakan peliharaan pemilik tempat ini, dan kau tahu bagian apa yang paling menyeramkan dari anjing itu?” kataku menggebu gebu.
Six menggeleng lagi
“Anjing itu sangat ganas. Tak ada jeruji yang membatasinya, anjing itu dibiarkan lepas di halaman belakang bangunan ini. Dan kita di tugaskan untuk memberi makan mereka setiap hari secara bergiliran. Hal yang perlu kau waspadai adalah, anjing itu suka mengejar makhluk hidup karena tugasnya sebagai anjing penjaga, siapapun akan dijadikanya musuh”
Six mengangguk paham, “Akan ku ingat itu” ucapnya.
“Oh, dan lagi. Walaupun kalian sama sama manusia dan bertugas dalam tugas yang sama, jangan percaya pada makhluk lain. Ingat itu, aku tak ingin temanku satu satunya mati pada minggu pertamanya disini”
“Tenang saja, aku tak akan mati semudah itu” katanya sambil tertawa.
Aku berusaha tertawa bersamanya, walaupun nada bicaraku terdengar tenang. Jantungku sejak tadi berpacu dengan kencangnya, apa ini cara mereka menghukum Six? Dengan memberikanya tugas memberi makan Kerberos di hari pertamanya berkerja?. Aku sengaja menyembunyikan fakta penting lainya tentang tugas ini, lebih baik Six melaksanakan tugasnya tanpa tahu tugas kejam apa yang akan dihadapinya. Ia terlalu baik, sikapnya itu berlu di ubah. Aku juga tak tahu bagaimana sifat Four, pada awal kedatangnya dia sama sekali tak mau menatap kearahku. Kami juga tak pernah kebagian tugas bersama selama ini. ia datang ke The Strary ini 1 tahun lebih lama dariku, ya… mungkin jika dibulatkan ia sudah berada di sini 2 tahun lamanya.
Aku melihat jam dinding yang tertempel di tengah basecamp, aku tak tahu bagaimana bentuk basecamp ras lainya. Tapi disini hanya disediakan satu jam dinding untuk mengingatkan agar tak terlambat saat bertugas.
Jarum jam kini sudah menunjukkan jam 7.00, waktunya bertugas. Kami sudah mengambil sarapan kami tadi di dapur, aku ingat bagaimana wajah Six begitu melihat kami hanya mendapatkan bubur putih hambar tanpa lauk apapun yang mendampingi. Hari ini aku bertugas membersihkan aula, dibandingkan Six tugasku berkali kali lipat lebih mudah. Walaupun aku harus membersihkan satu aula besar sendirian, setidaknya sapu dan alat pel tak bisa membunuhku.
Tok.. tok… seorang anak laki laki mengetuk jeruji selku dengan tanganya. Four dengan wajahnya yang terlihat suram, berdiri di depan sel kamarku. Aku menatapnya lamat, baru kali ini aku menatap wajah Four dari dekat. Biasanya ia akan langsung menghindar begitu melihatku, mungkin karena dulu saat ia pertama kali datang aku terlalu cerewet dan itu mengganggunya.
“Ah.. sudah saatnya kita bertugas” kata Six sambil beranjak dari tempatnya duduk.
Aku mengikuti gerakan Six dan beranjak keluar dari sel kamarku. Kami berjalan bersama meninggalkan basecamp zero menuju ke tempat bertugas masing masing. Kami melewati lorong yang panjang, bangunan disini terbuat dari batu bata tanpa cat indah yang menutupinya. Lampu penerangan juga hanya terdapat di beberapa bagian saja, selebihnya gelap gulita. Kadang aku berinisiatif untuk membawa api jika ruanganya terlampau gelap. Tapi untungnya, tempat ini bersih. Setiap hari kami bergiliran membersihkanya, dan untungnya lagi, walaupun ras lain selalu memandang kami rendah. Mereka tak suka membuang sampah sembarangan untuk menambah tugas kami. Tak seperti ras manusia yang harus berkerja keras setiap harinya, hidup ras lain yang tinggal disini begitu enak. Aku selalu merasa iri dengan apa yang mereka miliki. Saat kami sibuk memberi makan Kerberos, membersihkan kotoranya, menyapu aula yang luar biasa luasnya mereka hanya diminta untuk mengelap beberapa kaca, itupun tak mereka lakukan setiap harinya.
Six menghentikan langkahnya secara tiba tiba, aku yang berjalan di belakangnya tentu saja menabrak punggungnya keras.
