"Kenapa gugup, Mas?" tanya Laura.
"Gugup? Mana ada aku gugup, Sayang, kamu tadi kan panggil aku. Jadi ya Mas jawab panggilan kamu." jawab Fauzan berusaha sesantai mungkin. "Terus kenapa kamu lama Mas?" Laura mengerutkan dahinya menatap Fauzan yang terlihat salah tingkah. "Ya tadi kan aku sudah bilang, kalau ngerokok dulu. Tadi Mas itu ngerokok dulu baru antar geprek ini buat Mbak Anita. Lagi pula Mas rasa itu cuma perasaan kamu aja, Sayang. Perasaan Mas malah Mas cuma sebentar nganternya." Fauzan selalu saja membuat alasan yang membuat Laura semakin curiga. "Ayo Mas kita masuk." Laura menarik tangan Fauzan untuk masuk ke dalam rumah. Saat Laura menarik tangan Fauzan, Fauzan sedikit menoleh ke rumah Anita. "Kalian kenapa tarik-tarikan gitu?" Bu Ana mengerutkan dahinya melihat Laura yang menarik tangan Fauzan. "Nggak apa-apa Bu, cuma pengen istirahat saja. Capek rasanya," jawab Laura sekenanya. "Oh ya Ra."Laura yang dipanggil Bu Ana menghentikan langkah kakinya dan duduk di sebelah Bu Ana. Begitu juga dengan Fauzan."Maaf ya kalau uang kamu harus kepotong lagi, karena Ibu benar-benar banyak kebutuhan sekali. Putri butuh uang buat bayar wisuda dan rekreasi." Bu Ana berucap dengan mimik yang terlihat sedih. "Kan memang biasanya selalu kepotong Bu, Ibu nggak usah sungkan gitu. Ada keperluan atau tidak ada keperluan juga jatah Laura nggak seberapa kan, Bu?"Bu Ana terkejut dengan jawaban Laura, ia tak menyangka kalau Laura dapat menjawab seperti itu. "Maksud kamu apa Ra?" Bu Ana mengerutkan dahinya. "Ah, tak ada maksud apa-apa, Bu. Laura hanya berbicara yang sesungguhnya yang sesuai fakta. Laura mau istirahat dulu ya, Bu, sudah ngantuk. Ayo Mas kita tidur." Laura beranjak meninggalkan Bu Ana dan Fauzan yang terbengong dan saling pandang. "Kenapa istrimu itu Zan?" tanya Bu Ana berbisik"Entahlah, Bu, dari tadi sore dia sudah aneh seperti itu." Fauzan mengangkat kedua bahunya. "Apa jangan-jangan Laura sudah tau tentang kamu dan Anita, Zan?" Bu Ana semakin merapatkan duduknya dengan Fauzan. "Nggak mungkin lah, Bu. Aku nggak pernah menunjukkan hal apa pun kok saat ada Laura.""Syukurlah kalau Laura nggak tau. Kalau dia tau, bisa berabe jadinya.""Makanya, Bu, Ibu kalau sama Mbak Laura itu nggak usah bahas-bahas tentang Mbak Anita. Bisa-bisa nanti Mbak Anita curiga karena Ibu selalu membanggakan Mbak Anita," ujar Putri yang ikut duduk di sebelah Bu Ana. "Maksud kamu, Put?""Iya, Mas, tadi Ibu itu ngomongin Mbak Anita di depan Mbak Laura. Mana bagus-bagusin Mbak Anita lagi.""Ya Ibu kan cuma ngomongin tetangga Ibu, kan memang dia baik." Bu Ana mencoba membela diri. "Iya, Putri juga tau kalau Mbak Anita itu baik. Tapi ya nggak harus diceritakan semua kan, Bu. Tadi saja Mbak Anita terus yang Ibu ceritakan.""Ah, Masa sih, Put? Perasaan Ibu cuma ngomong sedikit saja kok." Bu Ana mengelak ucapan Putri. "Sedikit apaan, Bu, dari Mas Fauzan keluar sampai Mbak Laura selesai makan saja Ibu ngomongin Mbak Anita terus.""Sudah, sudah, nggak usah berantem. Ibu mulai