Semenjak kejadian malam itu, Audrey memutuskan resign. Audrey mengakui segalanya di hadapan keluarga besar dan di depan kekasihnya. Bukannya membela, mereka justru menyalahkan Audrey.
Akhirnya dia memutuskan dengan sisa tabungan yang ada, dia pergi dari dari Kota New York dan pindah ke sebuah kota kecil di Cooperstown. Dia bekerja di sebuah yayasan panti jompo di bagian administrasi, dengan gaji seadanya lalu menyewa sebuah ruangan bertipe studio sebagai tempat tinggalnya.
“Audrey, kau kenapa? Wajahmu kelihatan pucat,” tanya seorang wanita tua yang menjadi rekan di tempat kerja barunya. Wanita tua itu adalah seorang kepala administrasi di tempatnya.
“Aku mual, kepalaku pusing, Nyonya James.”
“Mual?”
“Setiap bangun pagi mualku lebih parah, aku tak tahan dengan bebauan.”
“Jangan-jangan kau hamil, Sayang,” kata Nyonya James.
Audrey menggigit bibir bawahnya sesaat dia teringat kejadian di malam itu, tiga bulan lalu saat Christian m
Audrey rasanya tak sanggup melihat wajah Kevin yang terlihat lesu. Lingkaran hitam di bawah matanya, belum lagi rambutnya sedikit lebih panjang dari sebelumnya, menandakan laki-laki itu tak lagi sempat mengurus dirinya. Berbeda dengan sebelumnya, wajah Kevin selalu ceria, dengan penampilan klimis, yang membuatnya terlihat memesona. Apakah karena hubungan keduanya menjadi berantakan, maka Kevin menjadi seperti itu? Apakah Audrey benar-benar membuat Kevin terpuruk? “Kevin, meski aku tak bisa berbohong jika jauh di lubuk hatiku kau masih memiliki cintaku. Tapi aku merasa aku tak akan pernah pantas bersamamu.” Kevin mendesah penuh putus asa, tak tahu lagi bagaimana membujuk Audrey untuk kembali padanya. Bukannya dia telah mengatakan dia menyesal? Kevin tak bisa memaksa. “Audrey, jika kau berubah pikiran kau tahu di mana harus menghubungiku. Sebulan, dua bulan, setahun, atau lebih aku masih akan menunggu. Aku telah membuat keputusan yang sa
Audrey menarik kursi ke arah tembok, kemudian menyandarkan kepalanya. Dia harus berbuat apa? Chris pasti sangat marah, tapi dia benar-benar membenci sosok itu. Setiap dia melihat Chris di hadapannya, ingatan-ingatan buruk itu seakan mencuat keluar dari dalam pikirannya. “Jack cepat sadar. Pria jahat itu sudah kembali, bahkan dia melakukan test DNA padamu. Aku tahu cepat atau lambat semuanya akan terbongkar, apa Tuhan tak bisa berbaik hati memberikan kebahagiaan padaku? Kenapa harus membuatmu dipertemukan dengan papa kandungmu? Aku membenci papamu, Jack.” Audrey menatap Jack, irama napasnya begitu teratur, sesekali terdengar dengkuran halus dari Jack. Audrey memainkan rambut Jack, disisirnya menggunakan jari-jarinya. Tak pernah bisa dibayangkan jika dia harus berpisah dari pria kecilnya. Akan menjadi apa dunianya nanti? Tanpa Jack mungkin dia akan menjadi gila, karena satu-satunya harapan adalah Jack, harapan untuk memandang dunia dari sisi lain. “Jangan perna
Dokter Hailey merasa tak tega melihat kondisi Audrey saat meminta obat di ruangannya beberapa jam yang lalu. Tapi dia tak bisa memberikannya secara sembarangan begitu saja tanpa mengetahui riwayat penderita. Dia bisa melihat dari kedua tatapan Audrey yang hampa, celak hitam di matanya, cara Audrey berinteraksi dengan lawan bicaranya yang tak mau menatap langsung, terkesan takut, entah apa yang disembunyikan wanita itu. Audrey tampak terlihat sangat tertekan. Hanya ada satu orang yang bisa membantu mengatasi masalah Audrey, dia yakin kawannya mau membantu Audrey. Dokter Hailey meraih ponsel dan menekan sebuah nomor. “Hallo?” Suara di seberang adalah suara seorang pria, terdengar agak serak dan basah, suara bariton khas laki-laki. “Hailey. Apa kabar?” “Leon, aku ingin meminta tolong padamu. Mungkin kau bisa membantuku,” ujar Dokter Hailey cepat tanpa basa-basi. “Katakan, apa yang bisa kubantu?” “Ibu dari pasien ya
