Daninda yakin baru saja bermimpi. Tapi saat ia membuka mata memeriksa ponselnya dan melihat lagi. Masih mengenai perpisahannya. Damar telah mengirim pesan bahwa, ia marah karena kelakuan Daninda malam itu. Dan akan menceraikannya. Ia hanya bisa tertawa hampa, menjadi gugup. Memikirkan rumah tangganya. Wajahnya basah dengan air mata yang tertumpah. Dalam hati bertanya, apa yang kamu lakukan padaku? Ini bukan kenyataan, saat ia menutup matanya, itu akan menjadi mimpi. Daninda mencoba menyangkal perpisahannya dengan Damar. Air matanya sudah kering dan hanya menggumamkan namanya. Di dalam kamar ia meringkuk menjadi bola, berteriak menangis. Cinta yang seperti mimpi. Sekali mengucapkannya selamat tinggal, itu menjadi kenyataan. Seperti bangun tanpa alarm.Jika Damar kembali, ia akan memberinya satu kesempatan lagi. Daninda akan bersikap baik padanya. Seperti orang yang begitu bodoh. Semuanya demi Fahrania. Bahkan jika Damar merobek hatinya. B
Tanpa banyak bicara Daniel menggendong Fahrania dan menarik tangan Daninda. Gadis kecil itu tidak takut pada Daniel, malah tangannya merangkul leher pria itu dengan kuat. Daniel membukakan pintu mobil untuk wanita yang terluka itu. Daninda tanpa ragu masuk ke dalam. Daniel memberikan Fahrania. Lalu jalan memutar duduk di kursi pengemudi. Damar menatap marah. Daniel tidak peduli. Ingin rasanya ia menabrak pria jahat itu. Daniel menghembuskan napasnya kasar. Ia masih sangat marah. Ingin rasanya berkata kasar namun ditahannya. Mengingat ada gadis mungil di sebelahnya. Ia menoleh pada Daninda yang diam namun air matanya terus saja mengalir. Sudut bibirnya berdarah sedikit. Fahrania tertidur sambil memeluknya. Gadis kecil itu lelah menangis. "Bisa antar saya ke rumah teman saya aja?" tanya Daninda. "Baik lah," sahut Daniel. Ia membawa Daninda pergi karena takut jika suaminya
Mereka mencari tempat untuk usaha suvenir nanti. Tempat yang strategis dan juga banyak orang yang bisa melihatnya. Dengan setia Deira selalu mengantar Daninda. Sayangnya belum ada tempat yang cocok. "De, kita mampir ke JCO dulu yuk. Aku pengen minum kopi," ucap Daninda.Deira mendelik, "selalu kopi," dumelnya."Kamu ini kayak baru kenal aku aja, ah. Udah yuk," Daninda menarik lengannya masuk ke JCO.Deira mencari tempat duduk yang kosong. Ternyata ia melihat seseorang yang dikenalnya. Matanya langsung bersinar terang. Ia mencolek pinggang Daninda yang sedang berdiri menunggu pesanan di depannya."Apa?""Kamu lihat meja yang di ujung itu," bisik Deira."Daniel?" ucapnya tidak percaya melihat orang yang dikenalnya."Iya, ternyata ada dia di sini."Sahabat
Jeritan Daninda membuat semuanya berjengit kaget. Tanpa berkata-kata lagi Daninda buru-buru lari ke arah mobil tangannya merogoh tas mencari kunci mobil Setelah ketemu dibukanya dengan tangan gemetar. Ia menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Ia lakukan berulang kali untuk menenangkan diri. Jantungnya berdegup tidak karuan.Tokk... Tokk... Tokk..Daniel bicara. "Kamu kenapa?"Daninda tidak mendengarnya hanya menoleh. Daniel mengambil ponselnya di saku celana. Menelepon wanita yang ada di dalam mobil. Ponsel Daninda berdering."Kamu kenapa?"tanyanya lagi.Di jawabnya segera. "Aku nggak mau turun!!" jawab Daninda."Takut sama apa?"tanya Daniel."Doggy kamu, Daniel!!" ucap Daninda kesal. Kenapa pria itu tidak memberitahunya kalau memelihara anjing. Ia pasti tidak akan d
Bulan malam itu begitu terang. Menampilkan cahaya yang indah. Dengan sesekali semilir angin menyentuh dirinya. Daninda duduk sendirian di balkon rumah orang tuanya termangu menikmati suasana malam yang sunyi. Hanya terdengar suara jangkrik yang menemaninya. Daniel mengirimkan pesan. "Sedang apa?" Kini Daniel lebih intens mengirim pesan atau menelepon. Sejak Daninda datang ke rumahnya. Daninda bingung harus menjawab apa. Ia mengetik lalu di hapusnya berulang kali. Tanpa di duga ponselnya berdering. Nama yang tertera di layar datar itu'Daniel'. "Ya?" jawab Daninda ragu. "Pesanku tidak di jawab?"tanya Daniel. "Oh, aku.. Aku lagi santai aja." Entah kenapa dirinya menjadi gugup.