sekarang nggak usah banyak cerita tentang Anita. Seperlunya saja Bu. Nanti kalau nggak ada Laura, terserah deh Ibu mau ngomong apa saja. Ya sudah, Bu, Fauzan mau ke kamar dulu. Nunggu Laura tidur baru Fauzan akan ke rumah Anita." Fauzan meninggalkan Bu Ana dan Putri. Bu Ana terlihat mencubit paha Putri. "Kamu tuh apaan sih, Put, malah bilang sama Mas mu.""Aw! Sakit Bu. Kok malah Putri yang dicubit." Putri menggosok gosok pahanya yang dicubit Bu Ana. "Habisnya kamu nggak mau diam. Kalau Mas mu marah sama Ibu gimana.""Ya salah Ibu sendiri. Nanti kalau udah runyam baru deh Ibu pusing." Putri pun meninggalkan Bu Ana seorang diri dengan kesal. Sedangkan Fauzan yang masuk ke dalam kamar mendapati Laura yang sudah berbaring di atas kasur dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Ia pun merebahkan dirinya di sebelah Laura. Fauzan melingkarkan tangannya di pinggang wanita yang sudah beberapa tahun menjadi istrinya itu. Namun, di luar dugaannya, Laura menepis tangan Fauzan. "Kenapa? Biasanya gak pernah nolak?""Kenapa? Biasanya gak pernah nolak?""Maaf, Mas, aku lagi halangan. Jangan sentuh-sentuh takutnya kebablasan." Fauzan menghela napasnya. Sebenarnya dia sedang ingin. Bahkan, menggilir dua wanita sekaligus pun Fauzan rasanya sangat mampu. Itu lah yang sejak dulu ia pikirkan ketika akan menikahi Anita. Yah, Fauzan dan Anita memang sudah menikah secara siri. Awalnya memang berjalan sukses karena Laura tidak mengetahuinya. Namun, kini sepertinya Laura mulai curiga dan jangan harap Laura akan diam saja. "Mas gak mau minta kok, cuma mau peluk saja." Fauzan kembali memeluk Laura dari belakang. Bahkan, tangannya sudah meremas area intim Laura yang menonjol yang sangat disukainya itu tidak besar tidak juga kecil. Sangat pas di tangannya. Namun, alih-alih Laura mendesah, ia justru menepis kasar tangan suaminya itu. Laura pun merubah posisi berbaringnya menjadi duduk. Ia menatap tajam Fauzan yang masih bingung dengan sikapnya yang mulai berubah. "Kamu kenapa sih, Dek? Sejak tadi sore aku perha
Laura mengambil sandal itu dan melihat secara seksama. Apakah itu benar sandal milik adik iparnya atau bukan. "Iya, ini memang sandal milik Putri. Masa iya dia nginap di sini?" Laura masih menerka-nerka . "Apa aku coba cek aja ke kamar Putri?""Ah iya, kayaknya aku harus cek dulu ke kamar Putri." Laura berbalik arah pulang ke rumah. Ia ingin melihat apakah Putri ada di kamarnya atau tidak. Ia berjalan dengan jantung yang berdetak tak karuan. Entahlah, meski sebenarnya Laura sudah tahu jawabannya setelah ia mendengar dan melihat sendiri apa yang terjadi pada Fauzan dan Anita tadi malam. Namun, rasanya untuk memgetahui lebih detailnya, Laura rasa sedikit takut. Akan tetapi, jika terus dibiarkan maka rasa penasaran itu semakin membuat Laura tersiksa. Tanpa Laura sadari akhirnya ia pun sampai di deoan kamar Putri. Segera ia membukanya sedikit dan secara perlahan agar tidak menimbulkan bunyi. Saat melihat di kamar Putri, Laura terkejut ternyata Putri sedang tidur pulas di kamarnya. "K
