Di dalam ruang rawat, saat malam gelap gulita terlihat di jendela kamar. Berhubung kamar Aditya VIP tidak ada dokter yang keluar masuk. Hanya dokter khusus saja, mereka menikmati permainan panas dengan santai dan sangat lama. Kaki Aditya masih sakit, tetapi tidak menghilangkan rasa hasrat tinggi yang dia miliki saat ini. Dia berganti posisi di atas, hanya bagian tengah yang masuk di bagian tengah istrinya. Tangan Aditya masuk ke dalam baju Aisyah dengan lembut memainkan sesuatu sang istri bolak balik sambil melumat bibir. Desahan demi desahan suara mereka berdua bergantian. Baru kali ini keduanya sama-sama menikmati momen yang intim. Aditya memasukkan miliknya dengan pelan, lalu menariknya lagi. "Ini enak banget sayang, aku sangat menyukainya. Entah mengapa kamu membuatku candu," kata Aditya lirih.Aisyah tersenyum manis pipi lensung membuat Aditya bertambah napsu. Sesekali menyesep v sang istri, bau khas wanita membuat hasrat liar Aditya memuncak. Dia langsung memompa dengan cepat
Aisyah tidak menghiraukan suaminya ingin marah, seketika piring dan sendok dilempar di lantai. Ada sisa nasi yang berserakan di lantai.Seketika Aisyah langsung terkejut mendengar suara keras tersebut. Dia tidak habis pikir emosi suaminya gampang berubah. Aditya tersadar melihat wajah sang istri sangat ketakutan. "Sayang, maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyakitimu." Aditya dengan pelan melangkah di dekat Aisyah. Terlintas masa lalu muncul dibenak Aisyah, saat di kamar tersebut. Waktu itu, Aditya sedang sakit. Merawat Aditya sakit dengan dingin dan ketus, Aisyah hanya bisa dengan sabar. Dulu Aditya terbaring di tempat tidur dengan wajah pucat, matanya memerah karena amarah yang tak tertahan. Saat Aisyah menyodorkan segelas air dan obat kepadanya, Aditya menepisnya dengan kasar. Gelas tersebut melayang, pecah berkeping-keping di lantai. Suara kaca yang pecah menambah kegaduhan di ruangan itu.Barang-barang di sekitarnya satu per satu dilempar dengan kekuatan penuh; bantal, botol a
"Lihatlah dengan jelas, dia benar-benar istrimu?" kata Elsa tangannya memegang foto vulgar tersebut. Aditya melihat foto tersebut ingin marah, rasa cemburunya ingin meledak. Namun, terlintas kata-kata Aisyah dibenaknya, 'kamu percaya kepadaku meskipun tanpa kujelaskan.' Dia mencoba mencerna emosinya dan berfikir untuk membalas perkataan Elsa."Jika memang itu Aisyah? Kapan kejadiannya? Selama ini dia tidak pernah tidak bersamaku?" "Di waktu dia kabur dari rumahlah," sahut Shintya."Jika memang seperti itu, kenapa dia mau kembali bersamaku?" Aditya tidak ingin kepercayaannya hilang."Tentu saja ingin menghancurkanmu dan balas dendam," kata Elsa memprovokasinya."Jika ingin balas dendam, apakah dia sekarang mau merawatku dan bercinta setiap malamnya." Aditya tidak ingin kalah debat dengan mereka."Aditya, dia itu wanita nakal. Kenapa kamu selalu membelanya?" Elsa sedikit marah kepada Aditya."Lihatlah Aditya, wanita itu tersenyum." Shintya menunjuk ke arah Aisyah yang terlihat menahan
