Pagi menyapa dengan cahaya yang gembira, si Bapak mengajak sang istri dan Santi untuk bertandang ke rumah Wildan. Si Bapak ingin mengucapkan permohonan maaf atas kerusuhan yang terjadi kemarin. Sayangnya, Lilis tidak mau ikut. Ia berkata tindakannya bukanlah sesuatu yang salah.Waktu menunjukkan pukul 07:00. Suara kicauan burung mengiringi setiap langkah. Sinar mentari menghangatkan badan dan membantu menyemangati niat baik pagi ini.Sesampainya di rumah Wildan, si Bapak dan Santi perlu menyerukan beberapa kali salam hingga Yati keluar. Ya, hanya Yati seorang diri yang menyambut kunjungan si Bapak dan Santi.“Teh Yati, saya atas nama pribadi, istri saya, dan juga anak saya, Santi, memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian kemarin. Saya tahu, omongan istri saya teh memang sangat menyakitkan. Tapi, saya mohon sekali Teh Yati dan Wildan memberikan kami maaf,” ucap si Bapak langsung pada maksud dan tujuannya bertamu.“Saya sudah maafkan, Cid. Saya juga sadar diri bahwa kami teh mem
Keesokan harinya, para tetangga berkumpul di depan rumah Santi dari semenjak Subuh. Mereka ingin turut memberikan semangat kepada sang calon bintang. Andai Santi terkenal, maka nama baik desa bisa terangkat. Begitu pikir mereka, berharap nasib baik Santi menular kepada generasi muda yang lain. Keukeu datang tepat waktu untuk menjemput Santi. Si Bapak pun tak bisa membendung haru. “Neng, jangan lupakan sembahyang ya! Jaga diri Neng baik-baik. Jaga juga iman Neng ya!” ucap si Bapak sambil mendekap Santi. “Teh, nanti kalau udah banyak duit beliin Obi hape ya,” ujar Robi dengan polos. “Dede juga mau, Teh,” imbuh si Dede. “Iya, doain Teteh semoga betah ya di sana. Teteh pasti kangen banget sama jagoan-jagoan kecil ini.” Santi mencubit pipi Robi, lalu memeluk erat si Dede. “Mamah mah cuma mau pesen, Neng nurut apa kata si Keukeu. Dia udah janji bakal jaga Neng. Kerja yang bener ya, Neng!” Lilis berderai air mata. Ia seakan tak rela melepas kepergian sang putri, padahal dia yang meminta
Perjalanan hidup terkadang begitu misterius. Manusia bisa merencanakan hari esok, menskenariokan hal-hal yang akan dilakukan, tetapi realitas bisa sangat berubah. Segala yang ada di bumi ini dinamis. Waktu terus bergerak maju. Pun, setiap pijakan kaki harus bisa beradaptasi dengan masa depan.Santi diwacanakan akan menjadi bintang. Akan tetapi, deskripsi pekerjaan yang kelak dilakukannya tak dijelaskan secara gamblang oleh Keukeu. Hal ini sebenarnya membuat sang kembang desa cukup resah. Apakah menjadi seorang artis cukup dengan modal wajah yang cantik? Hipotesis tersebut tak berhenti mengiang di benaknya.“Keu, saya pengen tanya sesuatu. Boleh?” ujar Santi kala mobil yang ditumpangi memasuki jalan tol. Ia duduk di samping sopir. Sementara Keukeu bersama satu bodyguardnya di kursi tengah.“Mau tanya apa? Tanya aja. Asal jangan tanya tentang Matematika dan Sejarah. Akika soalnya kalau udah sayang sama orang, nggak suka hitung-hitungan. Tapi akika juga nggak suka terjebak di ruang nosta
Keukeu segera menghubungi Lilis. Ia meminta dikirimkan nomor Santi dengan alasan Santi tersesat di rest area.Kemudian, Keukeu kembali ke lokasi tempatnya makan tadi. Ketika ditelepon, Santi mengatakan tengah menunggu Keukeu cukup lama di depan restoran.“Aduh, Santi!!! Gue udah takut banget lu kabur. Heem, kesel deh. Ubun-ubun gue hampir aja mengeluarkan abu vulkanik,” ucap Keukeu.Santi lantas bingung dengan maksud pernyataan Keukeu. “Kabur? Kenapa saya harus kabur? Saya teh malah khawatir Keukeu meninggalkan saya sendirian di sini.”“Udah, udah. Kita makan aja ya. Habis itu kita langsung melaju, melanglang buana ke ibu kota.”“Madam mau makan lagi? Bukannya tadi udah melahap dua piring?” komentar si bodyguard.Keukeu menatap tajam si bodyguard. “Nggak usah ngingetin! Gue laper lagi gara-gara kalian.”Santi memang tengah mawas diri, tetapi dia belum berencana untuk kabur saat ini. Pekerjaan yang dijanjikan oleh Keukeu masih belum tersingkap kebenarannya. Jika sudah tiba di Jakarta,