"Suara siapa itu? Apa suara Mas Fauzan? Tapi aku kayak gak asing sama suaranya."Ia pun menyusuri jendela-jendela hingga sampai tepat di depan sebuah jendela yang ia yakini itu kamarnya Anita. Sebab rumah Anita memang hanya memiliki dua kamar saja. Laura mengintip di celah gorden yang sesekali terbang tertiup angin dari kipas. Beruntungnya, gorden itu sedikit terbuka. Dengan lampu yang temaram ,Laura memicingkan mata dan menatap tajam ke dalam kamar dari gorden yang tersingkap itu. Ia pun melihat keadaan dalam ruangan tersebut. Mata Laura membelalak saat melihat sebuah pemandangan yang begitu membuatnya jijik. Hingga Laura hampir saja memuntahkan isi dalam perutnya. Bagaimana tidak? Jika Laura sedang melihat Anita dan juga Fauzan yang sedang bergurau tanpa sehelai pakaian. Bahkan, tangan mereka saling mengelus serta membelai ke area intim tubuh mereka. Pikiran Laura langsung sigap kalau ternyata Fauzan dan juga Anita telah melakukan hubungan suami istri. Dada Laura bergemuruh. Ia
Laura pun akhirnya meninggalkan rumah Anita dan menuju pos ronda yang memang setiap malam minggu akan diadakan siskamling bergantian. Dia berjalan sedikit tergesa karena takut kalau Anita dan Fauzan terlebih dahulu menyelesaikan hasrat mereka. Meski Laura harus berusaha menahan hawa dingin yang menusuk kulit tapi semua ia lakukan demi memberi pelajaran pada suami dan gundiknya itu. "Lihat saja, kalian akan menyesal karena sudah menghianatiku." Mata Laura memicing saat melihat ada empat orang pria sedang duduk di pos ronda. Laura pun bergegas mendekati mereka. "Pak, Mas!" Ke empat orang pria tersebut terkejut mendapati Laura yang tiba-tiba saja berdiri di depan mereka. Bahkan, salah satu dari mereka melihat telapak kaki Laura apakah menempel ataukah tidak. "Mbak ini hantu apa manusia?""Astaga, Pak, masa cantik-cantik begini dikata setan? Aku manusia asli, Pak.""Oh syukurlah kalau manusia. Say kira setan, Mbak. Lagian malam-malam begini kenapa keluyuran, Mbak? Ada apa?""Anu, Pak,
Laura meradang. Ia lalu menyuruh para warga mengarak Fauzan dan juga Anita ke balai desa. "Arak saja ke balai desa Pak RT! Biar mereka tau rasa!""Iya setuju! Arak saja mereka berdua ke balai desa ramai-ramai biar malu sekalian kedua orang itu."Para warga mengusulkan untuk mengarak Anita dan juga Fauzan agar semua warga tau kelakuan buruk mereka berdua. Dan kasus Fauzan juga Anita menjadi pelajaran untuk yang lain agar tidak melakukan perbuatan yang sama. Fauzan dan Anita pun mulai diarak warga ke balai desa. Anita menangis sesenggukan karena rasanya sangat malu sekali. Fauzan tidak dapat berkata apa-apa lagi. Dirinya pun pasrah, saat ia diarak tak sedikit pun Fauzan menenangkan istri siri nya itu. Fauzan teramat malu karena kini seluruh warga tau kalau Fauzan telah mempunyai istri. Padahal ia dan sang Ibu sudah mati-matian membuat image keluarga harmonis dan bahagia. Ditambah dia juga membuat dirinya terlihat sempurna sebagai suami yang setia dan penyayang istri. Sampailah mereka