Aditya memberhentikan mobilnya, dia menarik napas dalam-dalam. Tangannya memegang wajah Aisyah yang sangat cantik. "Aisyah, aku tetap percaya kamu melarikan diri. Aku sangat mencintaimu, entar kita melakukan versi terbaru seperti apa yang kamu inginkan. Gimana?" ajak Aditya melepas wajah cantik sang istri lalu melanjutkan perjalanan sambil tersenyum. Aisyah membelalakkan matanya seakan bola mata ingin keluar. "Kaki kamu sudah sembuh?" tanya Aisyah. "Sudah. Gimana nanti malam jadi yak?" 'Ada apa dengan pria ini?' batin Aisyah bertanya-tanya yang tidak ada jawabannya. _______________ Di lain sisi, Shintya marah pada Rakka. "Tinggal minumin obat kuat yang aku kasih. Bisa-bisanya saat Aditya ke sana wanita itu malah kabur." "Apa! Kamu ingin mencicipi punyaku apa? Walaupun aku dibayar tetapi kamu tidak berhak memarahiku." Seketika Rakka marah mendorong tubuh Shintya ke dinding meminumkan obat kuat yang dia kasih untuk Aisyah. "Dasar bajingan, aku ini bos kamu!" "Di
Setelah sedikit marah, Aisyah ingat tujuan utama kembali pada suaminya. Dia melihat kamar mandi yang megah dengan desain modern dan mewah. Dindingnya dilapisi marmer putih yang berkilau, dengan aksen emas di setiap sudut. "Ngapain mikir Aditya berbicara dengan wanita atau tidak. Lebih baik nikmati mandi. Hem, baru kali ini melihat kamar mandi begitu mewah." Aisyah melihat sekeliling, ya meskipun selama setahun lebih masuk kamar mandi. Dia tidak pernah menikmati kemewahan di rumah itu. Sekarang dia putuskan untuk menikmatinya tanpa takut.Di tengah ruangan, terdapat bathtub besar berbentuk oval dengan air hangat yang sudah menguap tipis, memancarkan aroma lavender yang menenangkan. Di sebelahnya, shower kaca dengan pancuran air yang bisa diatur, mengalir dari langit-langit seperti hujan. Lampu-lampu kristal tergantung di atas, memancarkan cahaya lembut yang membuat suasana semakin nyaman. Rak-rak kecil di sekitar ruangan dipenuhi dengan handuk putih lembut dan perlengkapan mandi ekskl
Aditya duduk di sebelah Aisyah, matanya sesekali melirik ke arah istrinya yang sedang asyik berbincang dengan Aly, teman masa kecilnya. Hatinya terasa panas, rasa cemburu yang tak bisa dia kendalikan mulai menguasai dirinya. Dia melihat senyum lepas Aisyah, tawa ringan yang kerap dia dengar, kini terdengar begitu berbeda saat ditujukan pada Aly. Padahal saat bersama dirinya tidak pernah seperti itu.Aisyah dan Aly terlihat begitu akrab, seperti tak ada jarak di antara mereka. Mereka tertawa lepas, membicarakan hal-hal masa lalu, kenangan yang tak melibatkan Aditya. Piring lontong di depan Aditya tak lagi menggugah selera, meskipun aroma kuah santan yang harum memenuhi udara.Aditya berusaha menenangkan diri, tapi pikiran-pikirannya justru semakin liar. 'Apa yang mereka bicarakan? Apa Aisyah suka pria seperti Aly?' gumamnya dalam hati. Setiap detik yang berlalu, rasanya semakin berat baginya. Dia merasa tersisih, meski Aisyah tak sedikit pun bermaksud demikian.Aditya menggenggam sendo
Sera dengan diam-diam mengikuti Aditya sampai di lantai hotel yang sepi, memperhatikan dengan saksama setiap langkah pria itu. Sesampainya di depan kamar Aditya, dia berhenti sejenak. Rencananya jelas—dia akan menginap di kamar yang tepat berada di seberang, menunggu kesempatan untuk mendekatinya. Dia sudah terbiasa mendekati pria. Sera merasa ini adalah satu-satunya cara untuk bisa lebih dekat dengan Aditya. Dia menunggu Aditya keluar lalu pura-pura menabrak tidak sengaja dengan baju yang kurang bahan.Brug "Oh, maaf!" Sera menabrak tubuh Aditya."Sera," ucap Aditya terkejut."Mas Aditya, di mana Aisyah? Kebetulan sekali kalian nginap di hotel sini?" Sera ingin masuk ke kamar Aditya. "Ngapain, jangan ganggu istriku." Aditya menarik lengan wanita itu agar tidak mengganggu Aisyah tidur."Hem, maukah ngobrol di loby sambil ngopi," ajak Sera. "Maaf, aku banyak kerjaan." Aditya langsung pergi dari hadapan wanita itu. Sera tidak tinggal diam, dia mengikuti Aditya dari belakang. "Mas,