Berbagai sangkaan berputar di pikiran Santi. Ia memang tidak memiliki refensi terkait proses bekerja di dalam insdustri hiburan. Namun ia cukup sangsi kepada si pria borjuis itu.Jika produser sama dengan pemilik sebuah perusahaan, mengapa dia tidak melakukan wawancara atau tes kemampuan? Bukankah hal lumrah dalam sebuah pekerjaan bila sang pelamar diminta menunjukkan kualifikasinya? Santi berusaha menerawang misteri yang perlahan menyuburkan ketakutan dalam diri.Semalam Santi bercerita mengenai keresahan yang menusuk sanubarinya kepada Wildan via sambungan suara jarak jauh. Sang kekasih pun meminta Santi senantiasa berhati-hati, dan lekas mengabari jika terhimpit mara bahaya. Hal sama juga diungkapkan oleh si Bapak. Baru 24 jam berpisah dengan sang putri, si Bapak dibayangi rindu dan rasa khawatir.Sikap berlawanan justru ditunjukan oleh Lilis. Ia terus menasihati Santi mengenai pekerjaan - tekun dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas. Ia sudah sangat yakin anaknya akan menj
Keukeu menutup rapat setiap pergerakan Santi. Awalnya, sang gadis akan dibawa ke apartemen. Namun, Keukeu berubah pikiran. Ia lantas membawa Santi ke lokasi “eksekusi”. Ya, sebuah bangunan berlantai tiga yang menjadi tempat Keukeu mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Dari luar tampak seperti rumah toko. Tak ada keanehan apa pun. Hingar bingar mulai terasa ketika kaki melangkah masuk, menjelajahi setiap sudut ruangan. Beberapa gadis seksi bercengkrama sembari merias diri. Hentakan musik disko semakin menambah kesan yang suram. “Halo Madam Keukeu yang makin glowing. Habis liburan langsung bawain oleh-oleh saingan nih buat eke (saya),” ujar salah seorang perempuan. “Akika butuh yang fresh, yang masih rapet. Yey semua kan kilometernya udah mulai tinggi. Hihi….” sahut Keukeu. “Biar kilometernya tinggi, tapi kita-kita ini masih kuat mendaki dan menuruni setiap jenis bukit. Iya kan, gengs. Hihi….” balas si perempuan. “Udin (sudah) ah, akika lelah, letih, Lamborghini. Akika mau istirahat!”
“Neng!” seru si Bapak membuka mata. Ia baru saja terlelap, tetapi dalam intuisinya berkata ada hal tidak baik yang tengah mendera sang putri. Hatinya mendadak resah dan gundah. “Aya naon, Kang?” tanya Lilis yang ikut terbangun mendengar seruan si Bapak. “Lis, coba telepon si Neng. Perasaan Akang teh meni teu tenang kieu (begini),” ungkap si Bapak. “Tos wengi (udah malam) ini teh, Kang. Si Neng mungkin lagi istirahat,” terka Lilis agar si Bapak mengendalikan emosi. “Coba dulu, Lis,” pinta si Bapak. Lilis mengambil ponselnya. Ia telusuri kontak bernama Santi, lalu menekan tombol memanggil. “Teu diangkat, Kang.” “Coba sakali deui (sekali lagi), Lis. Akang meni hariwang (sangat khawatir) sama si Neng.” Si Bapak tak bisa tenang sebelum firasatnya mendapatkan jawaban. Lilis menurut walau dengan menekukkan wajah. “Masih nggak diangkat, Kang. Tunggu weh besok. Nanti si Neng pasti telepon balik,” pungkas Lilis. Si Bapak beranjak dari tempat tidur. Kemudian, ia duduk di teras rumah. Bat
Dunia Santi bak runtuh, luluh lantah dalam semalam. Kesucian yang selama ini dijaga seakan telah ditukar dengan rupiah. Diri pun terasa hina. Hidup kian merana.Dari Rumah Butterfly, Santi dibawa ke apartemen Riana. Lokasinya masih satu tower dengan apartemen Keukeu, hanya berbeda lantai.Riana mengerti kesedihan yang dialami Santi. Sejatinya, tak ada perempuan yang mau menjajakan kehormatannya kalau bukan terpaksa dan dipaksa.Kumandang Subuh bergema. Dengan kaki yang berat, Santi melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Selanjutnya, ia bingung harus bagaimana. Apakah Tuhan akan menerima sujudnya? Namun, mengapa Tuhan tidak membantunya keluar dari jerat Keukeu? Ujian ataukah teguran untuknya? Santi berdialog dengan hati kecil, meratapi nasib yang begitu malang.Cukup lama berdiam diri di dalam kamar mandi. Santi keluar dengan pakaian yang basah.Riana terbangun untuk menjalankan sembahyang pagi. Ia pun kaget melihat kondisi Santi. Lantas, ia segera mengambilkan handuk, dan