“Hei, apa yang kau lakukan?” hardikku sambil memegang kepalaku yang baru saja terbentur.
Six memutar badanya ke arahku, “Mengapa kau mengikuti kami?” tanya Six padaku.
“Ha?? Aku tak mengikutimu, kita melewati jalan yang sama. Tak usah merasa terlalu percaya diri seperti itu, untuk apa juga aku mengikutimu” kataku lirih.
Pintu menuju Karberos berada tepat setelah aula tempatku bertugas, tentu saja mau tak mau kami akan melewati jalan yang sama. Dan lagi, entah kenapa aku merasakan firasat buruk tetang hal ini.
“Ah.. benar juga, aku belum hafal struktur tempat ini hahaha” ucapnya sambil tertawa renyah.
Aku memutar bola mataku, “Sudahlah lebih baik kita bergegas”.
Aku melangkahkan kakiku mendahului mereka, toh tempat kami bertugas berbeda. Kini aku telah sampai di tempat tujuanku, aula yang besar dan megah berdiri kokoh didepanku. Dengan kaca hias yang indah, membuat pantulan cahaya dari luar memiliki warna pelangi. Tempat ini merupakan tempat perkumpulan para pembesar The Strary, mereka sangat suka membuat pesta dan berfoya foya begitu mendapatkan tangkapan besar. Seperti yang aku bilang mereka menculik anak yang tersesat atau anak yang berkeliaran tanpa rumah dan menjualnya untuk harga yang relatif mahal.
“Wow, tempat ini indah” kata Six begitu sampai beberapa langkah dibelakangku.
Aku menoleh ke arahnya, seperti biasa ia memberikan senyuman seperti tak ada yang membebani hidupnya. Kuulurkan tanganku hendak menarik tanganya.
“Hei!” ucap Four didepan pintu menuju ke tempat Kerberos.
“Ah, sampai nanti Three. Aula ini terlihat luas semoga kau bisa menyelesaikanya dengan cepat” ujar Six sambil menunjukkan rentetan giginya yang tersusun rapi. Dengan cepat ia memutar arah menuju ke tempat Four berada.
Aku menatap tanganku yang masih menggantung di udara dan tubuh Six yang mulai berjalan menjauh. Apa aku harus memberitahunya? Apa semua akan baik baik saja? Apa ia akan kembali dengan selamat?. Berbagai pikiran bertabrakan di otakku. Aku mulai meragukan keputusanku tadi. Six mulai berjarak sangat jauh dariku, tiba tiba badanku bergerak dengan sendirinya.
“Berhenti” kataku sambil menarik tangan Six.
Tentu saja hal itu membuatnya berhenti dengan tatapan binggung yang terpampang jelas diwajahnya.
“Ada apa?”
“Aku akan menggantikan tempatmu, kau urus tempat ini saja. Tugasmu hanya menyapu dan mengepel tempat ini, tak susah bukan. Untuk memberi makan Kerberos aku akan melakukanya dengan Four” Suaraku terdengar sangat putus asa. Sekilas aku dapat melihat Four yang tak senang denganku yang tiba tiba mengusik mereka, atau mungkin karena ia memang tak suka denganku.
Pok.. tangan Six menepuk kepalaku pelan, “Kau panik sekali, aku hanya akan memberi makan Kerberos bukanya mau pergi ke medan perang. Tak ada yang perlu di khawatirkan, ayo Four kita berangkat” katanya sambil berlalu pergi.
Aku masih berdiri kaku di tempat, Ah.. aku belum memberitahunya bagaimana cara memberi makan Kerberos. Apa semuanya akan baik baik saja?.
“Hei kau budak kecil, apa yang sedang kau lakukan? Cepat mulailah berkerja!” Seorang penjaga yang bertugas untuk mengawasi pekerjaan kami meneriakiku dari jauh, sontak aku berjalan dengan cepat mengambil sapu dan memulai tugasku walaupun sedari tadi mataku tak lepas dari pintu menuju ke halaman belakang tempat Kerberos berada.