Aisyah termakan oleh rayuan Sera, dia merasa kasian dengan kehidupan Sera saat ini. Dia menyuruh masuk ke kamar, padahal Aditya masih berada di dalam kamar mandi. "Entar suami kamu marah," kata Sera dengan wajah polos."Tidak apa-apa, kamu sudah baik kepadaku saat di rumah paman." Tiba-tiba Aditya keluar dari kamar mandi dengan langkah cepat, tubuhnya masih berbalut handuk, wajahnya memerah menahan emosi. Di depannya, Sera, wanita licik yang selalu membuat masalah, berdiri dengan senyum tipis penuh kepalsuan. Aditya langsung menatapnya tajam, tetapi pandangannya kemudian beralih kepada Aisyah, istrinya yang tampak terkejut dan bingung di sudut ruangan."Apa-apaan ini, Aisyah?" suaranya meledak, penuh kemarahan. "Kenapa Sera ada di sini?"Aisyah hanya bisa menggeleng, kebingungan, tak sempat menjelaskan apapun. Emosi Aditya memuncak. Dia langsung mengarahkan jarinya ke arah pintu kamar."Sera, keluar! Sekarang juga!" perintahnya tegas, tanpa sedikit pun keraguan.Sera menghela napas
Aditya tertawa kecil, menariknya lebih dekat. “Dulu kita melewati banyak cobaan, sekarang saatnya menikmati kebahagiaan kita.”Aisyah tersenyum malu, lalu menyandarkan kepalanya di dada suaminya.Aditya mulai mencium bibir istrinya, lalu berkata, "Sayang, bibir kamu manis sekali."Mereka berdua menikmati momen kebersamaan dalam kehangatan cinta yang selama ini mereka perjuangkan.Malam itu, tanpa gangguan, hanya ada mereka berdua—menghargai setiap detik yang mereka miliki sebagai pasangan suami istri yang saling mencintai.Hari-hari Aditya dan Aisyah kini dipenuhi dengan kebahagiaan sederhana. Mereka menjalani kehidupan rumah tangga dengan penuh cinta dan saling mendukung.Setiap pagi, Aisyah menyiapkan sarapan sementara Aditya membantu merapikan rumah. “Abi, tolong ambilkan roti di lemari,” pinta Aisyah sambil menggoreng telur.Aditya dengan santai mengambil roti, lalu tiba-tiba memeluk Aisyah dari belakang. “Umi lebih enak daripada sarapan ini,” godanya.Aisyah hanya menggeleng samb
Tujuh tahun berlalu, Aditya dan Aisyah akhirnya berhasil membeli rumah sendiri—rumah sederhana namun penuh kebahagiaan. Mereka merasa bangga karena semuanya diperoleh dari hasil kerja keras sendiri, bukan dari warisan atau bantuan keluarga.Meskipun rumah mereka tidak semewah rumah keluarga Pak Daniel atau Glazer, bagi Aditya dan Aisyah, rumah ini adalah istana kecil mereka. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain memiliki tempat tinggal yang benar-benar hasil jerih payah sendiri.“Abi, kita sudah punya rumah sendiri, ya?” tanya Andre, yang kini sudah berusia 7 tahun, dengan mata berbinar.Aditya mengangguk, mengacak rambut putranya. “Iya, Nak. Rumah ini milik kita. Tidak besar, tapi penuh kebahagiaan.”Aisyah tersenyum melihat suami dan anaknya. “Yang penting rumah ini selalu hangat dengan cinta dan kebersamaan,” katanya lembut.Hidup sederhana, mereka tidak pernah kekurangan kebahagiaan. Setiap hari dipenuhi tawa Andre yang ceria, kerja keras Aditya yang pantang menyerah, dan kasi