Chris masih menunggui Jack, dia bercakap-cakap dengan pria cilik itu sesekali tertawa. Ada perasaan hangat mengalir di dalam dada Chris, yang dia sendiri tak paham perasaan itu. Chris hanya tahu, ada sedikit kebahagiaan melihat Jack yang sudah siuman dan bisa bercanda dengannya. Audrey yang mengintip dari bilik sebelah hanya memperhatikan keduanya. Tiba-tiba teringat valium yang diberikan oleh Dokter Hailey. Saat dirogohnya kantong mantel miliknya, obat itu sudah tak ada di sana. “Di mana aku menjatuhkan barang itu?” ucap Audrey cemas. Karena hanya barang itu satu-satunya yang bisa membuatnya tenang malam ini, apalagi setelah melihat Chris. Dia yakin tanpa obat itu, dia akan bermimpi sangat buruk. Chris yang mengetahui ada seseorang yang sedang mengintip di bilik sebelah, langsung berdiri dan menyingkap tirai yang menutupi Audrey. “Apa kau tahu, menguping itu tak baik?” ujar Chris ketus. Kedua mata Audrey menangkap botol kecil berisi valium ya
“T-tidak mungkin. Aku tak mungkin memperkosamu. Jadi ... Jack itu?”“Dia anak dari hasil kebrutalanmu. Kau puas?”Chris berkali-kali membasahi bibirnya, terlihat gugup. Demi Tuhan, tak ada satu pun kejadian yang melekat dalam ingatannya mengenai malam itu.“Kau bukan sedang mengarang cerita, kan?” tanya Chris ragu.“Mengarang? Aku hidup bertahan selama tujuh tahun karena Jack. Jika bukan karena Jack, aku mungkin sudah mati. Saat itu mungkin aku bisa membongkar semuanya pada publik dengan menulis sebuah surat, kenapa aku mati. Tapi aku tak melakukannya, Chris!”Entah darimana kekuatan itu muncul untuk melawan kata-kata Chris, membuat lutut Chris lemas, tubuhnya seakan tak memiliki tulang ketika mendengar pengakuan kejam tentang dirinya dari mulut Audrey.“Kenapa kau mempertahankan Jack? Kau bisa menggugurkannya,” tanya Chris lemah. Pandangan matanya tak fokus melihat Audrey, kedua bo
Jack yang saat itu menyaksikan Audrey dan Chris sempat beradu mulut, sampai Chris menampar Audrey di depannya, membuat Jack tak berani mengeluarkan suara sama sekali. Wajahnya pucat melihat perempuan yang dicintainya sejak kecil disakiti oleh Chris, tapi dia hanya seorang laki-laki kecil berusia 6 tahun yang tak mungkin melawan pria besar di hadapannya. “Mama,” panggil Jack pelan. Audrey tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara Jack memanggilnya. Kedua mata bulat berwarna hijau teduh itu terlihat sedih. Audrey menghampiri Jack, dengan cepat ditariknya Jack masuk ke dalam pelukan. “Mama di sini. Kau tak perlu takut,” ucap Audrey, lalu melirik ke arah yang menatapnya dengan tajam. “Tak ada yang bisa membawamu pergi dari mama, Jack. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu,” ucap Audrey seraya mengecup pucuk kepala Jack. Chris memandanganya sinis. Dengan kekuasaannya, dia mampu mengambil Jack dengan cara apa pun. Bahkan mampu membuat seisi kota
Saat Audrey terbangun keesokan harinya, dilihatnya dia dan Chris berganti tempat. Audrey bingung sejak kapan dia berada di sofa dan Chris? Dia melihat Chris dan Jack masih tertidur. Meski sedikit khawatir, diputuskannya untuk mencari sarapan di bawah. Audrey berjalan tergesa, kedua tangannya tenggelam dalam saku mantel, dia harus cepat membeli sarapan kemudian kembali ke ruangan. Dia tak mau begitu dia kembali, Chris telah membawa Jack pergi dari pandangannya. “Maaf.” Audrey tak sengaja menabrak punggung seorang laki-laki ketika dia berjalan. Wajahnya tak berani menatap laki-laki yang baru saja ditabraknya. “Kau? Aku seperti mengenalmu,” ujar laki-laki yang baru saja ditabrak Audrey. Audrey mempercepat langkahnya dan terus menunduk, laki-laki itu mendadak berlari mengejarnya. Tanpa berani menoleh, Audrey tahu laki-laki itu masih mengikutinya. “Maafkan aku!” “Tunggu, aku bukan mau memarahimu!” Audrey berjalan dan mencoba menging
Kevin terus memandangi punggung Audrey yang semakin lama semakin mengecil dari pandangannya. Kevin mengepalkan tangan di dadanya, ada rasa sakit dan terluka di sana. Apa yang membuat hati Audrey seakan membeku dan menjadi sedingin sekarang? Tanpa disadarinya sepasang mata menatap Kevin tak jauh dari tempatnya berdiri mematung. Chris menyaksikan semuanya. Meski dia tak mendengar apa yang dikatakan kedua orang itu, dia yakin sesuatu sudah terjadi di antara kedua orang itu. “Siapa laki-laki yang bersama perempuan itu? Laki-laki itu terlihat sedikit memaksa, dan perempuan itu dengan dinginnya meninggalkannya. Ah sudahlah, apa peduliku,” ujar Chris lalu kembali masuk ke dalam ruangan Jack dirawat. Baru beberapa langkah, suara ponsel berdering dari saku Chris. “Ya, ada apa Lody?” “Tuan Besar ingin bertemu dengan Anda. Dia memintaku untuk menghubungi Anda, Tuan Chris,” jawab Lody dari seberang. Chris mengerutkan dahinya. Papanya ingin