Share

Bab 2

Cuaca akhir-akhir ini sangat tidak menentu. Mentari seolah tak ingin menampakkan dirinya, digantikan dengan awan mendung serta diiringi dengan tiupan angin yang cukup kencang.

Siang ini, seperti biasa Tari menunggu kedatangan kakaknya. Kali ini, ia menunggu sendirian karena teman-temannya bergegas untuk pulang, takut hujan terlebih dahulu mengguyur mereka. Untungnya Bayu tidak membuatnya terlalu lama menunggu.

Tari menyambut kedatangan kakaknya dengan sangat gembira. Ia sangat ingin segera sampai di rumah. Sudah tidak tahan diterpa dengan tiupan angin.

“Kenapa, Kak?” tanya Tari ketika melihat Bayu sedikit mengguncang sepedanya. Bayu merasa ada yang tidak beres dan langsung mengecek keadaan sepedanya itu.

“Sepertinya kita harus berjalan sampai menuju bengkel di seberang,” kata Bayu sambil menunjuk ban sepedanya yang sedikit kempes.

Tari mengikuti kakaknya berjalan menuju bengkel sambil mengeratkan jaketnya. Dingin.

Sesampainya di bengkel, Tari hanya bisa menunggu sampai Bayu selesai berurusan dengan si tukang bengkel. Tari mengambil secarik kertas dari dalam tasnya kemudian aksi corat-coret pun dimulai. Ia sangat senang menuangkan hal yang dilihatnya di atas kertas.

Tiba-tiba, angin kencang menerbangkan kertas yang ada dalam genggaman Tari. Tari pun secara refleks mencoba meraih kembali kertas yang tertiup angin tersebut.

***

Bayu merasa sangat tidak enak terhadap adiknya. Pada cuaca yang tidak bersahabat seperti saat ini, Tari pasti ingin segera sampai di rumah. Apa daya sepeda yang biasa membawa mereka pulang-pergi ke sekolah dan rumah seolah tidak mau mengerti dengan situasi tersebut.

“Tolong segera diperbaiki ya, Pak. Saya tidak mau adik saya terlalu lama menunggu,” ujar Bayu memohon agar sepedanya dapat segera diperbaiki.

Angin kencang tiba-tiba bertiup. Bayu sampai merinding dibuatnya.

“Tari pasti sangat kedinginan,” ujar Bayu pada dirinya sendiri.

Bayu hendak memanggil sang adik yang sejak tadi sibuk menggambar di salah satu sudut bengkel tersebut. Namun, Tari tidak ada di tempatnya. Bayu pun mulai panik. Ia menyapu pandangannya ke seluruh sudut bengkel tersebut. Hasilnya tetap nihil.

Bayu pun mencoba mencari di sekitar area bengkel tersebut. Betapa kagetnya Bayu ketika melihat adiknya berlari ke jalanan. Dari kejauhan, tampak mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Bayu pun bergegas berlari mendekat ke arah Tari.

“TARI, AWASSS!!!”

***

“Hei, kertas. Jangan terbang. Sini, kembali!” teriak Tari berbicara seorang diri.

Ia sangat kesal karena angin tiba-tiba menerbangkan kertasnya padahal ia belum selesai menggambar.

“Hap! Mau pergi ke mana lagi kamu?” kata Tari ketika akhirnya berhasil meraih kertas gambarnya. Ia tersenyum senang sambil memegang kertas tersebut dengan erat. Seolah-olah tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya, ia pun segera memasukkan kertas tersebut ke saku jaketnya.

Tidak jauh dari posisinya berdiri saat itu, terlihat sebuah mobil melaju dengan kecepatan penuh. Tari hanya bisa menatap ke depan dengan pandangan kosong. Ia diam, tidak bergeming. Tubuhnya membeku.

“TARI, AWASSS!!!” samar-samar ia mendengar suara kakaknya.

Beberapa detik kemudian, entah apa yang telah terjadi, ia merasakan tubuhnya jatuh membentur tanah. Masih dalam kondisi setengah sadar, tidak jauh dari tempatnya terbaring, ia melihat sosok kakaknya. Perlahan, pandangannya pun berubah menjadi gelap.

***

Bayu membuka mata dan mendapati dirinya sedang berada di sebuah ruangan yang sangat asing. Ia menatap ke sekeliling. Semua serba putih. Tidak ada seorang pun di sampingnya yang bisa ia mintai penjelasan. Ia berusaha bangkit dari tempat tidur namun apa daya, tubuhnya terasa sangat sulit untuk digerakkan. Bayu tidak langsung menyerah begitu saja. Dengan sekuat tenaga, ia turun dari ranjangnya.

BRUKKK!

Bayu terjatuh. Seakan baru menyadari hal yang telah terjadi, tanpa ia sadari bulir demi bulir air mata mulai menetes di pipinya. Ia menangis dalam diam. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya berkali-kali, berusaha menepis pikiran buruk yang baru saja hinggap di benaknya.

“Tidak mungkin,” katanya pada diri sendiri. “TIDAK…” ucapnya berulang kali sambil terus menggeleng.

Ayahnya tiba-tiba masuk ke dalam kamar ketika mendengar kegaduhan yang ditimbulkan Bayu. “Bayu, tenangkan dirimu,” kata ayahnya sambil memeluk Bayu.

“Ayah, katakan bahwa ini tidak seperti yang aku pikirkan,” pinta Bayu pada ayahnya. Ia semakin tidak bisa mengendalikan diri.

“Ayah, jangan bilang padaku bahwa… bahwa…” Bayu seolah kehabisan kata-kata. Ia bahkan tidak berani mengatakan hal terburuk yang terbersit di benaknya. Ia terus menangis sambil menunjuk-nunjuk ke arah kakinya. Ia merasa kaki kanannya sulit untuk digerakkan.

Siapa saja, tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini.

***

Tari berusaha membuka matanya. Dunia masih terasa berputar-putar dalam kepalanya. Samar-samar, ia mendengar suara ibu dan ayahnya. Entah apa yang sedang mereka bicarakan hingga menimbulkan suara gaduh tersebut.

“Ibu… ayah…”

“Tari, kamu sudah bangun, Nak?” tanya ibunya ketika menyadari bahwa putri kesayangannya sudah sadarkan diri.

“Aku di mana?” tanya Tari bingung.

Seingatnya, ia sedang menggambar sembari menunggu kakaknya selesai memperbaiki sepeda. Lalu, tiba-tiba angin kencang menerbangkan kertasnya dan….

Tari merasa kepalanya sangat pening. Ia tidak ingat dengan jelas kejadian setelahnya.

“Jangan banyak bergerak dulu, Nak. Beristirahatlah,” ujar ibunya, sadar bahwa putrinya belum cukup mengerti dengan hal yang telah terjadi sebelumnya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status