Tiba-tiba…BRAK!Pintu kontrakan mereka dihantam keras dari luar. Aditya sigap meraih sebatang kayu di sudut ruangan, bersiap menghadapi siapa pun yang mencoba masuk. Aisyah mundur perlahan, melindungi bayinya yang mulai rewel."Siapa di luar?! Mau apa?!" bentak Aditya.Tidak ada jawaban, hanya suara napas berat yang terdengar di balik pintu. Kemudian, suara itu berbisik lirih, cukup untuk membuat bulu kuduk siapa pun berdiri."Aisyah… Kau harus mati!"Aisyah menahan napas, matanya membelalak. Suara itu… terdengar familiar, tetapi penuh kebencian.Aditya tidak menunggu lebih lama. Dengan cepat, dia membuka pintu dan mengayunkan kayunya… tetapi sosok di luar lebih cepat.Sebuah pisau berkilat meluncur ke arah Aditya!Dalam sepersekian detik, Aditya berhasil menangkis serangan itu, tetapi tangan kirinya tergores cukup dalam. Dia meringis, darah mulai mengalir.Aisyah berteriak panik, "Abi!"Di bawah cahaya lampu jalanan yang redup, akhirnya wajah pelaku terlihat jelas.Ternyata… Elsa! D
"Hmm, tidakkah cemburu istriku yang cantik ini." "Untuk apa aku cemburu," kata Aisyah sembari ingin beranjak dari duduknya.Dalam perjalanan pulang, Aditya melirik Aisyah yang bersandar di kursi mobil dengan mata setengah terpejam. Wajahnya masih pucat setelah kecelakaan tadi.Untuk mencairkan suasana, Aditya tiba-tiba berkata dengan nada menggoda, "Kayaknya Tante Rita sayang banget sama Andre, loh. Malah tadi dia bilang, ‘Duh, Om Aditya makin keren aja nih, gimana kalau sering-sering titip Andre di sini?’”Aisyah langsung membuka matanya dan menatap suaminya tajam. "Oh, jadi Tante Rita suka sama suami orang, ya?"Aditya menahan tawa. "Siapa tahu, kan? Aku sih nggak keberatan kalau tiap hari disediain teh manis sama senyuman maut."Aisyah menyilangkan tangan di dada, matanya menyipit. "Berani banget ya, kamu? Mau aku titipin Andre selamanya di sana sekalian?"Aditya tergelak, lalu dengan cepat menggenggam tangan Aisyah. "Hei, aku cuma bercanda, Sayang. Aku nggak tertarik sama siapa p
Pagi itu, Aisyah berjalan sendirian menuju rumah Paman Dirgantara. Hatinya sudah mantap. Dia harus mendengar kebenaran langsung dari mulut pamannya.Setibanya di sana, Paman Dirga tampak gugup melihat kedatangannya. "Aisyah... kenapa kamu datang pagi-pagi begini?"Aisyah menatapnya tajam. "Aku ingin kebenaran, Paman. Aku tahu Paman menyembunyikan sesuatu tentang kematian Ayah dan Ibu."Paman Dirga menarik napas panjang, lalu menatap ke arah jendela seolah memastikan tidak ada orang lain yang mendengar. "Baiklah... aku akan mengaku."Aisyah menahan napas saat pamannya mulai berbicara."Kecelakaan itu bukan kecelakaan biasa. Yang merencanakannya adalah Elsa dan Fransisco. Mereka bekerja sama dengan Kakek Glazer, tapi saat itu mereka hanya berpura-pura setia. Sebenarnya, mereka menyimpan dendam pada keluarga ayahmu."Aisyah tertegun. "Tapi... kenapa?""Elsa membenci keluarga Daniel karena dia dulu hanya dianggap sebagai wanita simpanan, bukan istri yang sah. Dia ingin menghancurkan kelua
Setelah pertemuan sebelumnya yang penuh emosi, Paman Dirgantara merasa perlu untuk berbicara lebih lanjut dengan Aisyah. Ia menyadari bahwa masa lalunya yang penuh kesalahan telah menciptakan jarak antara mereka. Dengan hati yang berat, ia memutuskan untuk mengunjungi Aisyah di kontrakannya.Saat tiba, Paman Dirgantara mengetuk pintu dengan ragu. Aisyah membukakan pintu dan terkejut melihat pamannya berdiri di ambang pintu."Paman Dirgantara? Ada apa lagi?" tanya Aisyah.Paman Dirgantara menundukkan kepala, menunjukkan penyesalan yang mendalam."Aisyah, aku datang untuk meminta maaf atas semua kesalahan yang telah kulakukan di masa lalu. Aku tahu aku telah mengecewakan banyak orang, termasuk dirimu," balas Paman.Aisyah terdiam, mencoba mencerna kata-kata pamannya."Aku juga ingin memberitahumu bahwa istriku sedang sakit kanker dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Aku telah mencoba meminta bantuan dari Sera, tetapi dia menolak. Aku tahu ini mungkin tidak pantas, tetapi bisakah ka