RAHASIA SLIP GAJI SUAMIKUSampailah mereka bertiga di kediaman Laura dan Fauzan. Anita yang melihat rumah Laura sangat besar dan bagus, langsung tersenyum. Bayangan indah berkelebat dalam benaknya. Ia membayangkan kalau di rumah itu, dirinya akan menjadi nyonya Fauzan. Laura turun dari mobil diikuti dengan Fauzan dan Anita. Saat Anita ingin masuk ke dalam rumah, Laura mencegah Anita untuk masuk dan menyuruh Anita menurunkan dan membawa masuk barang bawaan mereka. Anita menatap Fauzan, seolah-olah Anita meminta pembelaan dari Fauzan. Fauzan menggeleng, ia pun tak berani membantah ucapan Laura karena Fauzan sadar kalau posisi Fauzan saat ini adalah serba salah. "Eh, kamu mau ke mana?" tanya Laura pada Anita saat Anita mengekor di belakang Laura. "Y-ya mau masuk lah, Mbak." Anita menjawab dengan ragu. "Emang siapa yang nyuruh kamu masuk duluan? Tuh, bawa barang-barang yang di bagasi ke dalam rumah. Ingat! Jangan sampai ada yang ketinggalan." Laura melenggang pergi meninggalkan Anita
"Wah, nggak bisa dibiarin ini! Jangan biarkan pelakor merajalela di kampung kita. Benar nggak ibu-ibu?""Iya betul, ayo kita hajar saja itu pelakor. Jangan biarkan dia merdeka di kampung kita!" ujar Mpok Ipeh dengan api yang berkobar. "Huuu dasar pelakor!" Ibu-ibu menyoraki Anita, ada yang melemparkan telur busuk ke arah Anita, ada juga yang tidak segan-segan meremas payudara milik Anita hingga membuat perempuan itu menjerit karena kesakitan."Aargh! Lepaskan! Saya bukan pelakor!""Mana ada maling ngaku! Lanjut ibu-ibu!"Anita dihajar ibu-ibu kampung habis-habisan. Ada yang menjambak, ada yang melempar tepung yang sudah dibungkus per kilo tepat ke kepala Anita. Ada juga yang menampar pipi milik Anita. Yang lebih ekstrim, ada juga yang memasukkan bubuk cabai ke dalam daster Anita. Anita pun menangis, ia meminta para ibu-ibu berhenti, namun tidak ada satu pun yang berhenti dengan aksinya. Anita sudah seperti adonan donat yang gagal ngembang. Laura yang melihatnya pun miris dengan a
"Saya dipanggil Pak Adit? Ada apa?" Dahi Fauzan mengerut. "Maaf Pak, saya tidak tau. Saya permisi dulu ya, Pak." Sang sekretaris itu pun pamit undur diri dengan membungkukkan sedikit tubuhnya dan meninggalkan ruangan Fauzan. Fauzan mengangguk. Dirinya bingung kenapa tiba-tiba saja Pak Adit memanggilnya? Karena Fauzan selama ini tidak pernah membuat masalah dengan kantor. Dia pun tidak menyadari kalau video penggerebekan dirinya dengan Anita sudah tersebar luas. Dan mungkin saja mam sang bos juga mengetahuinya. "Ada apa ya Pak Adit manggil gue? Tumben-tumbenan," tanya Fauzan kepada Andre yang masih duduk di samping Fauzan. "Nah kan Bro, bener apa yang gue bilang. Jangan-jangan Pak Adit udah tau tentang video lu yang lagi viral. Wah bahaya, Bro, bisa terancam lu kalau gini. Udah sono temuin Pak Adit. Siapa tau salah kan dugaan gue." Andre menepuk bahu Fauzan dan meninggalkan Fauzan sendiri yang tengah berpikir ada apa gerangan Pak Adit memanggil dirinya. "Ada apa ya kira-kira? Kok