Share

PRIA ITU BERLAGAK LEMAH

Jihan mengeratkan pandangannya jauh menerawang ke dalam kamar itu. Lalu ia membuka tutup kelopak matanya seakan ingin memperjelas penglihatannya.

"Ck, sh. Gelap sekali sih?" rutuknya kesal.

Sayang sekali lobang pintu terlalu rapat, sehingga Jihan tidak bisa menengok isi di dalam kamar tersebut.

Ck. Ck. Ck.

Jihan melakukan cara lain untuk meneliti isi kamar misterius itu. 

Berulang kali Jihan memainkan knock pintu. Pintu yang terkunci, membuat usaha Jihan berujung nihil.

Karena tak ingin dirinya didapati oleh salah satu penghuni rumah, akhirnya Jihan lari porat-parit untuk kembali ke kamar.

Dengan hati yang masih tegang, Jihan pun melunturkan rasa hausnya. Wanita berhijab instan itu, menenggak air minum hingga tandas dalam satu tenggakkan.

Detik kemudian, tangan sang suami terhampar tiba-tiba di depan pangkuannya. Jihan yang masih terlarut dengan suasana tegang sontak terkejut. 

Azlin yang tadi tidur pulas pun kini terbangun karena gerakan Jihan yang tiba-tiba mengejutkannya.

"Hei, Kamu belum tidur? Ini udah malam loh!" Azlin mengocok kasar kedua kelopak matanya. Hingga pandangan yang kabur berubah menjadi segar. 

Azlin bangkit dan duduk di samping sang istri. Heran melihat wajah Jihan sangat tegang, dia pun menarik pundak Jihan ke dalam pelukannya.

"Kamu kenapa sih seperti udah melihat hantu saja?" tanya Azlin lagi.

"Mas, aku bukannya sudah melihat hantu. Tapi, Aku sedang bingung saja," ucap Jihan dengan nada manja.

"Bingung kenapa sayang?" tanya Azlin berdayu-dayu.

"Mas, tahu nggak kalau sebenarnya bapak Mas itu bisa jalan loh."

Azlin nampak mencerna ucapan sang istri. Lantas ia menyumbingkan bibirnya. "Ach, kamu ini ada-ada aja. Mana mungkin bapak bisa jalan? Kamu lagi ngigau ya?"

"Mas, dengerin aku dulu dong. Tadi pas aku pulang dari kios bunga, aku mendapati bapak sedang jalan menjauh dari rodanya. Percayalah aku melihatnya dalam keadaan sadar Mas, sadar!" 

Mendengar semua uraian dari sang istri, Azlin menatap Jihan dalam. 

"Han, nggak mungkin. Semua itu nggak mungkin! Udah 2 tahun bapak nggak bisa jalan, bapak itu lumpuh permanen, Jihan," tegas Azlin menjelaskan dengan runtut. " Selamat 2 tahun itu juga, bapak hanya duduk di kursi roda dan memakai popok seperti anak bayi. Jadi kamu jangan aneh-aneh deh, kata-kata kamu itu ngawur!" Decak kesal Azlin membuat Jihan kesal.

"Mas, plis! Sekali aja Mas percaya sama aku. Bapakmu itu menyembunyikan sesuatu Mas. Keselnya lagi, bapak selalu bertingkah nakal di hadapan aku. Tadi siang aja, dia nanya cara kita bermain di kamar. Nggak etis kan?" urai Jihan berharap sang suami faham dengan kegelisahannya. 

"Coba Mas bayangkan, setiap hari bapak minta tiga piring nasi untuk masuk ke kamar itu. Siapa yang makan tiga piring nasi di dalam kamar itu kalau bukan bapak sendiri? Rasanya itu nggak masuk akal Mas," lanjut Jihan semakin kesal.

Azlin menarik nafasnya dalam mengisi semua rongga pernapasan itu dengan oksigen sekitar. Semakin lama penjelasan Jihan semakin mengganggu pikirannya. Alih-alih percaya Azlin langsung bangkit, sontak berkacak pinggang.

"Jihan. Jangan jadikan karanganmu ini sebagai dalih supaya kita pindah dari sini, karena aku tak akan pernah mau meninggalkan orang tuaku, Jihan!" bentak Azlin menghembuskan nafasnya panas.

"Ta-tapi, Mas."

"Jangan banyak tapi-tapi, ini sudah malam. Sebaiknya kamu tidur, aku juga ingin tidur. Seharian kerja di luar itu sangat lelah, jadi jangan tambah kelelahanku di rumah!" sambar Azlin.