Mereka sama-sama terdiam. Ponsel Daninda tiba-tiba berdering. Ia mengangkatnya ternyata Kusuma memberitahukan bahwa Deira masuk ke rumah sakit karena pendarahan. Daninda dan Daniel bergegas ke rumah sakit. Selama di perjalanan Daninda menangis menyesali diri. Sudah lama ia tidak menelepon ataupun datang ke rumah Deira. Sehingga ia tidak tahu kabar Deira. Memang penyesalan selalu datang terlambat. Setibanya di rumah sakit Daninda ke ruangan di mana Deira di rawat. Sebelumnya ia menanyakan ke bagian resepsionis rumah sakit. Kusuma memegang tangan Deira. Wajah istrinya pucat pasi. Daninda masuk di ikuti Daniel. Ia melihat Deira yang terbaring lemah, tidak tega. Tangisannya pecah memenuhi ruangan tersebut. Kusuma berdiri dan menjauh dari istrinya. Membiarkan Daninda menggantikannya. "De," lirihnya. Deira pun meneteskan air matanya. "Dan," balas Deira. Daninda me
Kamis malam keluarga dari ibunya Daniel berkumpul di sebuah restoran mewah. Ia pun di undang. Dan menghadiri acara itu karena menghormati para orang tua. Apalagi orang tua Daniel menyuruhnya agar datang ke acara tersebut. Mereka tidak hadir karena tinggal di Amerika. Sebenarnya ia malas untuk datang pasti bertemu suami Pricilla. Pria pecundang yang tega meninggalkan istri dan anaknya. Waktu pernikahan mereka, Daniel sengaja tidak datang dengan alasan ada pekerjaan di luar kota. Ia hanya memberikan hadiah yang dikirim melalui sekretarisnya. "Maaf aku terlambat," ucap Daniel baru datang. Semua orang menoleh padanya. Damar mengerutkan keningnya saat melihat pria itu. Ia mengenali wajahnya yang telah memukulnya dulu. Pria yang bersama Daninda, mantan istrinya. "Om Daniel," ucap Pricilla girang. Ia berdiri dan menghampiri lalu memeluknya. Daniel tidak membalas, hanya tersenyum kaku. "Aku kira Om nggak dateng."
Daniel perlahan-lahan melepaskan tautan bibirnya. Ia menatap Daninda yang masih syok. Lalu mendekapnya erat. "Aku benci dengan kata'teman'yang keluar dari bibirmu.." Daniel mengucapkannya dalam dan penuh perasaan.Daninda bisa menghirup harum pria itu. Kepalanya tepat di dada Daniel. Matanya terpejam meresapi kehangatan dari tubuh Daniel. Tangannya terangkat membalas pelukan itu. Pria ini yang ia rindukan kemarin kini sedang memeluknya. Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Takut jika saat ini hanyalah sebuah mimpi semata.Daninda menyukainya. Tidak tahu sejak kapan. Pikirannya terus pergi pada Daniel. Seharusnya ia tidak melakukan ini. Benar-benar tidak bisa melakukan ini. Namun perasaannya semakin menjadi ketika pria itu menjauh darinya. Daninda mengenalnya. Daniel sedikit berbeda. Semua momen yang tiba-tiba datang. Hanya pria itu yang hadir dalam hidupnya kini.Bagaimana Daniel memasu