“Maafkan ya, Three kadang terlalu panik untuk hal kecil” kata Six sambil tertawa kecil. “Bukankah ia merepotkan” ucap Four ketus. “Tidak juga, ia malah terlihat lucu” Four menatap Six dengan tatapan tak percaya, “Bagian dari mana yang lucu? Ia mengikutimu ke sana kemari, mengajakmu bicara dengan wajahnya yang menyebalkan itu. Aku tak tahan denganya, bukankah ia lebih terlihat menjijikan?” Six tersenyum, namun matanya menunjukkan kemarahan. “Kau banyak bicara ya ternyata, sebaiknya kau menutup mulutmu dan berhenti bicara buruk tentangnya” Four mendengus, “Pantas saja kau dekat denganya, ternyata kau sama gilanya dengan gadis itu” “Hahaha terimakasih atas pujianya” kata Six sambil tertawa lebar. Pintu besar yang terbuat dari besi kini berada tepat didepan mereka. Setelah pintu yang terhubung dengan aula tadi, Six dan Four masih harus berjalan melewati lorong yang cukup panjang. Fungsi lorong ini untuk menyimpan berbagai keperluan
Aku berdiri terpaku di tempatku. Semalam aku tak bisa menemani Six seharian, terlalu beresiko. Jika para penjaga sampai tahu aku tak berada di dalam sel kamarku, dan menemukanku dalam sel milik Six. Bisa bisa mereka menyadari kondisi Six yang sedang terluka parah dan lagi mereka bisa saja menendang salah satu dari kami ke dalam sel yang saling berjauhan. Wajah Six terlihat buruk, nafasnya terdengar berat. Harapanku atas obat oles kemarin hancur seketika, ia tak membaik sama sekali. Ku tekuk lututku dan berjongkok tepat di sebelahnya. Panas, dahinya sangat panas. Aku menarik tanganku, apa yang harus ku lakukan?. Aku tak pernah mengalami hal seperti ini, kehidupanku yang keras sudah membuatku kebal akan luka. Iya, aku masih tetap merasakan sakit, tapi aku masih bisa menahanya, dan tubuhku juga tak membuat reaksi berlebihan. “Ibu” Six mengigau pelan. Dari mata yang masih terpejam itu terdapat setetes air yang berhasil mengalir dari matanya. Kuusap air matanya de
“Ah….” Desahku panjang sambil memijat pelan bahuku. Tak kusangka aku harus membersihkan aula besar itu sendirian dalam waktu singkat, bagaimana tidak? Yang bertugas untuk membersihkan aula hari ini adalah para Goblin. Dan ya.. seperti yang kalian tahu mereka meninggalkanku begitu melihatku mulai menyapu. Aku masih ingat bagaimana tawa kencang mereka yang mengiraku membantu mereka secara sukarela. Padahal alasan kenapa aula ini sangat kotor juga karena diriku. Dan lagi, ketika aku hendak membantu para werewolf menata aula, mereka memberikan tatapan tajam dan merendahkan ke arahku. Rasanya ingin ku teriakkan tepat di wajah mereka kalau aku sendiri juga tak mau berdampingan dengan mereka. Jika bukan karena hukuman dari penjaga The Strary, aku juga tak mau bersuka rela membantu mereka mengerjakan tugas. Alhasil aku tak melakukan apapun, begitu aku bergerak sejengkal saja, mereka sudah menjauh berlangkah langkah, dari pada aku malah menghambat pekerjaan mereka. Bukankah lebih baik aku du
Aku mengintip tubuh Six dari kejauhan, sejauh ini tak ada tanda tanda aneh dari dirinya. Ia juga belum membuka matanya sedari tadi. Aku tak tahu bagaimana suhu tubuhnya, tapi dari tarikan nafasnya yang terdengar normal sepertinya ia baik baik saja, ku harap begitu. Aku masih waspada padanya, siapa tahu ia benar benar vampir yang sedang bersembunyi. Matanya yang masih menutup membuatku tak bisa membuktikan jati diri Six, Ku harap semalam hanyalah mimpi belaka.Tapi kenyataan terus terusan berusaha menghancurkan harapanku. Kini aku berdiri didepan sel dengan angka 4 diatasnya. Aku menarik nafas panjang, ada tugas penting yang harus aku lakukan sekarang.“ Baiklah mari berkerja!” seruku bersemangat. Aku menarik tubuh Four keluar dari basecamp Zero. Dengan tubuhku yang kecil aku tak bisa membawa Four di bahuku ataupun menggendongnya di punggungku. Dengan sangat terpaksa aku harus menyeretya dengan kain dan membawanya melewati lorong yang menghubungkan dengan au