Jihan yang kesal hanya melihat punggung suaminya, dengan dada yang sesak karena pria itu tidak mempercayainya.

***

Keesokan harinya.

Ibu Puri yang sudah segar, asik mengajak sang suami untuk jalan-jalan di taman. Dia mendorong roda pak Sugiono dengan santai.

Sedangkan pak Sugiono duduk menikmati alunan roda yang didorong oleh Puri.

Pak Sugiono membulatkan matanya saat laju roda itu terhenti. "Lah kok kenapa berhenti?" tanya Sugiono pada istrinya.

"Sebentar Pak." Puri pun menarik sang suami untuk mencari daerah yang cukup teduh.a yang ia hormati itu.

"Pak, Ibu boleh minta sesuatu nggak?" tanya Puri membujuk.

"Minta apa sih Bu? Kelihatannya serius banget?" Sugiono menaikkan satu alisnya, sambil tersenyum nakal.

"Ini lho Pak. Teman ibu yang ada di luar kota itu, mengundang ibu buat hadir di pernikahan anaknya. Jadi otomatis ibu harus menginap di tempatnya. Emhh, cuma 4 hari kok pak." Puri nampak mengembangkan senyumannya di hadapan Sugiono.

Hati yang penuh harap, mulai berkembang usai ia berkata-kata.

"Ibu mau pergi? terus, kalau Ibu pergi, bapak sama siapa Di sini?" tanya pak Sugiono berberat hati. 

Senyum lebar Puri pun menciut. Bukan mendapatkan jawaban, Puri malah di balik tanya oleh suaminya.

"Di sini kan ada azlin, dan Jihan Pak!" Puri berkilah. "Lagi pula, kalau bapak butuh apapun, minta Jihan aja. Jihan pasti bisa melakukannya kok." Wajah memelas Puri semakin nampak.

Sugiono yang hendak menolak pun mulai mempertimbangkannya. Mendengar nama Jihan disebut, kotak Sugiono mulai berkelana.

"Ya, pak. Plis. Bapak baik deh, Ibu janji cuma 4 hari aja." Puri kembali melontarkan semua rayuan gombalnya. Hingga hati Sugiono mulai luluh dan mengangguk mantap.

"Baiklah, apa sih yang nggak buat ibu. Apapun yang membuat ibu senang, lakukan saja!" 

Puri bersorak hore, refleks dia mencium puncak kening sang suami. "Bapak emang suami paling pengertian deh. Makasih ya pak!"

Melihat senyum sumringah dari Puri, Sugiono pun tersenyum, menggangguk, dan ikut berbahagia.

Setelah puas bermain di taman, Puri bergegas mengajak suaminya untuk pulang.

Dikemasnya banyak barang di dalam koper yang cukup besar. Tangan Puri bermain melipat semua pakaian dan peralatan yang akan ia perlukan nanti.

Selang Puri berkemas, tak sengaja Jihan melihat mertuanya sibuk sekali. Jihan berdiri di depan pintu dan bertanya. "Ibu mau ke mana? Kenapa Ibu mengemas baju sebanyak itu?" tanya Jihan kepo.

"Eh, Jihan." Puri pun melangkah menghampiri menantunya. Dengan berbangga hati Puri menjelaskan keberangkatannya.

"Kalau Ibu berangkat, bapak sama siapa?" Tanya Jihan dengan kepala kosong.

"Makanya, Ibu mau titip bapak sama kamu dan Azlin ya! Cuma 4 hari doang kok."

"Hah, 4 hari?" 

Setelah dia tahu, Jihan menelan liur. Tampak bapak mertua melihatnya dalam sekali dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Itu tandanya dia akan selalu berduaan dengan bapak mertua selama 4 hari penuh juga, sampai Puri kembali. 

Saat Azlin hendak pergi kerja, dia pun memberi pepatah sama Jihan. "Sayang, aku pergi dulu ya. Titip bapak. Oh, ya. Jangan berkhayal yang aneh-aneh lagi ya!" 

Jihan cukup manut dengan satu anggukan kepala. 

***

Tepat jam 11 saat Jihan hendak istirahat di kamarnya, langkahnya terhenti saat dia melihat bapak mertua keluar dari kamar privasi tersebut sambil membenahi resleting dan tali pinggang.

Seperti orang yang tengah membuka celana. Jihan tercengang, memergokinya begitu. 

"Bapak habis ngapain?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status