Konflik Keluarga MemanasKeesokan harinya, Elsa dan suaminya datang dengan wajah penuh amarah. Mereka ingin meminta agar membantu perusahaan Glazer yang diambang kebangkrutan."Pak Daniel! Keluarga Glazer sudah di ambang kebangkrutan! Aku akan melupakan semua dendam masa lalu agar kamu membantu perusahaan Glazer!" seru Elsa dengan mata penuh kebencian.Pak Daniel tetap tenang, "Aku tidak pernah menginginkan kehancuran keluarga Glazer. Aku justru ingin menebus kesalahan masa lalu, jika kalian tidak membuat masalah, aku akan membantu perusahaan Glazer. Tetapi sungguh sayang, dendam kalian kepadaku sampai sekarang."Elsa mendengus, "Jangan berlagak suci! Kau ingin menguasai semuanya! Aku tahu pasti semua perusahaanmu kamu kasih putra sulung mu."Arjuna mengepalkan tangan, rahangnya mengeras saat mendengar perusahaan ayahnya untuk Aditya."Ayah, ini tidak adil! Aku yang selalu di sisimu! Aku yang bertarung untuk keluarga kita, tapi kenapa kau malah memberikan semuanya kepada Aditya?! Aku
Malam itu masih penuh ketegangan. Pak Daniel menatap tajam ke arah Arjuna, mencoba memahami sumber kebencian putranya selama ini. "Aku ingin tahu yang sebenarnya, Arjuna." Suaranya bergetar, campuran amarah dan kesedihan. "Siapa yang menanamkan kebencian dalam dirimu terhadap kakakmu sendiri?" Arjuna menghela napas berat, menunduk sesaat. Lalu dia mengangkat kepalanya, menatap ayahnya dengan mata yang kini lelah dan penuh penyesalan. "Aku mencari tahu sendiri, Ayah. Setahun yang lalu, aku baru sadar kalau Andre yang selama ini kau cari ternyata adalah Aditya." Pak Daniel mengerutkan kening. "Dan kau memutuskan untuk menghancurkannya?" Arjuna menggertakkan giginya. "Aku... aku ingin mengambil tempatnya, Ayah! Aku ingin menjadi anak yang Ayah banggakan! Selama ini, semua orang membandingkan aku dengan seseorang yang bahkan aku tak tahu keberadaannya!" "Siapa yang memberitahumu tentang Andre sebenarnya?" Arjuna terdiam. Tangannya mengepal, lalu perlahan berkata, "Kakek Glaze
Saat malam tiba, Aditya mulai kewalahan merawat bayi mereka sendirian. Andre kecil rewel, menangis terus-menerus meskipun sudah disusui dan digendong.Dengan wajah lelah, Aditya akhirnya menelpon Aisyah lewat video call. Saat panggilan tersambung, wajah lembut Aisyah muncul di layar. "Ada apa, Mas? Kok nelpon malam-malam?" tanyanya dengan suara lembut.Aditya menghela napas sambil menampilkan wajah putus asanya di layar. "Sayang, aku nggak tahu lagi harus gimana. Andre nangis terus, aku udah coba segalanya. Kamu ada saran?"Aisyah tersenyum lembut melihat suaminya yang tampak lelah tetapi tetap berusaha. "Coba Mas gendong sambil menyanyikan sholawat atau lagu nina bobo. Kadang bayi suka tenang kalau dengar suara ayahnya."Aditya menurut, menggendong Andre kecil sambil bersenandung pelan. Perlahan-lahan tangisan bayi itu mulai mereda, matanya mengantuk, dan akhirnya ia tertidur di dada ayahnya.Aditya tersenyum lega. "Terima kasih, Sayang. Aku nggak tahu bisa apa tanpa kamu."Aisyah te