“Jadi jelaskan padaku, siapa dirimu sebenarnya!” kataku to the point. Aku bukan tipe gadis yang akan berpura pura tidak tahu dan bertingkah seperti tidak ada yang terjadi.Six menatapku dengan bingung, “Apa maksudmu?”“Nggak perlu berpura pura padaku. Aku tahu ada yang kau sembunyikan dariku” kataku menyelidik.“Aku benar benar nggak tahu apa yang kau maksud Three. Aku baru saja bangun dari tidur panjang dan itu hal pertama yang ingin kau tanyakan padaku?. Kau juga, dari mana saja kau tadi?”. Kini giliran Six yang menanyaiku dengan nada yang tinggi.Aku menyerngitkan dahi, “Kenapa jadi kau yang marah denganku?”“Kau duluan yang menanyaiku dengan pertanyaan aneh, siapa yang nggak sebel dengan pertanyaan ambigu saat pertama bangun?. Padahal aku berharap kau menanyakan keadaanku, bukanya pertanyaan tidak masuk akal yang tak tahu dari mana asalnya itu”“Ini bu
Sudah beberapa hari berlalu sejak pertengkaranku dengan Six terjadi. Kami benar benar memutus hubungan satu sama lain dan bertingkah saling tak kenal. Bahkan ketika kami berpapasan, mata kami tak bertemu. Walaupun kami sudah bukan teman lagi, entah mengapa mataku selalu mengekor kemanapun Six pergi. Seperti induk ayam yang kehilangan anaknya, aku selalu merasa khawatir ketika Six belum kembali setelah bertugas, ataupun ketika ia mengaduh saat menggerakkan tanganya. Untuk kematian Four aku sudah mengurusnya dengan baik, para penjaga tak terlalu peduli dengan kami, aku tak perlu membuat alasan yang panjang dan penjaga itu sudah mengganguk mengiyakan. Dan benar saja, kini nama Four telah tercoret di papan tugas. Untuk saat ini ruangan miliknya masih sepi pengunjung, sepertinya The Strary belum membutuhkan tambahan babu untuk bertugas setiap harinya. Aku berjalan membawa nampan makanku, jam makan sore. Mungkin ini terdengar asing, tapi memang itu sebutan yang ku
Aku menggerakkan sapu yang kini berada di genggamanku. Dengan berkurangnya personil basecamp Zero, pekerjaan yang harus kami lakukan otomatis bertambah. Biasanya aku hanya perlu melakukan satu tugas saja setiap harinya, tapi kini aku mendapatkan dua tugas dalam satu hari. Memang tak setiap hari, tapi ini cukup memakan habis tenagaku. “Haaah…” helaku panjang. Dengan tugas yang banyak dan memakan waktu lama, membuat pertemuanku dan Six semakin jarang. Aku bisa merasakan jarak yang semakin membesar diantara kami, seperti ada jurang dalam yang memisahkan antara kami, yang semakin lama kian membesar. Aku menggerakkan sapu lagi, membersihkan sela sela ruangan yang belum semuanya tersapu bersih. Lorong sepanjang ini harusku bersihkan sendirian dalam waktu yang singkat, belum lagi aku harus pergi membersihkan kamar milik para penjaga. Para penjaga itu terlalu malas untuk bahkan membersihkan kamar mereka sendiri, padahal tangan kami sudah penuh dengan tugas tugas lain yang le
Aku berjalan tertatih, pengelihatanku lama lama menjadi semakin buram. Seluruh tubuhku di penuhi luka, penjaga itu tak berhenti walaupun telah melihat luka dipungungku. Ia hanya tertawa dan mencari tempat lain yang bisa di jadikanya bantalan pemukul. Aku berhenti sejenak, mengistirahatkan tubuhku. Kesadaranku hampir hilang. Jika aku roboh disini, tak seorangpun akan menyelamatkanku, yang ada aku akan di bawa ke ruangan khusus tempat persediaan makan Kerberos. Nafasku terengah naik turun. Jarak basecamp Zero tak jauh lagi, tapi tenaga yang tersisa di tubuhku begitu tipis. Rasa sakit yang menghujami seluruh tubuhku membuat kesadaranku tergoyahkan. Tak seperti biasanya, luka kali ini terlalu banyak dan terlalu dalam. Aku bisa menahan jika mereka hanya mencambukku beberapa kali, tapi tidak seharian penuh seperti ini, dan tepat saat kesehataan mentalku sendang rendah. Aku kembali melangkahkan kakiku. Dan sebuah pemandangan sukses mengagetkanku. Gadis siren itu berdiri did